tag:blogger.com,1999:blog-71566696064470480622024-03-16T11:52:42.225-07:00Sejarah di NusantaraMemaparkan semua sejarah yang ada di IndonesiaMystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.comBlogger143125tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-78699835738902347562013-05-02T12:50:00.001-07:002013-05-02T12:50:25.266-07:00Sejarah Kepahlawanan Pangeran Diponegoro<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/2c/Diponegoro.jpg/451px-Diponegoro.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/2c/Diponegoro.jpg/451px-Diponegoro.jpg" width="240" /></a></div>
<b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Sejarah Kepahlawanan Pangeran Diponegoro</a></b>, Sejarah Pangeran Diponegoro yang panjang memang tidak akan cukup jika ditulis. Karena Pangeran Diponegoro merupakan salah satu pahlawan Nasional. Blogiztic kali ini akan menceritakan beberapa kisah sejarah Pangeran Diponegoro secara singkat dan mudah dipahami.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<b>Sejarah Pangeran Diponegoro dalam sejarah singkat</b><br />
Untuk lebih lengkapnya dan tidak terlalu berlama-lama kita langsung saja membaca kisah cerita sejarah Pangeran Diponegoro yang sangat gigih melawan Belanda.<br />
<br />
Pangeran Diponegoro<br />
Ketika Islam diinjak-injak Belanda<br />
<br />
Lahir di Yogyakarta, 11 November 1985 dengan nama asli Raden Mas Ontowiryo. Gelarnya panjang sekali, yaitu Sultan Abdulhamid Herucokro Amirulmukmin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawi. ia anak dari Pangeran Adipati Anom ( Hamengku Buwono III) dan Raden Ajeng Mangkarawati.<br />
<br />
Ketika Sultan Hamengku Buwono IV wafat mendadak pada tahun 1822, ditunjuklah penggantinya, yaitu pangeran Menol yang baru berusia 3 tahun. Karena ia masih bocah, maka dibentuk dewan perwalian untuk mendampinginya menjalankan pemerintahan, yang terdiri dari orang-orang kerajaan. Tapi lama-lama mereka disingkirkan oleh Belanda dan digantikan oleh Patih Danurejo IV. Karena kecewa terhadap Belanda, Pangeran Diponegoro lebih banyak tinggal di Tegalreja.<br />
<br />
Ia memulai perlawanan terhadap Belanda dengan mencabuti tiang-tiang pancang pembangunan jalan oleh Belanda yang melewati rumah, masjid, dan makan leluhur Pangeran Diponegoro. Soalnya Belanda juga tidak meminta izin terlebih dahulu. Demikianlah ulah penjajah, suka seenaknya sendiri.<br />
<br />
Pembangunan jalan ini dilakukan atas usul Patih Danurejo IV yang bekerja sama dengan Belanda. Sebenarnya Pangeran Diponegoro sudah lama jengkel terhadap Belanda. Gara-gara pengaruh Belanda, banyak keluarga keraton yang tidak peduli lagi dengan aturan Islam. Demikian pula rakyat. Mereka menjadi terbiasa meminum minuman keras, meniru gaya orang Belanda.<br />
<br />
Di kalangan rakyat kecil juga terjadi banyak kemiskinan. Para petani dibebani pajak tinggi dan kewajiban kerja paksa. Orang-orang kerajaan malah menyewakan tanahnya pada perkebunan asing. Diponegoro sangat sedih melihat hal itu. Belanda dibantu Patih Danurejo menyerang kediaman Pangeran DIponegoro di Tegalreja. rumah dan masjid pangeran dibakar habis. Pangeran kemudian memusatkan pasukannya di Selarong. Sejak saat itu berkobarlah perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830). Perang ini membuat Belanda rugi besar.<br />
<br />
<a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Sejarah Pangeran Diponegoro</a> dalam siasat perang gerilya<br />
Pangeran Diponegoro menggunakan siasat Perang Gerilya, sehingga membuat Belanda sulit menangkap beliau. Beliau dibantu oleh Kyai Maja (Surakarta), Sentot Alibasyah Prawirodirjo, Pangeran Suryo (Mataram), Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Pak-Pak (Serang). Bnayak sekali yang mendukung. Terbukti, 15 pangeran dari 29 pangeran di Yogyakarta, 41 bupati se-Jawa mendukung beliau.<br />
<br />
Belanda sudah menggunakan beberapa cara untuk menangkap pangeran Diponegoro, namun selalu gagal. Termasuk menyediakan uang puluhan ribu Gulden untuk siapa saja yang dapat menangkap Pangeran. Tahun 1827, Belanda melancarka strategi Benteng Stelsel. DI setiap daerah yang telah dikuasai Belanda, selalu didirikan benteng dengan sarana yang lengkap. Beberapa pimpinan pasukan Diponegoro, seoerti Sentot Alibasyah dan Pangeran Mangkubumi berhasil ditangkap. Namun Pangeran Diponegoro belum juga tertangkap.<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/22/Nicolaas_Pieneman_-_The_Submission_of_Prince_Dipo_Negoro_to_General_De_Kock.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="242" src="http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/22/Nicolaas_Pieneman_-_The_Submission_of_Prince_Dipo_Negoro_to_General_De_Kock.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Saat Penangkapan Pangeran Diponegoro</td></tr>
</tbody></table>
<br />
Akhirnya beliau dijebak. Bagaimana caranya? Beliau diajak Belanda untuk berunding. Namun ternyata Beliau malah ditangkap pada tanggal 28 Maret 1830 ketika sedang berunding di Magelang. Yang menangkapnya bernama Jendral Henrick de Kock. Pangeran Diponegoro dibuang ke Benteng Amsterdam di Manado. Empat tahun kemudian ia dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makassar sampai meninggalnya tanggal 8 Januari 1855. Beliau dimakamkan di Kampung Melayu, Makassar.<br />
<br />
Nah, demikian kisah sejarah singkat mengenai sejarah Pangeran Diponegoro hingga wafatnya. Kita patut menghormati perjuangan beliau demi Indonesia tercinta.<br />
<br />
<br />
<a href="http://www.blogiztic.net/2012/11/sejarah-pangeran-diponegoro-kisah-perlawanan.html" target="_blank"><span style="font-size: x-small;">Sumber</span></a><br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-71734737985800219022013-04-28T01:25:00.001-07:002013-04-28T01:25:29.390-07:00Sejarah Singkat Raden Ajeng Kartini<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIENlpWLisa56KWSVYSfvD25DN9r9ZxJSmxtSXxe85JEBO-XhEs-P3nyvDewyf_aQXZ7LzB0Bd91OpT4S0sWGB8z-iRjdz-Y5Ud6A5vZnxnOMZRb5Smj2ahiNzIAz_KSF2GSdA1ccEWMI/s1600/raden+ajeng+kartini.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIENlpWLisa56KWSVYSfvD25DN9r9ZxJSmxtSXxe85JEBO-XhEs-P3nyvDewyf_aQXZ7LzB0Bd91OpT4S0sWGB8z-iRjdz-Y5Ud6A5vZnxnOMZRb5Smj2ahiNzIAz_KSF2GSdA1ccEWMI/s320/raden+ajeng+kartini.jpg" width="238" /></a></div>
<b>Sejarah Singkat Raden Ajeng Kartini</b>, Hari Kartini, begitulah kebanyakan dari kita menyebutnya. Hari yang biasanya diperingati oleh kebanyakan kaum perempuan. Tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan tanggal 21 April merupakan tanggal dimana memperingati Hari Kartini.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Raden Ajeng Kartini</a> dilahirkan di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau adalah Putri dari seorang Bupati Jepara pada waktu itu, yaitu Raden Mas Adipati Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dari Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro. Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan kegelapan, kehampaan, dari segala harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan, dan tidak lebih dari perabot kaum laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain dari yang telah ditentukan secara alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah tangga saja, kaum wanita telah dirampas dan diinjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia.<br />
<br />
Daya berpikir kaum wanita tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya, kaum wanita tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya untuk melebihi dari apa yang diterimanya dari alam. Karena kaum wanita tidak berdiri kesempatan untuk belajar membaca, menulis dan sebagainya. Dengan kata lain kaum wanita hanya mempunyai kewajiban tetapi tidak mempunyai hak sama sekali.<br />
<br />
Raden Ajeng Kartini yang telah meningkat dewasa pada waktu itu, tidak dapat melihat kenyataan ini meskipun beliau dilahirkan didalam lingkungan ditengah-tengah kebangsawanan atau keningratan yang pada waktu itu mempunyai taraf kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan masyarakat banyak yang hidup didalam lingkungan kehidupan adat yang sangat mengekang kebebasan tetapi beliau tidak segan-segan turun kebawah bergaul dengan masyarakat biasa, untuk mengembangkan ide dan cita-citanya yang hendak merombak status sosial kaum wanita, dan cara-cara kehidupan dalam masyarakat dengan semboyan : “Kita harus membuat sejarah, kita mesti menentukan masa depan kita yang sesuai dengan keperluan serta kebutuhan kita sebagai kaum wanita dan harus mendapat pendidikan yang cukup seperti halnya kaum laki-laki”.<br />
<br />
Dengan melanggar segala aturan-aturan adat pada saat itu, Raden Ajeng Kartini mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya yang setara dengan pendidikan kaum penjajah belanda pada waktu itu, beliau sempat mempelajari kegiatan-kegiatan kewanitaan lainnya.<br />
<br />
Dengan pengetahuan serta pengalaman yang didapatnya, <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Raden Ajeng Kartini</a> secara berangsur-angsur dan setahap demi setahap tapi pasti berusaha menambah kehidupan yang layak bagi seorang kaum wanita.<br />
<br />
Perkawinan Raden Ajeng Kartini pada tahun 1903 dengan Raden Adipati Joyoningrat Bupati Rembang mengharuskan beliau mengikuti suami, dan di daerah inilah beliau dengan gigih meningkatkan kegiatannya dalam dunia pendidikan. Peranan Suami, dalam usaha Raden Ajeng Kartini Meningkatkan perjuangan sangat menentukan pula karena dengan dorongan dan bantuan suaminyalah beliau dapat mendirikan sekolah kepandaian putri dan disanalah beliau mengajarkan tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit menjahit serta kepandaian putri lainnya.<br />
<br />
Usaha-usaha Raden Ajeng Kartini dalam meningkatkan kecerdasan untuk bangsa indonesia dan kaum wanita, khususnya melalui sarana-sarana pendidikan dengan tidak memandang tingkat dan derajat, apakah itu bangsawan atau rakyat biasa. Semuanya mempunyai hak yang sama dalam segala hal, bukan itu saja karya-karya beliau, persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum wanita tidak boleh ada perbedaan. Beliau juga mempunyai keyakinan bahwa kecerdasan rakyat untuk berpikir, tidak akan maju jika kaum wanita ketinggalan.<br />
<br />
Inilah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah berhasil menampakkan kaum wanita ditempat yang layak, yang mengangkat derajat wanita dari tempat gelap ketempat yang terang benderang. sesuai dengan karya tulis beliau yang terkenal, yang berjudul “<b>Habis Gelap Terbitlah Terang</b>”.<br />
<br />
Raden Ajeng Kartini meninggal dunia dalam usia 25 tahun, beliau pergi meninggalkan Bangsa Indonesia dalam usia yang relatif muda, yang masih penuh dengan cita-cita perjuangan dan daya kreasi yang melimpah.<br />
<br />
Tetapi perjuangan serta cita-cita beliau tetap berkumandang dan berkembang, terbukti dalam masa pembangunan sekarang ini tidak sedikit kaum wanita yang memegang peranan penting, baik dalam pemerintahan dalam bidang swasta sesuai dengan profesi masing-masing.<br />
<br />
Demikianlah pengungkapan kembali sejarah perjuangan Raden Ajeng Kartini, semoga peringatan kali ini membawa manfaat dan membulatkan tekad kita bersama dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara yang sangat kita cintai ini, dan kita dapat memetik buahnya serta butir-butir perjuangan beliau demi kelanjutan perjuangan bangsa indonesia umumnya dan perjuangan wanita khususnya.<br />
<br />
<br />
<a href="http://pkk.tanjabbarkab.go.id/" target="_blank">sumber</a><br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-33308189016984803902013-04-28T01:09:00.002-07:002013-04-28T01:09:17.889-07:00Sejarah Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://tutinonka.files.wordpress.com/2008/11/img_0586.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://tutinonka.files.wordpress.com/2008/11/img_0586.jpg" width="266" /></a></div>
<b>Sejarah Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja</b>, <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Sri Baduga Maharaja</a> (Ratu Jayadewata) mengawali pemerintahan zaman Pajajaran, yang memerintah selama 39 tahun (1482-1521). Pada masa inilah Pakuan mencapai puncak perkembangannya. Dalam prasasti Batutulis diberitakan bahwa Sri Baduga dinobatkan dua kali, yaitu yang pertama ketika Jayadewata menerima tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya (Prabu Dewa Niskala) yang kemudian bergelar Prabu Guru Dewapranata. Yang kedua ketika ia menerima tahta Kerajaan Sunda dari mertuanya, Susuktunggal. Dengan peristiwa ini, ia menjadi penguasa Sunda-Galuh dan dinobatkan dengar gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Jadi, sekali lagi dan untuk terakhir kalinya, setelah "sepi" selama 149 tahun, Jawa Barat kembali menyaksikan iring-iringan rombongan raja yang berpindah tempat dari timur ke barat. Untuk menuliskan situasi kepindahan keluarga kerajaan dapat dilihat pada Pindahnya Ratu Pajajaran.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/2013/04/misteri-segitiga-bogor-dengan-kerajaan.html" target="_blank">Prabu Siliwangi</a></b><br />
<b><br /></b>
<br />
Di Jawa Barat, Sri Baduga ini lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi. Nama Siliwangi sudah tercatat dalam Kropak 630 sebagai lakon pantun. Naskah itu ditulis tahun 1518 ketika Sri Baduga masih hidup. Lakon Prabu Siliwangi dalam berbagai versinya berintikan kisah tokoh ini menjadi raja di Pakuan. Peristiwa itu dari segi sejarah berarti saat Sri Baduga mempunyai kekuasaan yang sama besarnya dengan Wastu Kancana (kakeknya) alias Prabu Wangi (menurut pandangan para pujangga Sunda). Menurut tradisi lama, orang segan atau tidak boleh menyebut gelar raja yang sesungguhnya, maka juru pantun memopulerkan sebutan Siliwangi. Dengan nama itulah ia dikenal dalam literatur Sunda. Wangsakerta pun mengungkapkan bahwa Siliwangi bukan nama pribadi, ia menulis:<br />
<br />
"<i>Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira</i>".<br />
Indonesia: Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/2013/04/sejarah-dari-kerajaan-pajajaran.html" target="_blank">raja Pajajaran</a>. Jadi nama itu bukan nama pribadinya.<br />
<br />
<b>BIOGRAFI</b><br />
<b><br /></b>
<br />
<b>Masa muda</b><br />
<br />
Waktu mudanya Sri Baduga terkenal sebagai ksatria pemberani dan tangkas, bahkan satu-satunya yang pernah mengalahkan Ratu Japura (Amuk Murugul) waktu bersaing memperbutkan Subanglarang (istri kedua Prabu Siliwangi yang beragama Islam). Dalam berbagai hal, orang sezamannya teringat kepada kebesaran mendiang buyutnya (Prabu Maharaja Lingga Buana) yang gugur di Bubat yang digelari Prabu Wangi.<br />
Tentang hal itu, Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara II/2 mengungkapkan bahwa orang Sunda menganggap Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang. Naskahnya berisi sebagai berikut (artinya saja):<br />
<br />
"<i>Di medan perang Bubat, ia banyak membinasakan musuhnya karena Prabu Maharaja sangat menguasai ilmu senjata dan mahir berperang, tidak mau negaranya diperintah dan dijajah orang lain. </i><i>Ia berani menghadapi pasukan besar Majapahit yang dipimpin oleh sang Patih Gajah Mada yang jumlahnya tidak terhitung. Oleh karena itu, ia bersama semua pengiringnya gugur tidak tersisa.</i><br />
<i>Ia senantiasa mengharapkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup rakyatnya di seluruh bumi Jawa Barat. Kemasyurannya sampai kepada beberapa negara di pulau-pulau Dwipantara atau Nusantara namanya yang lain. Kemashuran Sang Prabu Maharaja membangkitkan (rasa bangga kepada) keluarga, menteri-menteri kerajaan, angkatan perang dan rakyat Tatar Sunda. Oleh karena itu, nama Prabu Maharaja mewangi. Selanjutnya ia di sebut Prabu Wangi. Dan keturunannya lalu disebut dengan nama Prabu Siliwangi. Demikianlah menurut penuturan orang Sunda</i>".<br />
<br />
<b>Perang Bubat</b><br />
<b><br /></b>
Kesenjangan antara pendapat orang Sunda dengan fakta sejarah seperti yang diungkapkan di atas mudah dijajagi. Pangeran Wangsakerta, penanggung jawab penyusunan Sejarah Nusantara, menganggap bahwa tokoh Prabu Wangi adalah Maharaja Linggabuana yang gugur di Bubat, sedangkan penggantinya ("silih"nya) bukan Sri Baduga melainkan Wastu Kancana (kakek Sri Baduga, yang menurut naskah Wastu Kancana disebut juga Prabu Wangisutah).<br />
<br />
Nah, orang Sunda tidak memperhatikan perbedaan ini sehingga menganggap Prabu Siliwangi sebagai putera Wastu Kancana (Prabu Anggalarang). Tetapi dalam Carita Parahiyangan disebutkan bahwa Niskala Wastu Kancana itu adalah "seuweu" Prabu Wangi. Mengapa Dewa Niskala (ayah Sri Baduga) dilewat? Ini disebabkan Dewa Niskala hanya menjadi penguasa Galuh. Dalam hubungan ini tokoh Sri Baduga memang penerus "langsung" dari Wastu Kancana. Menurut Pustaka Rajyarajya I Bhumi Nusantara II/4, ayah dan mertua Sri Baduga (Dewa Niskala dan Susuktunggal) hanya bergelar Prabu, sedangkan Jayadewata bergelar Maharaja (sama seperti kakeknya Wastu Kancana sebagai penguasa Sunda-Galuh).<br />
<br />
Dengan demikian, seperti diutarakan Amir Sutaarga (1965), Sri Baduga itu dianggap sebagai "silih" (pengganti) Prabu Wangi Wastu Kancana (oleh Pangeran Wangsakerta disebut Prabu Wangisutah). "Silih" dalam pengertian kekuasaan ini oleh para pujangga babad yang kemudian ditanggapi sebagai pergantian generasi langsung dari ayah kepada anak sehingga Prabu Siliwangi dianggap putera Wastu Kancana.<br />
<br />
<br />
<a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/2013/04/sejarah-dari-raden-kian-santang.html" target="_blank"><b>SEJARAH RADEN KIAN SANTANG</b></a><br />
<br />
<br />
<br />
<a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sri_Baduga_Maharaja#Prabu_Siliwangi" target="_blank">sumber</a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-71633427917315271832013-04-27T08:10:00.000-07:002013-04-27T08:10:35.657-07:00Misteri Segitiga Bogor Dengan Kerajaan Pajajaran<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://misteridunia.files.wordpress.com/2012/05/prabu_siliwangi_iii.jpg?w=203&h=303" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://misteridunia.files.wordpress.com/2012/05/prabu_siliwangi_iii.jpg?w=203&h=303" /></a></div>
<b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Misteri Segitiga Bogor Dengan Kerajaan Pajajaran</a></b>, Di wilayah sekitar Halimun Bogor dan sekitarnya ada benteng-benteng milik Prabu Siliwangi yang tak kelihatan, pusat kerajaan ada di Gunung Salak, sebenarnya ini sudah menjadi rahasia umum. Catatan sejarah soal Kerajaan Siliwangi pasca kehancurannya setelah diserang Kesultanan Banten pada tahun 1620-an, adalah catatatan pertama kali dari Scipio yang melakukan ekspedisi sekitar tahun 1687 mencatat ada ratusan macan gembong atau harimau bertempat tinggal di sebuah bangunan dekat Kebun Raya Bogor sekarang, selain itu ditemukan rawa yang berisi badak di sekitar Sawangan, dinamakan Rawa Badak dimana di ujung Rawa Badak ditemukan juga situs parit dan bekas tembok keraton yang dijadikan sarang macan, sekarang sarang macan ini dikenal pertigaan beringin di Sawangan. Selain catatan-catatan arkeologi, ada catatan mistis tentang segitiga Bogor.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<br />
Ada tiga gunung yang dianggap angker di masa Mataram Sultan Agung, pertama Gunung Merapi, Kedua Gunung Slamet dan Ketiga Gunung Halimun, diantara ketiganya Gunung Halimun-lah yang dianggap paling angker karena memiliki misteri luar biasa. Sampai saat ini banyak peristiwa jatuhnya pesawat di sekitar segitiga Gunung Halimun-Gunung Salak-Gunung Gede.<br />
<br />
Daya energi ketiga gunung itu ada di Istana Cipanas, sekitar gedung yang dibangun Bung Karno namanya Gedung Bentol, tempat dimana Bung Karno selalu bermeditasi sejak dia menempati Istana Merdeka di tahun 1949. Di belakang Gedung Bentol ada sumber air panas, yang merupakan energi dari Siliwangi.<br />
<br />
Dilamarnya Puteri Dyah Pitaloka yang kecantikannya serupa bidadari dan mewariskan kecantikan yang bisa dilihat pada gadis-gadis Bandung, Cianjur dan Sumedang sekarang ini adalah rahasia ‘Wahyu Nusantara’ yang dimiliki kerajaan Pajajaran, dimana Gadjah Mada ingin memilikinya “Siapa yang menguasai Wahyu Nusantara dia akan menguasai Indonesia’, penguasaan wahyu nusantara ini menimbulkan konflik antara Hayam Wuruk yang berpendapat bahwa wahyu itu bisa diambil dengan cara Ken Arok yaitu menikahi puteri sang Raja, di satu sisi wahyu bisa diambil dengan cara menaklukkan Pajajaran dan membangun kerajaan Majapahit Barat di Pakuan.<br />
<br />
Tanpa disengaja menurut kepercayaan banyak orang Bung Karno mengawini puteri Bandung yaitu: Inggit Garnasih yang ditengarai masih keturunan Raja Siliwangi dimana wahyu Nusantara bersemayam di tubuh Inggit Garnasih, dan Bung Karno keturunan langsung Brawijaya V mengobarkan semangat Nusantara bermula di Bandung pada rapat politik Radicale Concentratie di Bandung tahun 1922. Bandung adalah kota terakhir dimana Prabu Linggabuana menyucikan diri di danau Bandung sebelum berangkat ke Majapahit dan kelak beristirahat di Pesanggrahan Bubat dimana kemudian datang Gadjah Mada dan terjadilah insiden pembunuhan dan pembantaian besar-besaran rombongan Pajajaran.<br />
<br />
Sisa-sisa dari Laskar Perang Bubat melarikan diri ke Gunung Salak, sementara sisa-sisa dari punggawa Siliwangi yang diserang Banten lari ke Gunung Halimun. Tempat dimana seringnya pesawat menghilang, ini mirip dengan segitiga Bermuda dan segitiga formosa.<br />
Gunung Halimun dan Gunung salak ini mirip Gunung Lawu yang disucikan Majapahit, tak boleh ada yang melintasi diatasnya, burungpun bisa mati bila melewati satu titik tanah yang sakral.<br />
<br />
<br />
<a href="http://www.jelajahunik.us/2012/05/misteri-segitiga-bogor.html" target="_blank">sumber</a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-42361434687517298952013-04-27T08:02:00.000-07:002013-04-27T08:02:20.575-07:00Sejarah Dari Kerajaan Pajajaran<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9I-e1sr2G1J0WiALxLvayHWv91iKPwAvaP-fym98J2ESwptathR_M11cF8wwPlgViNNFPkjTrwSP5UkabzCc_uJIH0CRNO32R4ROjAkdLCa7Fml6tAxUQyDcqNFpx6SXHWMmJdghtR936/s1600/kerajaan+pajajaran.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9I-e1sr2G1J0WiALxLvayHWv91iKPwAvaP-fym98J2ESwptathR_M11cF8wwPlgViNNFPkjTrwSP5UkabzCc_uJIH0CRNO32R4ROjAkdLCa7Fml6tAxUQyDcqNFpx6SXHWMmJdghtR936/s1600/kerajaan+pajajaran.jpg" /></a></div>
<b>Sejarah Dari Kerajaan Pajajaran</b>, Kerajaan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan beribukotanya di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya yaitu Pakuan Pajajaran. Beberapa catatan menyebutkan bahwa kerajaan ini didirikan tahun 923 oleh Sri Jayabhupati, seperti yang disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
<br />
<b>Sejarah Kerajaan Pajajaran</b><br />
<b><br /></b>
Berdasarkan alur Sejarah Galuh, Kerajaan Pajajaran berdiri setelah Wastu Kancana wafat tahun 1475. Kenapa demikian? Karena sepeninggal Rahyang Wastu Kencana kerajaan Galuh dipecah dua diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala dalam kedudukan sederajat. Pajajaran atau Pakuan Pajajaran beribukota di Pakuan (Bogor) di bawah kekuasan Prabu Susuktunggal (Sang Haliwungan) dan Kerajaan Galuh yang meliputi Parahyangan tetap berpusat di Kawali di bawah kekuasaan Dewa Niskala (Ningrat Kancana). Oleh sebab itu pula Prabu Susuk Tunggal dan Dewa Niskala tidak mendapat gelar “Prabu Siliwangi”, karena kekuasan keduanya tidak meliputi seluruh tanah Pasundan sebagaimana kekuasan Prabu Wangi dan Rahyang Wastu Kancana (Prabu Siliwangi I).<br />
<br />
<b>Cikal Bakal <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Kerajaan Pajajaran</a></b><br />
<br />
Sejarah kerajaan ini tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya di daerah Jawa Barat, yaitu Kerajaan Tarumanagara, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan Kawali. Hal ini karena pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Dari catatan-catatan sejarah yang ada, dapatlah ditelusuri jejak kerajaan ini; antara lain mengenai ibukota Pajajaran yaitu Pakuan. Mengenai raja-raja Kerajaan Pajajaran, terdapat perbedaan urutan antara naskah-naskah Babad Pajajaran, Carita Parahiangan, dan Carita Waruga Guru.<br />
<br />
Selain naskah-naskah babad, Kerajaan Pajajaran juga meninggalkan sejumlah jejak peninggalan dari masa lalu, seperti:<br />
<br />
Prasasti Batu Tulis, Bogor<br />
Prasasti Sanghyang Tapak, Sukabumi<br />
Prasasti Kawali, Ciamis<br />
Tugu Perjanjian Portugis (padraõ), Kampung Tugu, Jakarta<br />
Taman perburuan, yang sekarang menjadi Kebun Raya Bogor.<br />
Daftar raja Pajajaran<br />
Prabu Susuktunggal (1475-1482)<br />
Jaya Dewata / Prabu Siliwangi II (1482 – 1521)<br />
Surawisesa (1521 – 1535)<br />
Ratu Dewata (1535 – 1543)<br />
Ratu Sakti (1543 – 1551)<br />
Raga Mulya (1567 – 1579)<br />
Keruntuhan<br />
<br />
Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 akibat serangan kerajaan Sunda lainnya, yaitu Kesultanan Banten. Berakhirnya jaman Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana (singgahsana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.<br />
<br />
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru, dan menandakan Maulana Yusuf adalah penerus kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi II). Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surasowan di Banten. Orang Banten menyebutnya Watu Gigilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.<br />
<br />
Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan kraton lalu menetap di wilayah yang mereka namakan Cibeo Lebak Banten. Mereka menerapkan tata cara kehidupan lama yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.<br />
<br />
Di bawah ini adalah urutan raja-raja Sunda-Galuh setelah Sri Jayabupati, yang berjumlah 14 orang :<br />
<br />
<a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Raja-raja Sunda-Galuh</a> setelah Sri Jayabupati<br />
<br />
1 Darmaraja 1042-1065<br />
<br />
2 Langlangbumi 1065-1155<br />
<br />
3 Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur 1155-1157<br />
<br />
4 Darmakusuma 1157-1175<br />
<br />
5 Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu 1175-1297<br />
<br />
6 Ragasuci 1297-1303<br />
<br />
7 Citraganda 1303-1311<br />
<br />
8 Prabu Linggadéwata 1311-1333<br />
<br />
9 Prabu Ajiguna Linggawisésa 1333-1340 (menantu no. 8)<br />
<br />
10 Prabu Ragamulya Luhurprabawa 1340-1350<br />
<br />
11 Prabu Maharaja Linggabuanawisésa 1350-1357 (tewas dalam Perang Bubat)<br />
<br />
12 Prabu Bunisora 1357-1371 (paman no. 13)<br />
<br />
13 Prabu Niskala Wastu Kancana 1371-1475 (anak no. 11)<br />
<br />
14 Prabu Susuktunggal 1475-1482<br />
<br />
<br />
<b>Penyatuan kembali Sunda-Galuh</b><br />
<br />
Saat Wastu Kancana wafat, kerajaan sempat kembali terpecah dua dalam pemerintahan anak-anaknya, yaitu Susuktunggal yang berkuasa di Pakuan (Sunda) dan Dewa Niskala yang berkuasa di Kawali (Galuh).<br />
<br />
Sri Baduga Maharaja (1482-1521) yang merupakan anak Dewa Niskala sekaligus menantu Susuktunggal menyatukan kembali Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.<br />
<br />
Setelah runtuhnya Sunda Galuh oleh Kesultanan Banten, bekas kerajaan ini banyak disebut sebagai Kerajaan Pajajaran.<br />
<br />
<br />
<a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/2013/04/sejarah-dari-raden-kian-santang.html" target="_blank">RADEN KIAN SANTANG</a><br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-size: x-small;"><a href="http://kumpulansejarah-aris.blogspot.com/2013/01/sejarah-kerajaan-pajajaran.html" target="_blank">Sumber</a></span><br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-57072475174421061052013-04-27T07:35:00.000-07:002013-05-15T20:04:49.650-07:00Sejarah Dari Raden Kian Santang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPJaOPltXA6RGhNrvR5z-Mc3qNzmRRqCr6t-EJ5j34YYXdHUHI2c85af1RUMq2OhYpPHYVyZqrrXWVichRFrJ0TIvoO91f5sKOLUeflmAAaibya4cUyanxmJDHcxYM8bRlGmgzpR66iVH3/s1600/kian+santang.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPJaOPltXA6RGhNrvR5z-Mc3qNzmRRqCr6t-EJ5j34YYXdHUHI2c85af1RUMq2OhYpPHYVyZqrrXWVichRFrJ0TIvoO91f5sKOLUeflmAAaibya4cUyanxmJDHcxYM8bRlGmgzpR66iVH3/s320/kian+santang.jpg" width="301" /></a></div>
<b>Sejarah Dari <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Raden Kian Santang</a></b>, Godog adalah suatu daerah pedesaan yang indah dan nyaman berjarak 10 km kearah timur dari kota Garut. Berada pada desa Lebakagung, kecamatan Karangpawitan, kabupaten Garut. Disana terdapat makam1.<br />
Prabu Kiansantang atau yang dikenal dengan sebutan Makam Godog Syeh Sunan Rohmat Suci. Hampir setiap waktu banyak masyarakat yang ziarah,<br />
<br />
bulan-bulan Maulud. Prabu Kiansantang atau Syeh Sunan Rohmat Suci adalah salah seorang putra keturunan raja Pajajaran yang bernama prabu Siliwangi dari ibunya bernama Dewi Kumala Wangi. Mempunyai dua. Saudara yang bernama Dewi Rara Santang dan Walang Sungsang.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Prabu Kiansantang lahir tahun 1315 Masehi di Pajajaran yang sekarang Kota Bogor. Pada usia 22 tahun tepatnya tahun 1337 masehi Prabu Kiansantang diangkat menjadi dalem Bogor ke 2 yang saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan Prabu Munding Kawati, putra Sulung Prabu Susuk Tunggal, menjadi panglima besar Pajajaran. Guna mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Pajajaran tersebut, maka ditulislah oleh Prabu Susuk Tunggal pada sebuah batu, yang dikenal sampai sekarang dengan nama Batu Tulis Bogor.<br />
<br />
Peristiwa itu merupakan kejadian paling istimewa di lingkungan Keraton Pajajaran dan dapat diketahui oleh kita semua sebagai pewaris sejarah bangsa khususnya di Jawa Barat. Prabu Kiansantang merupakan sinatria yang gagah perkasa, tak ada yang bisa mengalahkan kegagahannya. Sejak kecil sampai dewasa yaitu usia 33 tahun, tepatnya tahun 1348 Masehi, Prabu Kiansantang belum tahu darahnya sendiri dalam arti belum ada yang menandingi kegagahannya dan kesaktiannya disejagat pulau Jawa.<br />
<br />
Sering dia merenung seorang diri memikirkan, "dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi kesaktian dirinya". Akhirnya Prabu Kiansantang memohon kepada ayahnya yaitu Prabu Siliwangi supaya mencarikan seorang lawan yang dapat menandinginya. Sang ayah memanggil para ahli nujum untuk menunjukkan siapa dan dimana ada orang gagah dan sakti yang dapat menandingi Prabu Kiansantang. Namun tak seorangpun yang mampu menunjukkannya.<br />
<br />
Tiba-tiba datang seorang kakek yang memberitahu bahwa orang yang dapat menandingi kegagahan Prabu Kiansantang itu adalah Sayyidina Ali, yang tinggal jauh di Tanah Mekah. Sebetulnya pada waktu itu Sayyidina Ali telah wafat, namun kejadian ini dipertemukan secara goib dengan kekuasaan Alloh Yang Maha Kuasa.<br />
<br />
Lalu orang tua itu berkata kepada Prabu Kiansantang: "Kalau memang anda mau bertemu dengan Sayyidina Ali harus melaksanakan dua syarat: Pertama, harus mujasmedi dulu di ujung kulon. Kedua, nama harus diganti menjadi Galantrang Setra (Galantrang - Berani, Setra - Bersih/ Suci). Setelah Prabu Kiansantang melaksanakan dua syarat tersebut, maka berangkatlah dia ke tanah Suci Mekah pada tahun 1348 Masehi.<br />
<br />
Setiba di tanah Mekah beliau bertemu dengan seorang lelaki yang disebut Sayyidina Ali, namun Kiansantang tidak mengetahui bahwa laki-laki itu bernama Sayyidina Ali. Prabu Kiansantang yang namanya sudah berganti menjadi Galantrang Setra menanyakan kepada laki-laki itu: "Kenalkah dengan orang yang namanya Sayyidina Ali?" Laki-laki itu menjawab bahwa ia kenal, malah bisa mengantarkannya ke tempat Sayyidina Ali.<br />
<br />
Sebelum berangkat laki-laki itu menancapkan dulu tongkatnya ke tanah, yang tak diketahui oleh Galantrang Setra. Setelah berjalan beberapa puluh meter, Sayyidina Ali berkata, "Wahai Galantrang Setra tongkatku ketinggalan di tempat tadi, coba tolong ambilkan dulu." Semula Galantrang Setra tidak mau, namun Sayyidina Ali mengatakan, "Kalau tidak mau ya tentu tidak akan bertemu dengan Sayyidina Ali."<br />
<br />
Terpaksalah Galantrang Setra kembali ketempat bertemu, untuk mengambilkan tongkat. Setibanya di tempat tongkat tertancap, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sebelah tangan, dikira tongkat itu akan mudah lepas. Ternyata tongkat tidak bisa dicabut, malahan tidak sedikitpun berubah. Sekali lagi dia berusaha mencabutnya, tetapi tongkat itu tetap tidak berubah. Ketiga kalinya, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sekuat tenaga dengan disertai tenaga bathin. Tetapi dari pada kecabut, malahan kedua kaki Galantrang Setra amblas masuk ke dalam tanah, dan keluar pulalah darah dari seluruh tubuh Galantrang Setra.<br />
<br />
Sayyidina Ali mengetahui kejadian itu, maka beliaupun datang. Setelah Sayyidina Ali tiba, tongkat itu langsung dicabut sambil mengucapkan Bismillah dan dua kalimat syahadat. Tongkatpun terangkat dan bersamaan dengan itu hilang pulalah darah dari tubuh Galantrang Setra. Galantrang Setra merasa heran kenapa darah yang keluar dari tubuh itu tiba-tiba menghilang dan kembali tubuhnya sehat.<br />
<br />
Dalam hatinya ia bertanya. "Apakah kejadian itu karena kalimah yang diucapkan oleh orang tua itu tadi?”. Kalaulah benar, kebetulan sekali, akan kuminta ilmu kalimah itu. Tetapi laki-laki itu tidak menjawab. Alasannya, karena Galantrang Setra belum masuk Islam. Kemudian mereka berdua berangkat menuju kota Mekah. Setelah tiba di kota Mekah, dijalan ada yang bertanya kepada laki-laki itu dengan sebutan Sayyidina Ali. "Kenapa anda Ali pulang terlambat?”. Galantrang Setra kaget mendengar sebutan Ali tersebut.<br />
<br />
Ternyata laki-laki yang baru dikenalnya tadi namanya Sayyidina Ali. Setelah Prabu Kiansantang meninggalkan kota Mekah untuk pulang ke Tanah Jawa (Pajajaran) dia terlunta-lunta tidak tahu arah tujuan, maka dia berpikir untuk kembali ke tanah Mekah lagi. Maka kembalilah Prabu Kiansantang dengan niatan akan menemui Sayyidina Ali dan bermaksud masuk agama Islam. Pada tahun 1348 Masehi Prabu Kiansantang masuk agama Islam, dia bermukim selama dua puluh hari sambil mempelajari ajaran agama Islam. Kemudian dia pulang ke tanah Jawa (Pajajaran) untuk menengok ayahnya Prabu Siliwangi dan saudara-saudaranya. Setibanya di Pajajaran dan bertemu dengan ayahnya, dia menceritakan pengalamannya selama bermukim di tanah Mekah serta pertemuannya dengan Sayyidina Ali. Pada akhir ceritanya dia memberitahukan dia telah masuk Islam dan berniat mengajak ayahnya untuk masuk agama Islam. Prabu Siliwangi kaget sewaktu mendengar cerita anaknya yang mengajak masuk agama Islam. Sang ayah tidak percaya, malahan ajakannya ditolak. Tahun 1355 Masehi Prabu Kiansantang berangkat kembali ke tanah Mekah, jabatan kedaleman untuk sementara diserahkan ke Galuh Pakuan yang pada waktu itu dalemnya dipegang oleh Prabu Anggalang. Prabu Kiansantang bermukim di tanah Mekah selama tujuh tahun dan mempelajari ajaran agama Islam secara khusu. Merasa sudah cukup menekuni ajaran agama Islam, kemudian beliau kembali ke Pajajaran tahun 1362 M. Beliau berniat menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Kembali ke Pajajaran, disertai oleh Saudagar Arab yang punya niat berniaga di Pajajaran sambil membantu Prabu Kiansantang menyebarkan agama Islam. Setibanya di Pajajaran, Prabu Kiansantang langsung menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat, karena ajaran Islam dalam fitrohnya membawa keselamatan dunia dan akhirat. Masyarakat menerimanya dengan tangan terbuka. Kemudian Prabu Kiansantang bermaksud menyebarkan ajaran agama Islam di lingkungan Keraton Pajajaran.<br />
<br />
Setelah Prabu Siliwangi mendapat berita bahwa anaknya Prabu Kiansantang sudah kembali ke Pajajaran dan akan menghadap kepadanya. Prabu Siliwangi yang mempunyai martabat raja mempunyai pikiran. "Dari pada masuk agama Islam lebih baik aku muninggalkan istana keraton Pajajaran". Sebelum berangkat meninggalkan keraton, Prabu Siliwangi merubah Keraton Pajajaran yang indah menjadi hutan belantara. Melihat gelagat demikian, Prabu Kiansantang mengejar ayahnya. Beberapa kali Prabu Siliwangi terkejar dan berhadapan dengan Prabu Kiansantang yang langsung mendesak sang ayah dan para pengikutnya agar masuk Islam. Namun Prabu Siliwangi tetap menolak, malahan beliau lari ke daerah Garut Selatan ke salah satu pantai. Prabu Kiansantang menghadangnya di laut Kidul Garut, tetapi Prabu Siliwangi tetap tidak mau masuk agama Islam.<br />
<br />
Dengan rasa menyesal Prabu Kiansantang terpaksa membendung jalan larinya sang ayah. Prabu Siliwangi masuk kedalam gua, yang sekarang disebut gua sancang Pameungpeuk. Prabu Kiansantang sudah berusaha ingin meng Islamkan ayahnya, tetapi Alloh tidak memberi taufiq dan hidayah kepada Prabu Siliwangi.<br />
<br />
Prabu Kiansantang kembali ke Pajajaran, kemudian dia membangun kembali kerajaan sambil menyebarkan agama Islam ke pelosok-pelosok daerah, dibantu oleh saudagar arab sambil berdagang. Namun istana kerajaan yang diciptakan oleh Prabu Siliwangi tidak dirubah, dengan maksud pada akhir nanti anak cucu atau generasi muda akan tahu bahwa itu adalah peninggalan sejarah nenek moyangnya.<br />
<br />
Sekarang lokasi istana itu disebut Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1372 Masehi <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/" target="_blank">Prabu Kiansantang </a>menyebarkan agama Islam di Galuh Pakuwan dan dia sendiri yang mengkhitanan orang yang masuk agama Islam. Tahun 1400 Masehi, Prabu Kiansantang diangkat menjadi Raja Pajajaran menggantikan Prabu Munding Kawati atau Prabu Anapakem I. Namun Prabu Kiansantang tidak lama menjadi raja karena mendapat ilham harus uzlah, pindah dari tempat yang ramai ketempat yang sepi.<br />
<br />
Dalam uzlah itu beliau diminta agar bertafakur untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, dalam rangka mahabah dan mencapai kema'ripatan. Kepada beliau dimintakan untuk memilih tempat tafakur dari ke 3 tempat yaitu Gunung Ceremai, Gunung Tasikmalaya, atau Gunung Suci Garut. Waktu uzlah harus dibawa peti yang berisikan tanah pusaka. Peti itu untuk dijadikan tanda atau petunjuk tempat bertafakur nanti, apabila tiba disatu tempat peti itu godeg/ berubah, maka disanalah tempat dia tafakur, dan kemudian nama Kiansantang harus diganti dengan Sunan Rohmat. Sebelum uzlah Prabu Kiansantang menyerahkan tahta kerajaan kepada Prabu Panatayuda putra tunggal Prabu Munding Kawati. Setelah selesai serah terima tahta kerajaan dengan Prabu Panatayuda, maka berangkatlah Prabu <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Kiansantang</a> meninggalkan Pajajaran.<br />
<br />
Yang dituju pertama kali adalah gunung Ceremai. Tiba disana lalu peti disimpan diatas tanah, namun peti itu tidak godeg alias berubah. Prabu Kiansantang kemudian berangkat lagi ke gunung Tasikmalaya, disana juga peti tidak berubah. Akhirnya Prabu Kiansantang memutuskan untuk berangkat ke gunung Suci Garut. Setibanya di gunung Suci Garut peti itu disimpan diatas tanah secara tiba-tiba berubah/ godeg.<br />
<br />
Dengan godegnya peti tersebut, itu berarti petunjuk kepada Prabu Kiansantang bahwa ditempat itulah, beliau harus tafakur untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tempat itu kini diberi nama Makam Godog. Prabu Kiansantang bertafakur selama 19 tahun. Sempat mendirikan Mesjid yang disebut Masjid Pusaka Karamat Godog yang berjarak dari makam godog sekitar kurang lebih 1 Km. Prabu Kiansantang namanya diganti menjadi Syeh Sunan Rohmat Suci dan tempatnya menjadi Godog Karamat. Beliau wafat pada tahun 1419 M atau tahun 849 Hijriah. Syeh Sunan Rohmat Suci wafat ditempat itu yang sampai sekarang dinamakan Makam Sunan Rohmat Suci atau Makam Karamat Godog.<br />
<br />
"Bila ada cerita dari versi cerita yang anda dengar, mohon untuk komentarnya :).<br />
Bila ada salah kata saya mohon maaf :) Terimakasih"<br />
<a href="http://faries12.blogspot.com/2013/01/sekilas-sejarah-raden-kian-santang.html" target="_blank"><br /></a>
<a href="http://faries12.blogspot.com/2013/01/sekilas-sejarah-raden-kian-santang.html" target="_blank"><span style="font-size: x-small;">Sumber</span></a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-1308204070790354822013-03-08T09:57:00.003-08:002013-03-08T09:57:36.696-08:00Sejarah Dari Kota Surabaya<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHQDBHx7AQ3ZfvM5whaMu4AikpwaQWFHCOLio4HNDX0ZKwuLzD5wqgoQYD7aXJy0iobFRh333gzjyZm5gxMK5zWCBF8T0ekL1jeHVtf6XB0D25bPhfO76j9obvOJqCVRvAqwEJSy9axjKK/s1600/sejarah+surabaya+1.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHQDBHx7AQ3ZfvM5whaMu4AikpwaQWFHCOLio4HNDX0ZKwuLzD5wqgoQYD7aXJy0iobFRh333gzjyZm5gxMK5zWCBF8T0ekL1jeHVtf6XB0D25bPhfO76j9obvOJqCVRvAqwEJSy9axjKK/s320/sejarah+surabaya+1.jpg" width="224" /></a></div>
<b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Sejarah Dari Kota Surabaya</a></b> – Menurut cerita yang beredar dimasyarakat, asal usul nama Surabaya berasal dari cerita mitos masyarakat yaitu pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya dan akhirnya menjadi kota Surabaya. Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di indonesia setelah Kota Jakarta. Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa. Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Surabaya juga terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Secara geografis, Kota Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Berikut ini dapat kita pelajari tentang sejarah kota Surabaya dari sebelum kedatangan belanda, zaman hindia belanda hingga pertempuran mempertahankan Surabaya.<br />
<br />
<b>Sejarah Kota Surabaya Sebelum Kedatangan Belanda</b><br />
Surabaya dulunya merupakan gerbang Kerajaan Majapahit, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi Kota Surabaya ditetapkan sebagai tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang dipimpin Raden Wijaya terhadap pasukan kerajaan Mongol utusan Kubilai Khan. Pasukan Mongol yang datang dari laut digambarkan sebagai ikan SURO (ikan hiu/berani)dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat digambarkan sebagai BOYO (buaya/bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.<br />
<br />
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu anggota wali sanga, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di daerah Ampel. Tahun 1530, Surabaya menjadi bagian dari Kesultanan Demak.<br />
<br />
<br />
<a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Menyusul</a> runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram: diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing Krapyak tahun 1610, diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran Sungai Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah. Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya didepak VOC pada tahun 1677. Dalam perjanjian antara Paku Buwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya diserahkan penguasaannya kepada VOC.<br />
<br />
<b>Serajah Kota Surabaya pada Zaman Hindia Belanda</b><br />
Pada zaman Hindia-Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibukota Karesidenan Surabaya, yang wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (Gemeente). Pada tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibukota provinsi Jawa Timur. Sejak itu Surabaya berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Batavia.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5wreKwv7ZZIKAlEVVE_SQbgtRbRhrIRgayi31QzV3HybMWAJCg2feYLc4VcyvNx9BXr-dKWDrRKhcYmXUo1bL7G4B8q7n6SVvWcq0TMPdAtMGO6F3lYrpV_yNkUEPWQeZ58IesZgaxxCr/s1600/sejarah+surabaya+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="252" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5wreKwv7ZZIKAlEVVE_SQbgtRbRhrIRgayi31QzV3HybMWAJCg2feYLc4VcyvNx9BXr-dKWDrRKhcYmXUo1bL7G4B8q7n6SVvWcq0TMPdAtMGO6F3lYrpV_yNkUEPWQeZ58IesZgaxxCr/s320/sejarah+surabaya+2.jpg" width="320" /></a></div>
<br />
Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja. Sampai tahun 1920-an, tumbuh pemukiman baru seperti daerah Darmo, Gubeng, Sawahan, dan Ketabang. Pada tahun 1917 dibangun fasilitas pelabuhan modern di Surabaya. Tanggal 3 Februari 1942, Jepang menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan Maret 1942, Jepang berhasil merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan udara Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.<br />
<br />
<b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Sejarah Kota Surabaya</a>, Pertempuran Mempertahankan Surabaya</b><br />
Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945, 6000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade 49, Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya dengan perintah utama melucuti tentara Jepang, tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas mengurus bekas tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20000 pasukan Indonesia menolak.<br />
<br />
26 Oktober 1945, tercapai persetujuan antara Bapak Suryo, Gubernur Jawa Timur dengan Brigjen Mallaby bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka. Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya dengan markas tentara Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Sir Philip Christison.<br />
<br />
27 Oktober 1945, jam 11.00 siang, pesawat Dakota AU Inggris dari Jakarta menjatuhkan selebaran di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia marah waktu membaca selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian tanggal 26 Oktober 1945.<br />
<br />
28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan Inggris di Surabaya. Untuk menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar Presiden RI Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.<br />
<br />
29 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin Harahap bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.<br />
Pada siang hari, 30 Oktober 1945, dicapai persetujuan yang ditanda-tangani oleh Presiden RI Soekarno dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn dan ke 3 pimpinan RI meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta.<br />
<br />
Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di Surabaya untuk memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di gedung Internatio, dekat Jembatan merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi yang sebelumnya telah mengepung gedung Internatio.<br />
<br />
Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan balas menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith melemparkan granat ke arah milisi Indonesia, tetapi meleset dan malah jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.<br />
<br />
<a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Granat meledak</a> dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di Jakarta menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia.<br />
<br />
Letjen Sir Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby dan mengerahkan 24000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya.<br />
<br />
9 November 1945, Inggris menyebarkan ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi segera diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.<br />
<br />
10 November 1945, Inggris mulai membom Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus selama 10 hari. Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang Brigadir Jendral Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.<br />
<br />
20 November 1945, Inggris berhasil menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit tewas. Lebih dari 20000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh kota Surabaya hancur lebur.<br />
Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris pada dekade 1940an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan Bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah.<br />
<br />
Karena sengitnya pertempuran dan besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan Inggris di Indonesia mulai dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda. Pertempuran tanggal 10 November 1945 tersebut hingga sekarang dikenang dan diperingati sebagai Hari Pahlawan.<br />
<br />
<br />
<a href="http://duniabaca.com/asal-usul-sejarah-kota-surabaya.html"><span style="font-size: x-small;">Sumber</span></a><br />
<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-66874708585423381172013-02-11T07:21:00.002-08:002013-02-11T07:26:47.230-08:00Sejarah Pertama Agama Islam Masuk Ke Tanah Jawa<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6ZlEChilMsHxxrI9EJRH2PkV9OFYfNWLWQbO_g06zegSdi9DbxpzX5rste3c6VFNdIIrZwZ8fXGUGwsSrkoo_5ZFDZypk1q98E65sLjWWiEFLzIq5hj_IF4HSEmy6EBIgVgE5sUuU5FZV/s1600/sejarah+awal+islam+di+jawa.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="147" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6ZlEChilMsHxxrI9EJRH2PkV9OFYfNWLWQbO_g06zegSdi9DbxpzX5rste3c6VFNdIIrZwZ8fXGUGwsSrkoo_5ZFDZypk1q98E65sLjWWiEFLzIq5hj_IF4HSEmy6EBIgVgE5sUuU5FZV/s320/sejarah+awal+islam+di+jawa.jpg" width="320" /></a></div>
<b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/2012/06/sejarah-syekh-siti-jenar-yang-menjadi.html">Sejarah Pertama Agama Islam Masuk Ke Tanah Jawa</a></b> - Sebelum Islam masuk ke tanah Jawa, mayoritas masyasarakat jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha dari India. Seiring dengan waktu berjalan tidak lama kemuadian Islam masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Kedatangan Islam di <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Jawa</a> dibuktikan dengan ditemukannya batu nisan kubur bernama Fatimah binti Maimun serta makam Maulana Malik Ibrahim. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada enam yaitu: perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian, dan politik. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Bagaimanakah proses Islam masuk ke tanah Jawa?, Bagaimana masyarakat Jawa sebelum Islam datang?, Bagaimana peran Wali Songo dan metode pendekatannya?, Dan bagaimana Islam di Jawa paska Wali Songo? Dengan tujuan untuk mengetahui keadaan masyarakat Jawa sebelum Islam datang, peran Wali Songo di tanah Jawa dan metode pendekatannya, serta keadaan Islam di Jawa paska Wali Songo.<br />
<br />
<b>Islam Masuk Ke Tanah Jawa</b><br />
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.<br />
<br />
1. <b>Masyarakat Jawa Sebelum Islam Datang</b><br />
<br />
a. <b>Jawa Pra Hindu-Budha</b><br />
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat.<br />
<br />
Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.<br />
<br />
b. <b>Jawa Masa Hindu-Budha</b><br />
Pengaruh Hindu-Budha dalam masyarakat Jawa bersifat ekspansif, sedangkan budaya Jawa yang menerima pengaruh dan menyerap unsur-unsur Hinduisme-Budhisme setelah melalui proses akulturasi tidak saja berpengaruh pada sistem budaya, tetapi juga berpengaruh terhadap sistem agama.<br />
<br />
Sejak awal, budaya Jawa yang dihasilkan pada masa Hindu-Budha bersifat terbuka untuk menerima agama apapun dengan pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika kebudayaan Jawa bersifat sinkretis (bersifat momot atau serba memuat).<br />
<br />
Ciri lain dari budaya Jawa pada saat itu adalah sangat bersifat teokratis. Pengkultusan terhadap raja-raja sebagai titisan dewa adalah salah satu buktinya. Dalam hal ini Onghokham menyatakan:<br />
<br />
Dalam kerajaan tradisional, agama dijadikan sebagai bentuk legitimasi. Pada jaman Hindu-Budha diperkenalkan konsep dewa-raja atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tunduk pada kedudukan raja untuk mencapai keselamatan dunia akhirat. Agama diintegrasikan ke dalam kepentingan kerajaan/kekuasaan. Kebudayaan berkisar pada raja, tahta dan keraton. Raja dan kehidupan keraton adalah puncak peradaban pada masa itu.<br />
<br />
Di pulau Jawa terdapat tiga buah kerajaan masa Hindu Budha, kerajaan-kerajaan itu adalah Taruma, Ho-Ling, dan Kanjuruhan. Di dalam perekonomian dan industri salah satu aktivitas masyarakat adalah bertani dan berdagang dalam proses integrasi bangsa. Dari aspek lain karya seni dan satra juga telah berkembang pesat antara lain seni musik, seni tari, wayang, lawak, dan tari topeng. Semua itu sebagian besar terdokumentasikan pada pahatan-pahatan relief dan candi-candi.<br />
<br />
2. <b>Peranan Wali Songo dan Metode Pendekatannya</b><br />
Era Wali Songo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Wali Songo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa peranan Wali Songo sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa.<br />
<br />
Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan.<br />
<br />
Karena dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut:<br />
<br />
<ol>
<li>Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.</li>
<li>Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.</li>
<li>Sunan Drajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya. Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.</li>
<li>Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.</li>
<li>Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.</li>
<li>Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di Jawa dan luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.</li>
<li>Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.</li>
<li>Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.</li>
<li>Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.</li>
</ol>
<br />
Salah satu cara penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali tersebut ialah dengan cara mendakwah. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat (sebagai objek dakwah), dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.<br />
<br />
3. <b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">Islam</a> Di Jawa Paska Wali Songo</b><br />
Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan animisme dan dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima ajaran Islam. Dari sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yang pada awalnya tertindas oleh para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke pelosok desa setelah para Wali berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu generasi yang meneruskan perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa adalah Jaka Tingkir. Islam di Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para Wali songo adalah perpaduan adat Jawa dengan nilai-nilai Islam, salah satu diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.<br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">Referesi:</span><br />
<a href="http://www.blogger.com/goog_1829904042"><span style="font-size: x-small;">http://mbujoz.blogspot.com/2010/06/islam-masuk-ke-tanah-jawa-disusun-untuk.html</span></a><br />
<a href="http://wong-jawi.pun.bz/sejarah-islam-pertama-masuk-pulau-jawa.xhtml"><span style="font-size: x-small;">http://wong-jawi.pun.bz/sejarah-islam-pertama-masuk-pulau-jawa.xhtml</span></a><br />
<span style="font-size: x-small;"><br /></span>
<span style="font-size: x-small;"><br /></span>
<a href="http://pandri-16.blogspot.com/2012/09/sejarah-awal-agama-islam-masuk-ke-tanah.html"><span style="font-size: x-small;">Sumber</span></a>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06351276912402108089noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-3242749960115408522012-12-28T00:16:00.001-08:002012-12-28T00:18:37.475-08:00Sejarah KEBO IWA Patih Yang Disegani Gajah Mada<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEii8PgvNqVk32-lTdHTnF0rE1vXu19R3LPdMXtGy-qchpXDm-w0Q2k3L8ND1VD1zJp1uQ4cOQWjoeegpRiiIp6tM9GRBwgC-wEIhK2QU9wYRVeFrzYY2ZlHfmMJICsPKmXyxpa09dKlHcWT/s1600/Sejarah+KEBO+IWA+Patih+Yang+Disegani+Gajah+Mada+1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEii8PgvNqVk32-lTdHTnF0rE1vXu19R3LPdMXtGy-qchpXDm-w0Q2k3L8ND1VD1zJp1uQ4cOQWjoeegpRiiIp6tM9GRBwgC-wEIhK2QU9wYRVeFrzYY2ZlHfmMJICsPKmXyxpa09dKlHcWT/s320/Sejarah+KEBO+IWA+Patih+Yang+Disegani+Gajah+Mada+1.jpg" width="212" /></a></div>
<b><a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/2012/12/sejarah-kebo-iwa-patih-yang-disegani.html">Sejarah KEBO IWA</a> Patih Yang Disegani Gajah Mada</b>, dikisahkan dalam Babad Bara Batu, tersebutlah pada tahun Isaka 1185/1263 Masehi, Prajurit Taruna Batu, anggota sebanyak 33 orang, semuanya gagah berani berbusana serba putih, memakai destar Merah api, bunga Waribang Dwikarna, bersenjata Tamyang dan keris 10 orang pengawin samlong mapontang kuningan 10 dan membawa pratoda, dan tiga orang membawa air, pasepan, tirtha suci.<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Diceritakan lagi tahun Isaka 1197/1275 Masehi pasukan Teruna Batu membangun Pura Dalem Maya.<br />
<br />
Dikisahkan lagi Patih Mada bermaksud membuat daya upaya jahat terhadap Sang Kebo Waruga bersama raja Bali karena tahu para patihnya tak ada menandingi kesaktiannya.<br />
<br />
Kemudian Patih Mada bersama para patih Wilwatikta mendarat di segara rupek di Gilimanuk, menuju ke Telukan Bawang, merambas tegalan di desa Garabong (Pulaki) serta desa Pangastulan, naik perahu menuju ujung gunung Tolangkir terus ke Tianyar dan Samprangan.<br />
<br />
Ketika diketahui kedatangan para mantri Jawa oleh pasukan Taruna Batu, disambut dengan ramah dan bersalaman, karena sebelumnya sudah ada tanda persahabatan dengan mengibarkan bendera putih, dan perlengkapan upacara agama, lantas diajak kerumah orang tuanya Karang Buncing di Blahbatuh, dan ditanya maksud atas kedatangannya, yaitu menjalankan perintah Sri Aji Wilwatikta melamar Kebo Iwa akan disandingkan dengan putri dari jawa Madura.<br />
<br />
Atas ijin sang raja lalu Kebo Iwa pamitan dengan para mantri semuanya, juga menghaturkan sembah bhakti dipura Gaduh, lalu menuju ke Pura Luhur, Uluwatu, melakukan yoga semadhi seorang diri tanpa ada orang yang mengiringi.<br />
<br />
Setelah beberapa lama di parahyangan lalu berjalan menuju pantai Pula Ayam (bali Tegil), di Benoa, menaiki perahu layar ke tengah samudra, lalu ada tanda yang tidak baik, hujan ribut dan kilat bersahu-sahutan, perahu layar diterjang ombak, tahu dirinya akan kena bencana dan ingat akan kewajiban sebagai seorang ksatrya yaitu kesetiaan, satrya artinya tak boleh ingkar janji, lalu turun berenang ketengah lautan mengobok-obok air laut bagaikan lajunya perahu layar.<br />
<br />
Kemudian beliau tiba di pulau Jawa dan disambut oleh kedatangannya oleh orang-orang Surabaya, Madura, tak terbilang banyak menyambut kedatangan Beliau, lalu disuruh membuat sumur dilereng gunung untuk tempat pemandian Sang Dyah dikala hari pernikahan nanti. Setelah Kebo Iwa dalam menggali sumur, lalu ditimbun dengan bongkahan-bongkahan batu, lalu disangga batu itu dengan kedua belahan tangan dan dihempaskan kembali dari dalam sumur, bagaikan hujan batu, semuanya lari tunggang langgang menyelamatkan diri takut kena bongkahan batu.<br />
<br />
Lalu kebo Iwa keluar dari dalam sumur seraya berucap, Hai kamu prajurit semua, kalau kamu mengharapkan aku mati, aku tak akan mati oleh batu, juga dengan segala senjata buatan manusia, malu aku kembali ke pulau Bali, dengarkan ucapanku, kalau kamu ingin mematikan aku, dengan kapur bubuk timbun aku kedalam sumur beserta canang wangi, seperti bunga, daun, air, dupa, buah.<br />
<br />
Jika aku mati atas kehendak kamu semua, semoga dikemudian hari di bumi ini akan dimasuki kebo putih, saat itu semuanya akan kesusahan, demikian akhirnya Kebo Iwa meninggal di dalam sumur menuju kesunyian. Demikianlah disebutkan dalam prasasti Pura Dalem Maya, Blahbatuh, Gianyar,<br />
<br />
Sedangkan Kelahiran KEBO IWA & kekuatannya yang sangat terkenal sampai diluar pulau Bali disebutkan dalam Prasasti Pura Maospahit.<br />
<br />
Entah berapa lama Ida Arya Karang Buncing hidup sebagai suami istri, belum juga dikarunia putra, hati beliau sanagat sedih, lalu pada hari yang baik , beliau berkeinginan nunas ica memohon kemurahan hati Ida Sanghyang Widhi, ring Pura Bedugul Gaduh, lalu beliau mendapat kelahiran seorang putra, yang lama kelamaan diberi nama Kebo Waruga, yang berperawakan tinggi besar, tidak ada orang menyamai di bumi Bali ini, apalagi tentang kesaktianya, teguh, tidak mempan oleh senjata buatan manusia, ahli dalam bidang pembangunan, beliau sidhi ucap.<br />
<br />
Pada tahun Caka 1185/1263 Masehi, lalu beliau Kebo Waruga mendirikan pasukan Taruna Watu, yang jumlah anggotanya sebanyak 33 orang, lalu beliau membangun Pura Dalem Maya pada tahun Caka 1197/1275 Masehi. Setelah selesai membangun pura, pada saat itu tahun Caka 1198/1276 Masehi, Kebo Waruga bingung pikirannya, lalu beliau menyelusup ke desa-desa seperti, Bualu, Pecatu, Tunggaking Pering, Kali Jajuwan, beliau dijunjung di jagat Kali Jajuwan itu, soal makanan Beliau sangat rakus, itu sebabnya badannya tinggi dan besar, oleh sebab itu kesengsaran dan bingung rakyat beliau, lalu Kebo Iwa mengutuk tempat itu dan dinamakan Desa Serangan. Kebo Iwa berjalan ke utara ke jagat Badung menjadi tukang bangunan suci seperti membuat Candi Raras Maospahit yang menghadap ke barat pada tahun Caka 1200/1278 Masehi.<br />
<br />
Selanjutnya diceritakan yang menjadi pimpinan jagat Kapal, Bali yang bergelar Dalem Rokaranti, tempat itu bernama Pastenganan yang letaknya arah tenggara Puri ne Kawit, disebut Dalem Pura Sada (Dalem Bringkit-Kebo Iwa), disana beliau mendirikan Candi Raras yang sudah dipastu, yang beliau katakan “ Bilamana ada seorang istri yang sedang mengandung masuk ke pura itu akan gugur kandungannya”.<br />
<br />
Desa Kapal itu juga dikutuk tidak boleh membangun mamakai bahan dari batu bata sampai kini, karena beliau yang patut memerintahkan kutukan bumi ini. Beliau bagaikan dewata yang dijunjung seperti Dewata Saking Kidul (Hyang Sinuhun Kidul).<br />
<br />
Karena Ida Kebo Iwa tidak punya tempat maka beliau mendirikan bale panjang yang disebut Bale Agung, juga mendirikan dapur di desa Sri Jong, Bale Panjang ada di desa Beda, serta semua rakyat tidak berani melawannya.<br />
<br />
Lagi diceritakan yang menjadi raja di jagat Bali saat itu adalah Ida Dalem Batu Ireng (Astasura Ratna Bumi Banten, Sri Gajah Wahana, Sri Tapa Hulung, Dalem Bedahulu), mengutus para Demung yang bernama Arya Kalung Singkal di desa Taro, Arya Tunjung Biru, Arya Tunjung Tutur juga patih Kopang di Batur, arya Pasung Grigis di Tengkulak, Ida Patih Giri Gemana di Jambirana, Patih Tambyak di Jimbaran membuat pondok prajurit mau menguji kesaktianya I Kebo Iwa.<br />
<br />
Tatkala di hari yang tepat diadakan pertarungan, Ida Sang Prabu Batu Ireng diiringi oleh Mantri Gudug Basur telah naik ketempat yang telah disiapkan, lalu suara kentongan berbunyi bertalu-talu, suara gambelan, suara gemuruh rakyatnya tak henti-hentinya. Lalu Pasung Gerigis memerintahkan patih semuanya untuk melawan I Kebo Iwa mengadu kewisesan (perang tanding), semua patih dan rakyat kalah dalam mengadu tanding tersebut.<br />
<br />
Dengan demikian Prabu Batu Ireng kagum atas kekuatan <a href="http://sejarahdinusantara.blogspot.com/">I Kebo Iwa</a>, lalu I Kebo Iwa diangkat menjadi patih andalan, kekuatan Ida I Kebo Iwa sangat terkenal sampai diluar pulau Bali.<br />
<br />
<a href="http://sejarahbabadbali.blogspot.com/2012/07/kebo-iwa.html"><span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber</span></a>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-34378312863300027692012-12-23T04:25:00.002-08:002012-12-23T04:25:19.076-08:00Mengenal Dan Menanti Satrio Piningit<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSe_pArZaZWmjQgHpFA09-wIsohla8ajtfM71E6UhziWTVeNRBNMnrvxxiH_U-SCtdRrOPj18X_6am_C56avC4kvWc8wwljimiGsFZLbBnOq61M4EcWVAt9_ebZY_9m3stF1M15v3wLbsI/s1600/satrio+piningit.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSe_pArZaZWmjQgHpFA09-wIsohla8ajtfM71E6UhziWTVeNRBNMnrvxxiH_U-SCtdRrOPj18X_6am_C56avC4kvWc8wwljimiGsFZLbBnOq61M4EcWVAt9_ebZY_9m3stF1M15v3wLbsI/s320/satrio+piningit.png" width="302" /></a></div>
Diskursus tentang seseorang yang akan menjadi pembawa kebenaran di tanah nusantara Indonesia ini, dimulai seiring tumbuh dan munculnya kerajaan-kerajaan tradisional. Seorang manusia yang adil, cakap, bijaksana dan mampu membenahi karut-marut permasalahan di masyarakat. Dalam tradisi masyarakat kemudian dikenal nama Ratu Adil yang berperan menjadi figur harapan untuk bertindak bagi rakyatnya.<br />
<a name='more'></a> Satrio Piningit adalah nama lain atau juga sebutan lain bagi sosok harapan umat ini. Inilah yang dalam fakta sejarah pernah diungkapkan oleh Soekarno, bahwa Ratu Adil atau Satrio Piningit itu akan muncul suatu saat di tanah nusantara Indonesia. Dia akan menjadi sosok pemimpin yang mampu membawa Indonesia ke zaman emas penuh dengan kejayaan dan keadilan.<br />
<br />
Mitos tentang Satrio Piningit kemudian terinternalisasi ke dalam memori masyarakat kita. Menjadi lebih dalam lagi karena perkawinan antara tradisi lokal tadi dengan realita sosial-politik yang terjadi. Tentu ini menjadi sebuah harapan kolektif rakyat yang selalu bermain-main dengan kemiskinan dan kebodohan. Kemudian ini juga yang membuat S.M. Kartosuwiryo, seorang pejuang bahkan teman berdebat Soekarno, Agus Salim termasuk Alimin dan Muso, menjadi seorang “pemberontak”.<br />
<br />
Masing-masing di antara mereka memiliki orientasi ideologis yang berbeda secara ekstrem. Sejarah mencatatnya sebagai pemberontak dengan gerakan Daulah Islamiyah atau Negara Islam, yang diproklamirkan 9 Agustus 1949. Kartosuwiryo juga didaulat menjadi pemipin tertinggi yang kemudian dipanggil “Imam”. Figur beliau menjadi sangat berpengaruh di kalangannya, karena mitos religius Islam yang telah dikenalkan dengan konsep Imam Mahdi. Seorang figur yang datang untuk membela kebenaran dan menegakkan hukum-hukum Tuhan di muka bumi. Akhirnya Kartosuwiryo juga dianggap sebagai Sang Imam Mahdi oleh para pengikutnya pada waktu itu.<br />
<br />
Jadi Ratu Adil, Satrio Piningit dan Imam Mahdi adalah rangkaian-rangkaian mitos yang kemudian bertranformasi menjadi tradisi. Apakah ini kesalahan secara teologis masyarakat beragama, atau sekedar mitos pengobat hati masyarakat yang selalu miskin, tercabik-cabik dan terbelakang? Jika pemaknaan kita terhadap mitologi itu secara teologis, bukanlah sebuah pendekatan yang sepadan. Karena secara sadar mitos tersebut seakan-akan menjadi harapan bagi realita sosial kita. Rakyat butuh pengakuan, butuh pengayoman, keadilan dan sebagainya.<br />
<br />
Namun jika semua hal itu masih pseudo, maka tentu harapan-harapan untuk mencapainya akan tinggal cerita di koran-koran. Kita mesti berangkat dari realita yang sungguh kompleks seperti sekarang. Mistifikasi dan mitologisasi dalam masyarakat Indonesia, akan senantiasa ada dan menjadi tradisi, bahkan menjadi sebuah paradigma. Paradigma untuk menyelesaikan setumpuk kegagalan negara terhadap rakyatnya. Bagi yang skripturalis-puritan, tentu berenang-renang dengan mitos dan mistik adalah perbuatan tahayul. Irasionalitas yang akut akan bermuara pada penduaan akan Tuhan. Sebuah dosa yang fatal bagi kalangan beragama. Maka Ratu Adil, Satrio Piningit dan kawan-kawannya, mesti ditebas habis dalam tradisi, baik pemikiran maupun sosial. Tentu secara bijak bisa dikatakan bahwa ini bukanlah jawaban, atas setumpuk asa rakyat yang selalu diabaikan oleh negara, kita bisa lihat sekarang.<br />
<br />
Secara antropologis masyarakat beragama memiliki nalai-nilai yang selalu ditransmisikan secara turun-temurun. Nilai-nilai yang dipegang dan menjadi tradisi tersebut sebenarnya bisa dilacak dan ditelusuri. Sebutlah tentang Imam Mahdi, sosok yang sangat mistik dan penuh tanda tanya. Karena dalam Islampun, dipahami secara multiinterpretasi siapa dan apa yang dinamakan Imam Mahdi, termasuk tentang kapan dan dimana dia akan terlahir atau muncul.<br />
<br />
Mitos Imam mahdi berangkat dari pemahaman tekstual hadist Nabi Muhammad yang mengatakan tentang akan munculnya sosok Imam Mahdi untuk menegakkan hukum Tuhan seadil-adilnya di muka bumi. Kapan dia tiba? Ketika zaman kehidupan manusia di bumi mendekati kiamat. Sebagian kaum beragama mempersepsikan Imam Mahdi adalah figur manusiawi, laksana manusia umumnya namun tentu diiringi dengan selusin kekuatan gaib dan mistis. Ini pada umumnya pemaknaan kaum beragam terhadap Imam Mahdi yang ditunggu. Begitu juga dalam tradisi Islam Syiah yang menganggap Imam Mahdi adalah manusia yang dijanjikan Tuhan turun, terlahir ke bumi untuk merevolusi sistem dan rezim jagad profan ini.<br />
<br />
Secara kuantitatif, saya pikir sangat sedikit yang punya interpretasi bahwa Sang Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu bukan sosok figur berupa manusia, tetapi suatu sistem, keadaan, realita kehidupan yang bergerak menuju kesempurnaan. Inilah yang oleh Jayabaya dikatakan sebagai zaman keemasan (khususnya di nusantara).<br />
<br />
Mungkin sebagian masyarakat sedang menunggu datangnya Satrio Piningit atau Ratu Adil yang berperan sebagai Al-Mahdi. Seseorang yang memberikan cahaya, pemimpin atau figur yang mampu mengeluarkan keadaan serba tak menentu di republik ini. Tetapi mestilah mitologi Satrio Piningit kita reinterpretasi secara fundamental. Dia ada dan hadir dalam tradisi bukan karena pemahaman akan ayat-ayat Tuhan, yang menjanjikan seorang manusia akan hadir membenahi suatu keadaan menuju kebaikan. Melainkan sebuah simbolisasi akan tercapainya keadilan dan kesejahteraan secara merata di republik ini.<br />
<br />
Jika pemahaman akan Al-Mahdi masih dikatakan seorang figur, maka kita akan terus berenang-renang di lautan penuh ombak yang akhirnya membuat mabuk. Harapan akan seseorang yang terlahir sebagai Satrio Piningit pada akhirnya bermuara kepada kultus individu. Pengkultusan individu inilah yang kemudian membuat keterlenaan semakin membius. Masyarakat akan lupa kepada realita sosial, lupa akan kesejahteraan yang masih jauh, keterbelakangan, kebodohan, hukum yang adil, pemimpin yang empati kepada rakyat dan sebagainya. Ini menjadi refleksi kontemplatif bagi sebuah bangsa yang masih memimpikan datangnya keadilan, kesejahteraan dan pembebasan, yang bernama Indonesia.<br />
Semoga.<br />
<br />
<a href="http://aryopenanksanq.blogspot.com/2012/05/menanti-hadirnya-satrio-piningit.html"><span style="font-size: x-small;">Sumber</span></a><br />
Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-49942429874874525172012-10-18T02:01:00.001-07:002012-10-18T02:25:11.423-07:00Sejarah Perang Puputan Margarana<div><p>Puputan adalah tradisi perang masyarakat<br>
Bali. Puputan berasal dari kata puput.<br>
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia<br>
kata puput bermakna terlepas dan tanggal.<br>
Adapun yang dimaksud dengan kata puputan<br>
versi pribumi bali adalah perang sampai<br>
nyawa lepas atau tanggal dari badan. Dapat<br>
dikatakan kalau puputan adalah perang<br>
sampai game over atau titik darahterakhir.<br>
Istilah Margarana diambil dari lokasi<br>
pertempuran hebat yang saat itu<br>
berlangsung di daerah Marga, Tababan-Bali.<br>
Menurut sejarah, ada sejumlah puputan<br>
yang meletus di Bali. Namun, yang terkenal<br>
dan termasuk hebat, terdapat sekitar dua<br>
puputan. Pertama, Puputan Jagaraga yang<br>
dipimpin oleh Kerajaan Buleleng melawan<br>
imprealis Belanda. Strategi puputan yang<br>
diterapkan ketika itu adalah sistem tawan<br>
karang dengan menyita transportasi laut<br>
imprealis Belanda yang bersandar ke<br>
pelabuhan Buleleng. Kedua, puputan<br>
Margarana yang berpusat di Desa Adeng,<br>
Kecamatan Marga, Tababan, Bali. Tokoh<br>
perang ini adalah Letnan Kolonel I Gusti<br>
Ngurah Rai. I Gusti Ngurah Rai dilahirkan di<br>
Desa Carangsari, Kabupaten Badung, Bali, 30<br>
Januari 1917.<br>
Puputan Margarana dianggap banyak pihak<br>
sebagai perang sengit yang pernah bergulir<br>
di Pulau Dewata, Bali. Terdahap beberapa<br>
versi yang melatarbelakangi meledaknya<br>
Puputan Margarana. Namun, jika kembali<br>
membalik lembaran sejarah Indonesia, maka<br>
dapat ditarik sebuah benang merah bahwa<br>
perang ini terjadi akibat ketidakpuasan yang<br>
lahir pasca Perjanjian Linggarjati.<br>
Perundingan itu terjadi pada 10 November</p>
<p><a href="http:// m.kompasiana.com/post/sejarah/2011/10/23/puputan-margarana-perang-hebat-di-pulau-dewata/">Sumber</a></p>
<br/><img src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0kGhfXxJS7ckaAcWuBII6OFYc4G-id5lG7nO5OL-MxyIGZs_U_zCMaY2mpBslGoeMS7rFR0rJjVro9t9W9JRN1M9rR8QlhazyxlnI8hYEeYPmjT99Cy5q1JIauR2WXEsWO18U5JK6pIXQ/' /><br/><img src='https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNH93kj94btpYITGWRBnfZ2UFhbVsnx0qsEf8YoNSESYmyGcuN17qH-Cb1Q8uoy83DNtho-wmV-xHZg3Zp9VRaID180mLqzKPHSx0anRERUlj3_NEQi84bLkhppxMjIB7pW-ghR0C04BC4/' /></div>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com0Guwang, Guwang-8.624882 115.28212tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-70243866338560951152012-06-30T22:40:00.001-07:002012-06-30T22:45:01.575-07:00Sejarah Dari Keraton Yogyakarta<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBBDeuOBm3sG-ZDTSRQ85GXDs5t0zgSSLVMbb023S9STVSaCkS2ymANBkGOOrYO7OfJHaCaa4zBUu8FtUKoVUz21ZPKsPVHe-ahMgdZ5Q5-u5UXWpUYSS4zOsd7zo9T-5fvarG14P8TMGt/s1600/kraton+yogyakarta.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="201" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBBDeuOBm3sG-ZDTSRQ85GXDs5t0zgSSLVMbb023S9STVSaCkS2ymANBkGOOrYO7OfJHaCaa4zBUu8FtUKoVUz21ZPKsPVHe-ahMgdZ5Q5-u5UXWpUYSS4zOsd7zo9T-5fvarG14P8TMGt/s320/kraton+yogyakarta.jpg" width="320" /></span></a></div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Keraton Yogyakarta</b> dibangun pada tahun 1756 Masehi (beberapa bulan setelah Perjanjian Giyanti yang dilaksanakan pada 13 Februari 1755) atau tahun Jawa 1682 oleh Pangeran Mangkubumi Sukowati yang memiliki gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.</span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebelum menempati <b>Kraton Yogyakarta</b> yang ada saat ini, Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Sri Sultan Hemengku Buwono Senopati Ingalogo Ngabdulrahman Sayidin Panotogomo Kalifatullah tinggal di Ambar Ketawang Gamping, Sleman. Lima kilometer di sebelah barat Kraton Yogyakarta.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada awalnya, ada beberapa versi, lokasi <b>Keraton Yogyakarta</b> adalah bekas pesanggrahan yang bernama Garjitawati. Fungsi Pesanggrahan Garjitawati adalah tempat peristirahatan iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Makam Imogiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sedangkan versi lain menyebutkan bahwa lokasi <b>Keraton Yogyakarta</b> adalah sebuah mata air yang bernama Umbul Pacethokan, terletak di tengah hutan Beringan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari Ambar Ketawang Ngarso Dalem menentukan ibukota Kerajaan Mataram di Desa Pacetokan. Sebuah wilayah yang diapit dua sungai yaitu sungai Winongo dan Code. Lokasi ini berada dalam satu garis imajiner Laut Selatan, Krapyak, Kraton, dan Gunung Merapi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raja yang Berkuasa di <b>Keraton Yogyakarta</b></span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Sri Sultan Hamengku Buwono I</b> (GRM Sujono) memerintah pada tahun 1755-1792. <b>Sri Sultan Hamengku Buwono II</b> (GRM Sundoro) memerintah pada tahun 1792-1812. <b>Sri Sultan Hamengku Buwono III </b>(GRM Surojo) memimpin pada tahun 1812-1814.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Sri Sultan Hamengku Buwono IV</b> (GRM Ibnu Djarot) memerintah pada tahun 1814-1823. <b>Sri Sultan Hamengku Buwono V</b> (GRM Gathot Menol) memerintah pada tahun 1823-1855. <b>Sri Sultan Hamengku Buwono VI</b> (GRM Mustojo) memerintah pada tahun 1855-1877. <b>Sri Sultan Hamengku Buwono VII </b>(GRM Murtedjo) memerintah pada tahun 1877-1921.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Sri Sultan Hamengku Buwono VIII</b> (GRM Sudjadi) memerintah pada tahun 1921-1939. <b>Sri Sultan Hamengku Buwono IX</b> (GRM Dorojatun) memimpin pada tahun 1940-1988. <b>Sri Sultan Hamengku Buwono X</b> (GRM Hardjuno Darpito) memimpin tahun 1989 hingga saat ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber: <a href="http://id.shvoong.com/travel/destination/2176911-sejarah-keraton-yogyakarta/">http://id.shvoong.com/travel/destination/2176911-sejarah-keraton-yogyakarta/</a></span>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-50960144415593873062012-06-30T21:21:00.000-07:002012-06-30T21:21:58.533-07:00Legenda Mengenai Nyi Roro Kidul<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6ka_HjR7NSJjvzlyI7jH3QywuYhgJJf7L4MK34FHplS3Lfqze5jtAmONyemsfCxNzyesPs3SNpdSwW1vI0faBYMfRmKRoey4KigSnZmqekXhWSUyZ5oHZmsFufOAGILTJNSIvRSd6txsP/s1600/nyi+roro+kidul.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6ka_HjR7NSJjvzlyI7jH3QywuYhgJJf7L4MK34FHplS3Lfqze5jtAmONyemsfCxNzyesPs3SNpdSwW1vI0faBYMfRmKRoey4KigSnZmqekXhWSUyZ5oHZmsFufOAGILTJNSIvRSd6txsP/s320/nyi+roro+kidul.jpg" width="240" /></span></a></div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di suatu masa, hiduplah seorang putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki. Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari perkimpoian tersebut. Maka, bahagialah sang raja.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dewi Mutiara ingin agar kelak putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar keinginannya itu terwujud. Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta agar sang raja menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. "Sangat menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar pada putriku", kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi walaupun demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada pagi harinya, sebelum matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya. "Aku ingin tubuhnya yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka aku akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya." Sang dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun menangis dan tak tahu harus berbuat apa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketika Raja mendengar kabar itu, beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya. "Puterimu akan mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri," kata Dewi Mutiara. Karena Raja tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke luar dari negeri itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Puteri yang malang itu pun pergi sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia hampir tidak dapat menangis lagi. Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak menyimpan dendam kepada ibu tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan mendampinginya dalam menanggung penderitaan..</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hampir tujuh hari dan tujuh malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba, ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya lenyap dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal. Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini dia memiliki kuasa untuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi seorang peri yang disebut <b>Nyi Roro Kidul</b> atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang hidup selamanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kanjeng Ratu Kidul = Ratna Suwinda</span></b><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tersebut dalam Babad Tanah Jawi (abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko Suruh pun jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi dari Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Generasi selanjutnya, Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke Pantai Selatan, untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan dia berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta Selatan. Sejak saat itu, <b>Ratu Kidul</b> dilaporkan berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Begitulah dua buah kisah atau legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau <b>Nyi Roro Kidul</b>, atau Ratu Pantai Selatan. Versi pertama diambil dari buku Cerita Rakyat dari Yogyakarta dan versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Kedua cerita tersebut memang berbeda, tapi anda jangan bingung. Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari keduanya yang paling benar. Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi tulisan selanjutnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton Yogyakarta</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Percayakah anda dengan cerita tentang Kanjeng Ratu Kidul, atau <b>Nyi Roro Kidul</b>, atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian dari anda mungkin akan berkata TIDAK. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup dalam zaman atau lingkungan Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan kebenaran cerita ini. Kebenaran akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih tetap menjadi polemik. Tapi terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena yang nyata, bahwa mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi Keraton Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton Yogyakarta paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang kanjeng Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di antara keduanya?</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Y. Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup. Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan dan memaknai lingkungan alam sangat penting dilakukan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagai sebuah hubungan komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut masyarakat Jawa mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut Twikromo, maka penggunaan simbol pun sering diaktualisasikan. Jika dihubungkan dengan makhluk halus, maka Javanisme mengenal penguasa makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi, penguasa Gunung Lawu, Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan inilah yang oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa tersebut mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus mengadakan komunikasi dengan "makhluk-makhluk halus" tersebut.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Twikromo, bagi raja Jawa berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai salah satu kekuatan batin dalam mengelola negara. Sebagai kekuatan datan kasat mata (tak terlihat oleh mata), Kanjeng Ratu Kidul harus dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk mendapatkan keselamatan dan ketenteraman.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kepercayaan terhadap Ratu Kidul ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan labuhan misalnya, sebuah upacara tradisional keraton yang dilaksanakan di tepi laut di selatan Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut perhitungan tahun Saka (tahun Jawa). Upacara ini bertujuan untuk kesejahteraan sultan dan masyarakat Yogyakarta.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://ingatini.blogspot.com/2011/03/kisah-nyi-roro-kidul.html">http://ingatini.blogspot.com/2011/03/kisah-nyi-roro-kidul.html</a></span>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-51383965431462138142012-06-30T05:26:00.000-07:002012-06-30T05:26:21.345-07:00Sejarah Candi Borobudur Yang Purbakala<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiylCA4_yb__MAgd8LFd6k0QJFgJXpTPdGY2Td41zOgmTRLQm9kcPR2RE-h3QHj4qf0TujngT1N2iXncQIxaoPUvoM9MRY7YwfPILY0ZNlJim1eWdEIL3a6wT3cbXqZHKVg1pSL2SKw4qL_/s1600/Candi+Borobudur.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="201" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiylCA4_yb__MAgd8LFd6k0QJFgJXpTPdGY2Td41zOgmTRLQm9kcPR2RE-h3QHj4qf0TujngT1N2iXncQIxaoPUvoM9MRY7YwfPILY0ZNlJim1eWdEIL3a6wT3cbXqZHKVg1pSL2SKw4qL_/s320/Candi+Borobudur.jpg" width="320" /></span></a></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. <a name='more'></a></span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.</span></div><h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Nama Dari Borobudur</span></h3><div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas, meskipun memang nama asli dari kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles. Raffles menulis mengenai monumen bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang sama persis. Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro); kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba". Akan tetapi arkeolog lain beranggapan bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.</span></div></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pembangunan Candi Borobudur</span></h3><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxT_nrm53aYFNmubmIy9VW466a4q_lJhX3lxbnuMtFiKAt19pGQOMawWxX-fX4Th9O6wxaZzncwjOCY9DEmWFac63D1NoIuxyCYk0if0YEYwG14MNEW2PPkPi9H13Tr3P6OWDAiDon8Tjd/s1600/Candi+Borobudur+2.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxT_nrm53aYFNmubmIy9VW466a4q_lJhX3lxbnuMtFiKAt19pGQOMawWxX-fX4Th9O6wxaZzncwjOCY9DEmWFac63D1NoIuxyCYk0if0YEYwG14MNEW2PPkPi9H13Tr3P6OWDAiDon8Tjd/s320/Candi+Borobudur+2.jpg" width="276" /></span></a></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 - 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Sailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pembangunan candi-candi Buddha — termasuk Borobudur — saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu — wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa — yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Sailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.</span></div></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tahap Pembangunan Candi Borobudur</span></b></div><div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:</span></div><div><ul><li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu</span></li>
<li><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.</span></li>
</ul><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Borobudur Diterlantarkan</span></h3></div></div><div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya "Wihara di Budur". Selain itu Soekmono (1976) juga mengajukan pendapat populer bahwa candi ini mulai benar-benar ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan kepada Islam pada abad ke-15.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Monumen ini tidak sepenuhnya dilupakan, melalui dongeng rakyat Borobudur beralih dari sebagai bukti kejayaan masa lampau menjadi kisah yang lebih bersifat tahayul yang dikaitkan dengan kesialan, kemalangan dan penderitaan. Dua Babad Jawa yang ditulis abad ke-18 menyebutkan nasib buruk yang dikaitkan dengan monumen ini. Menurut Babad Tanah Jawi (Sejarah Jawa), monumen ini merupakan faktor fatal bagi Mas Dana, pembangkang yang memberontak kepada Pakubuwono I, raja Kesultanan Mataram pada 1709. Disebutkan bahwa bukit "Redi Borobudur" dikepung dan para pemberontak dikalahkan dan dihukum mati oleh raja. Dalam Babad Mataram (Sejarah Kerajaan Mataram), monumen ini dikaitkan dengan kesialan Pangeran Monconagoro, putra mahkota Kesultanan Yogyakarta yang mengunjungi monumen ini pada 1757. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meskipun terdapat tabu yang melarang orang untuk mengunjungi monumen ini, "Sang Pangeran datang dan mengunjungi satria yang terpenjara di dalam kurungan (arca buddha yang terdapat di dalam stupa berterawang)". Setelah kembali ke keraton, sang Pangeran jatuh sakit dan meninggal dunia sehari kemudian. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.</span></div></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penemuan Kembali</span></h3><div><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhVD7lWhO6_C83OgJsGBMUlNJGkKwCUs6IuQhSa1PEmuPkURgrRVlfqU0MxIwI5617dYa6So9CRKXdJzmLUp65fM2-CF3iroPD1e1WghR68SKlJ5_LGQycTfMT7MeYeLhy4lD_aUoxYCNZ/s1600/relif+candi+borobudur.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhVD7lWhO6_C83OgJsGBMUlNJGkKwCUs6IuQhSa1PEmuPkURgrRVlfqU0MxIwI5617dYa6So9CRKXdJzmLUp65fM2-CF3iroPD1e1WghR68SKlJ5_LGQycTfMT7MeYeLhy4lD_aUoxYCNZ/s320/relif+candi+borobudur.jpg" width="320" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Relif di Candi Borobudur</span></td></tr>
</tbody></table><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan atas kegiatannya; secara khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha besar di stupa utama. Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian. Foto pertama monumen ini diambil pada 1873 oleh ahli engrafi Belanda, Isidore van Kinsbergen.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penghargaan atas situs ini tumbuh perlahan. Untuk waktu yang cukup lama Borobudur telah menjadi sumber cenderamata dan pendapatan bagi pencuri, penjarah candi, dan kolektor "pemburu artefak". Kepala arca Buddha adalah bagian yang paling banyak dicuri. Karena mencuri seluruh arca buddha terlalu berat dan besar, arca sengaja dijungkirkan dan dijatuhkan oleh pencuri agar kepalanya terpenggal. Karena itulah kini di Borobudur banyak ditemukan arca Buddha tanpa kepala. Kepala Buddha Borobudur telah lama menjadi incaran kolektor benda antik dan museum-museum di seluruh dunia. Pada 1882, kepala inspektur artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang marak di monumen. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akibatnya, pemerintah menunjuk Groenveldt, seorang arkeolog, untuk menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan memperhitungkan kondisi aktual kompleks ini; laporannya menyatakan bahwa kekhawatiran ini berlebihan dan menyarankan agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bagian candi Borobudur dicuri sebagai benda cinderamata, arca dan ukirannya diburu kolektor benda antik. Tindakan penjarahan situs bersejarah ini bahkan salah satunya direstui Pemerintah Kolonial. Pada tahun 1896, Raja Thailand, Chulalongkorn ketika mengunjungi Jawa di Hindia Belanda (kini Indonesia) menyatakan minatnya untuk memiliki beberapa bagian dari Borobudur. Pemerintah Hindia Belanda mengizinkan dan menghadiahkan delapan gerobak penuh arca dan bagian bangunan Borobudur. Artefak yang diboyong ke Thailand antara lain; lima arca Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang, dan arca penjaga dwarapala yang pernah berdiri di Bukit Dagi — beberapa ratus meter di barat laut Borobudur. Beberapa artefak ini, yaitu arca singa dan dwarapala, kini dipamerkan di Museum Nasional di Bangkok.</span></div></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemugaran</span></h3><div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua Masyarakat Arkeologi di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi. Foto-foto yang menampilkan relief pada kaki tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891. Penemuan ini mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengambil langkah menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900, pemerintah membentuk komisi yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini: Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada 1902, komisi ini mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur kepada pemerintah. Pertama, bahaya yang mendesak harus segera diatasi dengan mengatur kembali sudut-sudut bangunan, memindahkan batu yang membahayakan batu lain di sebelahnya, memperkuat pagar langkan pertama, dan memugar beberapa relung, gerbang, stupa dan stupa utama. Kedua, memagari halaman candi, memelihara dan memperbaiki sistem drainase dengan memperbaiki lantai dan pancuran. Ketiga, semua batuan lepas dan longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar. Total biaya yang diperlukan pada saat itu ditaksir sekitar 48.800 Gulden.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan dipimpin Theodor van Erp. Tujuh bulan pertama dihabiskan untuk menggali tanah di sekitar monumen untuk menemukan kepala buddha yang hilang dan panel batu. Van Erp membongkar dan membangun kembali tiga teras melingkar dan stupa di bagian puncak. Dalam prosesnya Van Erp menemukan banyak hal yang dapat diperbaiki; ia mengajukan proposal lain yang disetujui dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp melakukan rekonstruksi lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti merekonstruksi chattra (payung batu susun tiga) yang memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama, Borobudur telah pulih seperti pada masa kejayaannya. Akan tetapi rekonstruksi chattra hanya menggunakan sedikit batu asli dan hanya rekaan kira-kira. Karena dianggap tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp membongkar sendiri bagian chattra. Kini mastaka atau kemuncak Borobudur chattra susun tiga tersimpan di Museum Karmawibhangga Borobudur.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akibat anggaran yang terbatas, pemugaran ini hanya memusatkan perhatian pada membersihkan patung dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan tata air. Dalam 15 tahun, dinding galeri miring dan relief menunjukkan retakan dan kerusakan. Van Erp menggunakan beton yang menyebabkan terbentuknya kristal garam alkali dan kalsium hidroksida yang menyebar ke seluruh bagian bangunan dan merusak batu candi. Hal ini menyebabkan masalah sehingga renovasi lebih lanjut diperlukan.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk memulihkan Borobudur dibuat. Pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh monumen ini dalam suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982. Pondasi diperkokoh dan segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan membongkar seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan menanamkan saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan kedap air ditambahkan. Proyek kolosal ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan monumen dan menghabiskan biaya total sebesar 6.901.243 dollar AS. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah renovasi, UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 1991. Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i) "mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap", dan (vi) "secara langsung dab jelas dihubungkan dengan suatu peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan atau dengan kepercayaan, dengan karya seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa".</span></div></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Peristiwa Kontemporer</span></h3><div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO, Borobudur kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha. Sekali setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi Buddha Shakyamuni. Waisak adalah hari libur nasional di Indonesia dan upacara peringatan dipusatkan di tiga candi Buddha utama dengan ritual berjalan dari Candi Mendut menuju Candi Pawon dan prosesi berakhir di Candi Borobudur.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom. Pada 1991 seorang penceramah muslim beraliran ekstrem yang tunanetra, Husein Ali Al Habsyie, dihukum penjara seumur hidup karena berperan sebagai otak serangkaian serangan bom pada pertengahan dekade 1980-an, termasuk serangan atas Candi Borobudur. Dua anggota kelompok ekstrem sayap kanan djatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 1986 dan seorang lainnya menerima hukuman 13 tahun penjara.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Monumen ini adalah obyek wisata tunggal yang paling banyak dikunjungi di Indonesia. Pada 1974 sebanyak 260.000 wisatawan yang 36.000 diantaranya adalah wisatawan mancanegara telah mengunjungi monumen ini. Angka ini meningkat hingga mencapai 2,5 juta pengunjung setiap tahunnya (80% adalah wisatawan domestik) pada pertengahan 1990-an, sebelum Krisis finansial Asia 1997. Akan tetapi pembangunan pariwisata dikritik tidak melibatkan masyarakat setempat sehingga beberapa konflik lokal kerap terjadi.[6] Pada 2003, penduduk dan wirausaha skala kecil di sekitar Borobudur menggelar pertemuan dan protes dengan pembacaan puisi, menolak rencana pemerintah provinsi yang berencana membangun kompleks mal berlantai tiga yang disebut 'Java World'. </span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Upaya masyarakat setempat untuk mendapatkan penghidupan dari sektor pariwisata Borobudur telah meningkatkan jumlah usaha kecil di sekitar Borobudur. Akan tetapi usaha mereka untuk mencari nafkah seringkali malah mengganggu kenyamanan pengunjung. Misalnya pedagang cenderamata asongan yang mengganggu dengan bersikeras menjual dagangannya; meluasnya lapak-lapak pasar cenderamata sehingga saat hendak keluar kompleks candi, pengunjung malah digiring berjalan jauh memutar memasuki labirin pasar cenderamata. Jika tidak tertata maka semua ini membuat kompleks candi Borobudur semakin semrawut.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah. Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di Yogyakarta, akan tetapi Borobudur tetap utuh.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk Trail of Civilizations (jejak peradaban) digelar di Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan, juga hadir perwakilan UNESCO dan negara-negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara, seperti Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja. Puncak acara ini adalah pagelaran sendratari kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini diciptakan dengan berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya, menceritakan tentang sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini, sendratari Mahakarya Borobudur kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya menjelang peringatan Waisak yang biasanya turut dihadiri Presiden Republik Indonesia.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">UNESCO mengidentifikasi tiga permasalahan penting dalam upaya pelestarian Borobudur: (i) vandalisme atau pengrusakan oleh pengunjung; (ii) erosi tanah di bagian tenggara situs; (iii) analisis dan pengembalian bagian-bagian yang hilang. Tanah yang gembur, beberapa kali gempa bumi, dan hujan lebat dapat menggoyahkan struktur bangunan ini. Gempa bumi adalah faktor yang paling parah, karena tidak saja batuan dapat jatuh dan pelengkung ambruk, tanah sendiri bergerak bergelombang yang dapat merusak struktur bangunan. Meningkatnya popularitas stupa menarik banyak pengunjung yang kebanyakan adalah warga Indonesia. Meskipun terdapat banyak papan peringatan untuk tidak menyentuh apapun, pengumandangan peringatan melalui pengeras suara dan adanya penjaga, vandalisme berupa pengrusakan dan pencorat-coretan relief dan arca sering terjadi, hal ini jelas merusak situs ini. Pada 2009, tidak ada sistem untuk membatasi jumlah wisatawan yang boleh berkunjung per hari, atau menerapkan tiap kunjungan harus didampingi pemandu agar pengunjung selalu dalam pengawasan.</span></div></div><h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rehabilitasi</span></h3><div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Borobudur sangat terdampak letusan Gunung Merapi pada Oktober adan November 2010. Debu vulkanik dari Merapi menutupi kompleks candi yang berjarak 28 kilometer (17 mil) arah barat-baratdaya dari kawah Merapi. Lapisan debu vulkanik mencapai ketebalan 2,5 sentimeter (1 in)[44] menutupi bangunan candi kala letusan 3–5 November 2010, debu juga mematikan tanaman di sekitar, dan para ahli mengkhawatirkan debu vulkanik yang secara kimia bersifat asam dapat merusak batuan bangunan bersejarah ini. Kompleks candi ditutup 5 sampai 9 November 2010 untuk membersihkan luruhan debu.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mencermati upaya rehabilitasi Borobudur setelah letusan Merapi 2010, UNESCO telah menyumbangkan dana sebesar 3 juta dollar AS untuk mendanai upaya rehabilitasi. Membersihkan candi dari endapan debu vulkanik akan menghabiskan waktu sedikitnya 6 bulan, disusul penghijauan kembali dan penanaman pohon di lingkungan sekitar untuk menstabilkan suhu, dan terakhir menghidupkan kembali kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Lebih dari 55.000 blok batu candi harus dibongkar untuk memperbaiki sistem tata air dan drainase yang tersumbat adonan debu vulkanik bercampur air hujan. Restorasi berakhir November 2011, lebih awal dari perkiraan semula.</span></div></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur">http://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur</a></span></div>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-33261206494097577922012-06-29T20:19:00.000-07:002012-06-29T20:19:26.305-07:00Sejarah Kerajaan Badung - Bali<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menelusuri jejak Bali Age, bahwa di Bali sudah ada dinasti raja-raja Bali sebelum kedatangan Majapahit. Yang terakhir adalah Sri Asta Asura Ratna Bhumi Banten (1321-1343) M). Pada 1343 M, Majapahit berkuasa di Bali dan berpusat di Samprangan dengan rajanya Kresna Dalem Kepakisan yang memiliki putra mahkota bergelar Dalem Pemahyun yang akhirnya ke dharma putra ke Arya Kenceng dengan gelar Sira Arya Tegeh Kori.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suatu masa Sira Arya Tegeh Kori melakukan perjalanan panjang menuju Ulun Danu Batur dan memohon kepada Ida Bhatari Ulun Danu Batur untuk diberikan panugrahan agar kelak menjadi seorang yang berwibawa dan dihargai oleh rakyatnya. Doanya dikabulkan oleh Ida Bhatari Batur dan meminta Sira Arya Tegeh Kori agar pergi ke barat daya (gumi Badeng) tepatnya di Tonjaya yang ditempati oleh Ki Bendesa bersama para saudaranya Ki Pasek Kabayan, Ngukuhin dan Tangkas.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> Atas prakarsa Ki Bendesa dengan saudara-saudaranya, diputuskan melalui paruman Sira Arya Tegeh Kori diangkat menjadi penguasa wilayah Badung atau Nambangan Badung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah itu bersama warganya Ki Bendesa membangun istana untuk Sira Arya Tegeh Kori yang diberi nama Puri Benculuk dan menetapkan nama Kerajaan Badung yang berasal dari kata Badeng sesuai dengan titah Betara Batur yakni Tonja Yang Jakang Wana Badeng.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian Sira Arya Tegeh Kori menghadap kepada penguasa Bali yang tak lain adalah ayah kandungnya sendiri yang bernama Sri Kresna Dalem Kepakisan yang bertahta di Samplangan/Samprangan dan melaporkan bahwa ia telah diangkat menjadi raja Badung pertama.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lalu turunlah restu Raja Bali dan Sira Arya Tegeh Kori diberi gelar Dalem Benculuk Tegeh Kori untuk mengingatkan kepada pratisentana-nya bahwa Sira Arya Dalem Benculuk Tegeh Kori adalah ksatria kawula wangsa yang merupakan keturunan Dalem Sri Kresna Kepakisan (Wafat 1380 M). Cikal bakal nama Badung berawal dari berdirinya Kerajaan Badung dengan purinya di Tonja disebut Puri Benculuk.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian membangun lagi Puri Satria dan Puri Tegal Agung. Masa Pemerintahan dinasti Tegeh Kori diperkirakan dari 1360-1750 M. Pada akhirnya kehendak Sang Hyang Widhi tidak dapat dihindari, maka terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kejadian Uwug Keraton pada 1750 M. Dan akhirnya Badung beserta isinya dikuasai oleh Dinasti Jambe yang kemudian menurunkan Dinasti Pemecutan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/5/18/b11.html">http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2008/5/18/b11.html</a></span>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-62581717293034530532012-06-29T10:15:00.000-07:002012-06-29T10:15:01.147-07:00Sejarah Kerajaan Gelgel - Bali<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Awal Berdirinya Kerajaan Gelgel</span></h3><table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: left; margin-right: 1em; text-align: left;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGITId2beAdAFwmarq5mDEJKiobNeDk7LLythyOqZw2Hl9yblhp5U2SuOOOI5pDbs-bSXF8OAtKYcwqr0tnL8t02CxOjdrYnLuhje4QELM4nyZQgNNmfiSHC3pvxNO_i67z3Fw5e0CBWJE/s1600/dalem+gelgel.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiGITId2beAdAFwmarq5mDEJKiobNeDk7LLythyOqZw2Hl9yblhp5U2SuOOOI5pDbs-bSXF8OAtKYcwqr0tnL8t02CxOjdrYnLuhje4QELM4nyZQgNNmfiSHC3pvxNO_i67z3Fw5e0CBWJE/s320/dalem+gelgel.JPG" width="320" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pembangunan Pura Dasar Gelgel</span></td></tr>
</tbody></table><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Gelgel</b> adalah nama sebuah desa yang terletak di Kabupaten daerah tingkat II Klungkung. Dari Desa Samprangan, jaraknya tidak begitu jauh, hanya 17 km menuju jurusan Timur. Letaknya tidak begitu jauh dari pantai Selatan Bali dan di sebelah Timur mengalir Kali Unda yang airnya bersumber dari lereng Gunung Agung yaitu mata air yang bernama Telaga Waja.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada tiga hal yang dapat diamati pada proses perpindahan dari ibu kota dari Samprangan ke Sweca pura (Gelgel). Pertama, proses perpindahan tersebut berjalan secara lancar dan Agra Samprangan menerima kenyataan bahwa ia tidak mendapat dukungan lagi dari pembesar kerajaan. Kedua, perpindahan pusat pemerintahan ini lebih banyak dipertimbangkan atas dasar kebijaksanaan dalam bidang politik. Ketiga, ada kemungkinan juga dipertimbangkan latar belakang komunikasi dan transportasi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Struktur Pemerintahan Kerajaan Gelgel</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu oleh raja kerajaan yang terdiri atas kaum bangsawan disebut dengan nama bahunada atau tanda mantri. Para bahudanda atau pembesar kerajaan pada umumnya diambil dari keluarga istana, kerabat kerajaan yang dianggap berjasa atau dalam ikatan kekerabatan dengan raja. Hubungan antara raja dan rakyat diatur melalui suatu birokrasi yang sudah merupakan suatu sistem pemerintahan tradisional. Di dalam menjalankan tugas sehari-hari raja di dampingi oleh pendeta kerajaan yang disebut Bhagawanta atau purohita.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari pendeta Ciwa dan Buddha yang berfungsi sebagai penasehat raja dalam masalah-masalah keagamaan. Bhagawanta biasanya adalah keturunan dari putra-putra Dang Hyang Nirartha yang termasuk keturunan Brahmana Kemenuh yang diturunkan dari istri Dang Hyang Nirartha yang pertama yang berasal dari Daha yang bernama Diah Komala.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sistem Kepemimpinan di Kerajaan Gelgel</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Golongan ksatria memegang pimpinan di dalam pemerintahan. Hak golongan ksatria ini untuk memegang pemerintahan dianggap sebagai karunia Tuhan, Brahmokta Widisastra memberikan keterangan golongan ksatria lahir dari tugas khusus. Pekerjaan mereka hanya memerintah, mengenal ilmu peperangan. Orang-orang yang memegang jabatan di bawah raja merupakan keturunan para Arya yang menaklukkan kerajaan Bali kuna. Secara turun temurun mereka memakai gelar "I Gusti" atau "Arya" seperti Arya Kepakisan, I Gusti Kubon Tubuh, I Gusti Agung Widia, I Gusti Agung Kaler Pranawa dan lain-lain.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untuk mengatur dan mengendalikan segala kelakuan dan kehidupan masyarakat diperlukan adanya hukum. dalam masyarakat Majapahit berlaku hukum tertulis dalam sebuah buku yang bernama Manawa Dharma Sastra sedangkan di Bali dikenal buku yang berjudul Sang Hyang Agama.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kehidupan Keagamaan Kerajaan Gelgel</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pengaruh agama Hindu dalam kehidupan masyarakat Bali sangat besar. Hampir semua aspek kehidupannya dipancari oleh ajaran-ajaran agama Hindu sehingga kehidupan masyarakatnya dapat dikatakan bersifat keagamaan atau sosial religious.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kepercayaan agama Hindu yang terpenting adalah kepercayaan yang disebut Sradha (lima keyakinan pokok) yang mencakup :</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Percaya akan adanya satu Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa, dalam bentuk konsep Tri Murti. Tri Murti mempunyai tiga wujud atau manifestasi ialah : Brahma yang menciptakan, Wisnu memelihara dan Siwa mempralina.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Percaya terhadap konsep atman (roh abadi).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Percaya terhadap punarbhawa (kelahiran kembali dari jiwa).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Percaya terhadap hukum karmaphala (adanya buah dari setiap perbuatan).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Percaya akan adanya moksa (kebebasan jiwa dari lingkaran kelahiran kembali).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pengaruh kepercayaan dalam masyarakat juga amat besar. Salah satu wujud dari pengaruh ini tampak dalam konsepsi dan aktifitas upacara yang muncul dalam frekwensi yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Bali, baik upacara yang dilaksanakan oleh kelompok kerabat maupun oleh komunitas. Keseluruhan jenis upacara di Bali digolongkan ke dalam lima macam yang disebut Panca yadnya, yaitu :</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dewa Yadnya, merupakan upacara-upacara pada putra maupun Pura Keluarga, yang ditujukan kepada para Dewa sebagai manifestasi Hyang Widhi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rsi Yadnya, merupakan upacara yang berhubungan orang-orang suci yang berjasa dalam pembinaan agama Hindu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pitra Yadnya, merupakan upacara yang di tujukan kepada roh-roh leluhur, meliputi upacara kematian sampai pada upacara penyucian roh leluhur.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bhuta Yadnya, meliputi upacara yang ditujukan kepada bhuta kala yaitu roh-roh di sekitar manusia yang dapat mengganggu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Manusa Yadnya, meliputi upacara daur hidup dari masa kanak-kanak sampai dewasa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bidang Pendidikan, Kesenian dan Kesusastraan</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> Pendidikan ketika ini mempunyai corak yang sesuai dengan masyarakat tradisional. Pendidikan dilakukan oleh golongan elite atau inisiatif pribadi. Pendidikan yang menonjol pada waktu itu adalah pendidikan keagamaan dan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kerajaan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Orang-orang yang memberikan pendidikan terdiri dari orang-orang Brahmana. Orang-orang yang memberikan pelajaran disebut Sang Guru. Orang yang belajar disebut "sisya". Dalam proses belajar di sebut "aguru" sedangkan proses memberikan pelajaran disebut "asisia". Sebagai seorang sisya harus mentaati peraturan-peraturan yang ketat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak runtuhnya kerajaan Majapahit (1523 M) banyak warganya mengungsi ke Bali dengan memindahkan segala yang dapat di bawa, termasuk seni dan budaya dengan seni tarinya. Kemudian seni tari ini berkembang dengan suburnya terutama zaman keemasan pemerintahan Dalem Batur Enggong (1460-1550). Hal in disebabkan raja menaruh perhatian besar dan memberikan pengayoman terhadap perkembangan kesenian khususnya seni tari di samping pemerintahan yang aman dan tentram.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam masa Pemerintahan Dalem Batur Enggong di Bali, naskah-naskah lontar banyak dibawa dari Jawa ke Bali. Kalau kiranya yang demikian tidak terjadi, maka tidak akan banyak lagi yang tinggal dari kesusastraan Jawa Kuna. Kebanyakan naskah lama kedapatan di Bali karena di Jawa naskah Kuna kurang mendapat perhatian lagi karena masuknya Islam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah Dalem Batur Enggong wafat digantikan oleh Dalem Sagening dari tahun 1380-1665 M. Pada masa ini muncul Pujangga, Pangeran Telaga di mana tahun 1582 mengarang : 1. Amurwatembang, 2. Rangga Wuni, 3. Amerthamasa, 4. Gigateken, 5. Patal, 6. Sahawaji, 7. Rarengtaman, 8. Rarakedura, 9. Kebo Dungkul, 10. Tepas dan 11. Kakansen. Sedangkan Kyai Pande Bhasa mengarang : Cita Nathamarta, Rakkriyan Manguri mengarang : Arjunapralabdha, Pandya Agra Wetan mengarang : Bali Sanghara.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura-pura yang dibangun atas petunjuk Dang Hyang Dwijendra adalah :</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura Purancak di Jembrana,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura Rambut Siwi di dekat desa Yeh Embang dibangun kembali atas petunjuk beliau dan di sana disimpan potongan rambut Dang Hyang Dwijendra,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura Pakendungan di desa Braban Tabanan, di sini disimpan keris beliau.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura Sakti Mundeh dekat desa Kaba-kaba Tabanan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura Petitenget di pantai laut dekat desa Kerobokan (Badung) di sini disimpan pecanangan (kotak tempat sirih) dan</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura Dalem Gandhamayu yang terletak di desa Kamasan (Klungkung) di tempat itu beliau menemukan bau harum sebagai isyarat dari Hyang widhi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemerintahaan Raja-raja di Gelgel</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Dalem Ketut Ngulesir </b>( 1320 - 1400 ) M</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Merupakan raja pertama dari periode Gelgel yang berkuasa selama lebih kurang 20 tahun (tahun 1320-1400). Ada beberapa yang dapat diamati selama masa pemerintahan raja Gelgel pertama, raja dikatakan berparas sangat tampan ibarat Sanghyang Semara, serta memerintah dengan bijaksana dan selalu berpegang pada Asta Brata.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Ketut Ngulesir adalah seorang raja yang adil, suka memberi penghargaan kepada orang yang berbuat baik, serta tidak segan-segan menghukum mereka yang berbuat salah. Baginda menganugrahkan suatu predikat tanda penghargaan wangsa "Sanghyang" dengan sebutan "Sang" kepada masyarakat desa Pandak, di mana mereka bermukim dahulu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada masa pemerintahan prabhu Hayam Wuruk yang mengadakan upacara Cradha dan rapat besar, dihadiri pula oleh Dalem Ktut Ngulesir beserta semua raja-raja di kawasan Nusantara. Kehadiran dengan tata kebesaran itu menimbulkan kekaguman para raja yang lain serta masyarakat yang menyaksikan. Beliau disertai oleh Patih Agung, Arya Patandakan, dan Kyai Klapodyana (Gusti Kubon Tubuh).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Dalem Batur Enggong</b> ( 1460 - )</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Batur Enggong memerintah mulai tahun 1460 M dengan gelar Dalem Batur Enggong Kresna Kepakisan, dalam keadaan negara yang stabil. Hal ini telah ditanamkan oleh almarhum Dalem Ktut Ngulesir, para mentri dan pejabat-pejabat lainnya demi untuk kepentingan kerajaan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem dapat mengembangkan kemajuan kerajaan dengan pesat, dalam bidang pemerintahan, sosial politik, kebudayaan, hingga mencapai zaman keemasannya. Jatuhnya Majapahit tahun 1520 M tidak membawa pengaruh negatif pada perkembangan Gelgel, bahkan sebaliknya sebagai suatu spirit untuk lebih maju sebagai kerajaan yang merdeka dan berdaulat utuh. Beliau adalah satu-satunya raja terbesar dari dinasti Kepakisan yang berkuasa di Bali, yang mempunyai sifat-sifat adil, bijaksana.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Bekung</span></b><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah wafatnya Dalem Watur Enggong, maka menurut tradisi yang berlaku, baginda digantikan oleh putra sulungnya yaitu I Dewa Pemayun, yang selanjutnya disebut Dalem Bekung. Karena umurnya belum dewasa, maka pemerintahannya dibantu oleh para paman dan Patih Agung. Para paman yang membantu adalah : I Dewa Gedong Artha, I Dewa Nusa, I Dewa Pagedangan, I Dewa Anggungan dan I Dewa Bangli. Kelima orang itu adalah putra I Dewa Tegal Besung saudara sepupu Dalem Waturenggong.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Sagening</span></b><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Sagening dinobatkan menjadi raja pada tahun 1580 M. Menggantikan Dalem Bekung dalam suasana yang amat menyedihkan, dan Dalem Sagening seorang raja yang amat bijaksana, cerdas, berani, berwibawa maka dalam waktu yang singkat keamanan kerajaan Gelgel pulih kembali. Sebagai Patih Agung adalah Kryan Agung Widia putra pangeran Manginte, sedangkan adiknya Kryan Di Ler Prenawa diberikan kedudukan Demung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Sagening menetapkan putra-putra baginda di daerah-daerah tertentu, dengan jabatan sebagai anglurah antara lain :</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">I Dewa Anom Pemahyun, ditempatkan di desa Sidemen (Singarsa) dengan jabatan Anglurah pada tahun 1541 M, dengan patih I Gusti Ngurah Sidemen Dimade dengan batas wilayah di sebelah timur sungai Unda sampai sungai Gangga, dan batas wilayah di sebelah utara sampai dengan Ponjok Batu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">I Dewa Manggis Kuning,( I Dewa Anom Manggis) beribu seorang ksatria dari Manggis, atas permohonan I Gusti Tegeh Kori dijadikan penguasa di daerah Badung. Namun karena sesuatu peristiwa beliau terpaksa meninggalkan daerah Badung, pindah ke daerah Gianyar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kyai Barak Panji, beribu dari Ni Pasek Panji, atas perintah Dalem di tempatkan di Den Bukit sebagai penguasa di daerah itu, dibantu oleh keturunan Kyai Ularan. Dia sebagai pendiri kerajaan Buleleng yang kemudian bernama I Gusti Panji Sakti.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Anom Pemahyun. Setelah Dalem Sagening wafat pada tahun 1665, maka I Dewa Anom Pemahyun dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Dalem Anom Pemahyun. Dalam menata pemerintahan Dalem belajar dari sejarah dan pengalaman. Karena itu secara progresif dia mengadakan pergantian para pejabat yang kurang diyakini ketulusan pengabdiannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalem Dimade. Setelah Dalem Anom Pemahyun meninggalkan istana Gelgel, maka I Dewa Dimade dinobatkan menjadi susuhunan kerajaan Bali dengan gelar Dalem Dimade 1665-1686, seorang raja yang sabar, bijaksana dalam mengemban tugas, cakap memikat hati rakyat. Patih Agung adalah Kyai Agung Dimade (Kryan Agung Maruti) berkemauan keras dan bercita-cita tinggi. Kyai Agung Dimade adalah anak angkat I Gusti Agung Kedung. Sebagai demung diangkat Kryan Kaler Pacekan dan Tumenggung adalah Kryan Bebelod.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kryan Agung Maruti</span></b><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kebesaran kerajaan Gelgel yang pernah dicapai kini hanya tinggal kenang-kenangan di dalam sejarah. Setelah Dalem Dimade meninggalkan istana Gelgel tahun 1686 M maka kekuasaan di pegang oleh Kryan Agung Maruti sebagai raja Gelgel. Namun Bali tidak lagi merupakan kesatuan di bawah kekuasaan Gelgel, malainkan Bali mengalami perpecahan di antara para pemimpin, kemudian mucul kerajaan-kerajaan kecil yang berdaulat, sehingga daerah kekuasaan Kryan Maruti tidak seluas daerah kekuasaan kerajaan Gelgel yang dahulu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2011/05/sejarah-kerajaan-gelgel.html">http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2011/05/sejarah-kerajaan-gelgel.html</a></span>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-54430502563216861462012-06-29T09:07:00.000-07:002012-06-29T09:07:35.970-07:00Sejarah Pura Tanah Lot di Bali<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiWkWtwdE2222FgkAGJV2K4FJFfxPY5nTlA2rk2TCmBsMhlcqGqoPhUyrApRG9kZRLDNlzsdKJ-CrYRtcDuZgj56KIf3AJNvAsyjz4ABYCExBE9iggVA7yQLIBJTzp4NLXT999BCsioNQT/s1600/DSC00757.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiWkWtwdE2222FgkAGJV2K4FJFfxPY5nTlA2rk2TCmBsMhlcqGqoPhUyrApRG9kZRLDNlzsdKJ-CrYRtcDuZgj56KIf3AJNvAsyjz4ABYCExBE9iggVA7yQLIBJTzp4NLXT999BCsioNQT/s320/DSC00757.JPG" width="320" /></span></a></div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Tanah Lot</b>, <b>Sejarah Tanah Lot</b>, <b>Pura Tanah Lot</b> ini terletak di Pantai Selatan Pulau Bali yaitu di wilayah kecamatan Kediri, Kabupaten Daerah Tingkat II Tabanan, yang pembangunannya erat kaitannya dengan perjalanan Danghyang Nirartha di Pulau Bali. Di sini Danghyang Nirartha pernah menginap satu malam dalam perjalanannya menuju daerah Badung dan kemudian ditempat inilah oleh orang-orang yang pernah menghadap kepada Danghyang Nirartha dibangun bangunan suci (Pura atau Kahyangan) sebagai tempat memuliakan dan memuja Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa ) untuk memohon kemakmuran dan kesejahteraan. </span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pura atau Kahyangan ini diberi nama “Pura Pekendungan” yang sekarang lebih dikenal dengan “ Pura Tanah Lot” sebagai salah satu penyungsungan jagat. Bagaimana ikwal perjalanan Danghyang Nirartha tatkala berkeliling di Pulau Bali dan sampai ditempat ini, sebagaimana tertulis dalam babad Dwijendra Tatwa yang secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut: Pada suatu waktu Danghyang Niratha datang kembali ke Pura Rambut Siwi di dalam perjalanan beliau kelilling pulau Bali, dimana dahulu tatkala beliau baru tiba di Bali dari Brambangan (Blambangan) pada sekitar tahun icaka 1411 atau tahun 1489 M beliau pernah singgah di tempat ini. Setelah berada di Pura Rambut Siwi untuk beberapa lama, kemudian beliau melanjutkan perjalanannya menunju arah Purwa (Timur) dan sebelum berangkat paginya Danghyang Niratha melakukan sembahyang “Surya Cewana” bersama orang-orang yang ada disana. Sesudah menyiratkan (memercikkan )tirtha terhadap orang orang yang ikut melakukan persembahyangan , lalu Danghyang Nirartha keluar dari Pura Rambut Siwi berjalan menuju arah ke Timur. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perjalanan beliau ini menyusuri pantai Selatan pulau Bali dengan diiring oleh beberapa orang yang teraut cinta bhaktinya kepada Danghyang Nirartha. Dalam perjalannya ini Danghyang Nirartha dapat menyaksikan bagaimana deburan ombak laut menerpa pantai menambah keindahan alam yang sangat mengasyikkan. Terbayang oleh beliau bagaimana kebesaran Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa ) yang telah menciptakan alam semesta dengan segala isinya yang dapat membrikan kehidupan bagi manusia. Karena asyik memperhatikan dan memandang keindahan alam dengan segala isinya, sampai –sampai Dangyang Nirartha tidak merasakan kelelahan didalam perjalanannya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagaimana biasanya di dalam perjalanan Danghyang Nirartha senantiasa membawa lontar dan pengrupak (pisau raut untuk menulis pada daun lontar ) sehingga apa-apa yang diangap penting baik yang dilihat maupun yang dirasakan kemudian disusun dalam bentuk kekimpoi atau gubahan lainnya. Demikian pula mengenai perjalanannya dari Pura Rambut Siwi ini, sehingga karena asyiknya beliau memperhatikan serta memandang dan memikirkan segala sesuatu yang dipandang penting dan akan digubah, tahu-tahu Danghyang Niratha sudah sampai pada suatu tempat di pantai Selatan dipantai Selatan pulau Bali. Di pantai ini terdapat sebuah pulau kecil yang terdiri dari tanah parangan (tanah keras) dan disinilah Danghyang Nirartha berhenti dan beristirahat. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak antara lama Dangyang Nirartha beristirahat disana, maka berdatangan kesana para nelayan untuk menghadap kepada Danghyang Nirartha sambil membawa berbagai persembahan untuk diaturkan kepada beliau. Kemudian setelah sore hari, para nelayan tersebut memohon kepada Danghyang Nirartha agar beliau berkenan bermalam dipondok mereka masing- masing, namun permohonannya ini semua ditolak oleh Danghyang Nirartha, karena beliau lebih senang bermalam di pulau kecil itu. Disamping hawanya segar, juga pemandangannya sangat indah dan dari sana belaiu dapat melepaskan pandangan secara bebas kesemua arah. Pada malam harinya sebelum Danghyang Nirartha beristirahat, beliau memberikan ajaran-ajaran seperti agama,susila da ajaran kebajikan lainnya kepada orang-orang yang datang menghadap ke sana. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tatkala itu Danghyang Nirartha menasehatkan kepada orang-orang itu untuk membangun Parhyangan ( Pura atau Kahyangan ) disana karena menurut getaran batin beliau yang suci serta petunjuk gaib bahwa tempat itu baik untuk tempat memuja Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang maha Esa ) . Dari tempat ini kemudian rakyat dapat memuja kebesaran sanghyang Widhi Wasa ( Tuhan YangMaha Esa ) untuk memohon wara nugrahaNya keselamatan dan kesejahteraan dunia. Demikian antara lain nasehat Danghyang Nirartha kepada orang-orang yang mengahadap pada malam hari itu, yang akhirnya sesudah Danghyang Nirartha meninggalkan tenpat itu, kemudian oleh orang-orang tersebut dibangunlah sebuah bangunan suci (Pura atau Kahyangan) yang diberi nama Pura Pakendungan yang kini lebih dikenal dengan sebutan <b>Pura Tanah Lot</b>.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit;">Sumber artikel : <a href="http://pasektangkas.blogspot.com/2007/10/sejarah-tanah-lot.html">http://pasektangkas.blogspot.com/2007/10/sejarah-tanah-lot.html</a></span><br />
<span style="font-family: inherit;">Sumber image : Milik pribadi :)</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikAobp5iDodKzg5ujE3_lQop8mjDlCfvr4KKNLPac9IXs8R6RCtn20eVNE16-E1N-fJ_KSmt9AlZH6pKdQb4D4DleAo3-hpZTGte9hrPytMTdlZ9uSDmd5tm6-1xeVsGiWJW4HlLm7jgvF/s1600/DSC00793.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikAobp5iDodKzg5ujE3_lQop8mjDlCfvr4KKNLPac9IXs8R6RCtn20eVNE16-E1N-fJ_KSmt9AlZH6pKdQb4D4DleAo3-hpZTGte9hrPytMTdlZ9uSDmd5tm6-1xeVsGiWJW4HlLm7jgvF/s400/DSC00793.JPG" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdrDrAxCob7b8OlYPiy01yJGMcjN5XjEPE0dsrP6fR45QEceYZm7kXvAvz9-AvRPVMepjbdOtlIWRNqa_vHwSRxalLI2qCoHmp__ODXcByOyzRKaLwMMZN5YSJY7lCyMp90Ff8vABqVeKA/s1600/DSC00798.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdrDrAxCob7b8OlYPiy01yJGMcjN5XjEPE0dsrP6fR45QEceYZm7kXvAvz9-AvRPVMepjbdOtlIWRNqa_vHwSRxalLI2qCoHmp__ODXcByOyzRKaLwMMZN5YSJY7lCyMp90Ff8vABqVeKA/s400/DSC00798.JPG" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZvKQp5B-JtYX0RnW6Xl3svC4beO0r-riKrAjLofEnLcZ71jnPiZZQU5f1_k7kLZYiGO8l4nEe_CaGGfIza9AQZjzBLBguyKgQ8-LZ0INX8HGAxyc4ONbZHeIAIDhyLoX4lbVWw5eVVb6S/s1600/DSC00809.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZvKQp5B-JtYX0RnW6Xl3svC4beO0r-riKrAjLofEnLcZ71jnPiZZQU5f1_k7kLZYiGO8l4nEe_CaGGfIza9AQZjzBLBguyKgQ8-LZ0INX8HGAxyc4ONbZHeIAIDhyLoX4lbVWw5eVVb6S/s400/DSC00809.JPG" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwQcpzD3tiikK5HvW_YfV3IwsXJdDw5zmPKKfcojrhT5o6DNUX7STTyaj-GoZ7vCzrUOhoqvFhmXsKF_Y2Kfpmn25Ug02AKbmHwA2sxarANM9GEuSNdyPbG4cFdvB2TfEYy1oBfWsfqMie/s1600/DSC00827.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwQcpzD3tiikK5HvW_YfV3IwsXJdDw5zmPKKfcojrhT5o6DNUX7STTyaj-GoZ7vCzrUOhoqvFhmXsKF_Y2Kfpmn25Ug02AKbmHwA2sxarANM9GEuSNdyPbG4cFdvB2TfEYy1oBfWsfqMie/s400/DSC00827.JPG" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYaFT6Rjqqks-vkDB4dtI_cYXZds46LUqyyABq8iJYTAJepjw4ccGmsOjusnNFEV_ussxuE4Ge6wrqjqo5MVwnZdUCyCo6BjK4DwjEHoaao9zSO1642HujSNPv5zJxiPsvLnU6G6z5KvNI/s1600/DSC00856.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYaFT6Rjqqks-vkDB4dtI_cYXZds46LUqyyABq8iJYTAJepjw4ccGmsOjusnNFEV_ussxuE4Ge6wrqjqo5MVwnZdUCyCo6BjK4DwjEHoaao9zSO1642HujSNPv5zJxiPsvLnU6G6z5KvNI/s400/DSC00856.JPG" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmF478tM0CmF_Dpq0IDBGuLi8tUlzTcb89VrgitOO5YC8FVpqjv77rIbFU6khTP2bH63JKlQK4oglaIkGEMP6NBRyCP6RCha6SA8t-GhczD2ND0r5T3OAGZOqEpI-wIKbboikicISQvEUS/s1600/DSC00857.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmF478tM0CmF_Dpq0IDBGuLi8tUlzTcb89VrgitOO5YC8FVpqjv77rIbFU6khTP2bH63JKlQK4oglaIkGEMP6NBRyCP6RCha6SA8t-GhczD2ND0r5T3OAGZOqEpI-wIKbboikicISQvEUS/s400/DSC00857.JPG" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS5d_gRw0GYcPbQAX4KKhHOSjvJ02jDJ_qVN6SMa7PDuGvD-vFHjcj2dYmlBt1HKZcHVSXlO3GOXkHlb-gzvFxJTEoYAZKKQq6465XMRGNByyt0QSmhI30LI6IFD1KGp9UUAb2a5e4MlHo/s1600/DSC00865.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiS5d_gRw0GYcPbQAX4KKhHOSjvJ02jDJ_qVN6SMa7PDuGvD-vFHjcj2dYmlBt1HKZcHVSXlO3GOXkHlb-gzvFxJTEoYAZKKQq6465XMRGNByyt0QSmhI30LI6IFD1KGp9UUAb2a5e4MlHo/s400/DSC00865.JPG" width="400" /></span></a></div>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-6258800154714933982012-06-29T07:39:00.000-07:002012-06-29T07:39:58.713-07:00Sejarah Hutan Sangeh di Bali<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWpoi8ZebB-pfBG0rjfcOniI7DLmBJ10iDNsUIiwR3rr9LW-_qkE0nq7vnovv7Rm9_ynHNm9Qp7c5MiEmrdTAzrijeybD1Opr1IdTJgqdyeM-ZmfeKspKvnwFAPGzFbGYDbMXZMKktlMT9/s1600/sangeh+forest.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWpoi8ZebB-pfBG0rjfcOniI7DLmBJ10iDNsUIiwR3rr9LW-_qkE0nq7vnovv7Rm9_ynHNm9Qp7c5MiEmrdTAzrijeybD1Opr1IdTJgqdyeM-ZmfeKspKvnwFAPGzFbGYDbMXZMKktlMT9/s320/sangeh+forest.jpg" width="240" /></span></a></div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Sangeh</b> yang terletak sekitar 21 kilometer sebelah utara kota Denpasar, tepatnya Terkenal dengan hutan yang berpenghuni ratusan monyet yang cukup jinak. Dalam hutan ini terdapat beberapa pura seperti Pura Melanting, Pura Tirta, Pura anyar dan yang terbesar adalah Pura Bukit Sari. Berdasar catatan sejarah, Pura Bukit Sari terkait erat dengan Kerajaan Mengwi, dan dibangun oleh Anak Agung Anglurah Made Karang Asem Sakti, yang merupakan anak angkat dari Raja Mengwi Cokorda Sakti Blambangan. Anak Agung Anglurah Made Karang Asem Sakti melakukan tapa Rare, yaitu bertapa seperti bayi/anak-anak, dan mendapat ilham untuk membuat Pelinggih atau Pura di hutan Pala <b>Sangeh</b>, yang saat ini dikenal sebagai Pura Bukit Sari yang berada di tengah Hutan Pala.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Nama <b>Sangeh</b> diyakini masyarakat sekitar terkait erat dengan Hutan Pala, yang berasal dari dua kata “Sang” yang berarti orang dan “Ngeh” yang berarti melihat, atau orang yang melihat. Konon kayu-kayu Pala dalam perjalanan dari Gunung Agung di Bali Timur menuju perjalanan ke Bali Barat, tapi karena ada orang yang melihat, pohon-pohon tersebut berhenti di tempat yang sekarang dikenal sebagai Sangeh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selain terkenal dengan 600 ekor kera abu ekor panjang (Macaca fascicularis) yang jinak, Sangeh juga dikenal karena adanya kawasan hutan homogen seluas 10 hektar berisikan hutan Pala (Dipterocarpus trinervis) yang berumur ratusan tahun, serta adanya Pura Bukit Sari peninggalan Kerajaan Mengwi pada abad ke 17serta adanya Pohon Lanang Wadon.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Masyarakat sekitar menganggap kera-kera di <b>Sangeh</b> sebagai jelmaan Prajurit Putri yang dianggap sebagai kera suci, sehingga keberadaan mereka tak boleh diganggu karena mereka dianggap membawa berkah bagi masyarakat Sangeh. Seperti layaknya kehidupan manusia Bali, mereka mempunyai 3 kelompok atau Banjar, masing-masing Banjar Timur, Banjar Tengah dan Banjar Barat dimana setiap banjar memiliki pemimpin kelompok. Dalam kehidupan kelompok para kera juga mengenal persaingan antara pejantan untuk memperebutkan menjadi Raja dan masing-masing kelompok akan memperebutkan wilayah kekuasaan di Bnjar Tengah yang memiliki sumber makanan terbanyak. Siapapun boleh berkunjung ke tempat ini, kecuali bagi wanita yang sedang haid atau orang yang sedang ditinggal mati keluarganya. Hal tersebut untuk menjaga kesakralan pura yang dijunjung tinggi oleh masyarakat <b>Sangeh</b>.</span><br />
<div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://listiaji.wordpress.com/2009/07/02/wisata-bali-hutan-monyet-sangeh/">http://listiaji.wordpress.com/2009/07/02/wisata-bali-hutan-monyet-sangeh/</a></span></div>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-14634472509013026552012-06-29T07:19:00.001-07:002012-06-29T07:25:03.180-07:00Sejarah Dan Kisah Desa Terunyan<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVsp8Q-7RI5T8pJUV2dnUfFPGD3BgX5NMkAfRA6poFmc-RupJFuoPUO7N1TmQC4IHB9rLQydy5qgoooXT7sV_ZRVcG6T0ljWi7Fo085j2f-DorewJdyjtX81i0gB0hc23KrfaV0so9OpXL/s1600/16102009(082).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVsp8Q-7RI5T8pJUV2dnUfFPGD3BgX5NMkAfRA6poFmc-RupJFuoPUO7N1TmQC4IHB9rLQydy5qgoooXT7sV_ZRVcG6T0ljWi7Fo085j2f-DorewJdyjtX81i0gB0hc23KrfaV0so9OpXL/s320/16102009(082).jpg" width="320" /></span></a></div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada suatu hari empat orang putra dari keraton Sala, tiga orang putra dan satu orang putri, pergi meninggalkan keraton. Mereka ingin mencari sumber bau harum yang tercium sampai di kediaman mereka. </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Keempat orang itu berjalan ke arah timur. Tanpa disadari, mereka sampai di Pulau Bali. Ketika sampai di batas Pulau Bali sebelah timur, yaitu antara desa Culik dan Tepi di perbatasan Karangasem dan Buleleng, bau harum itu tercium semakin tajam. Apalagi setelah mereka tiba di daerah Batur.</span><br />
<br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketika tiba di kaki Gunung Batur sebelah selatan, putra terkecil, yaitu seorang putri, ingin berdiam di tempat itu. Maksud putri bungsu disetujui ketiga kakaknya. Maka, tinggallah putri bungsu di tempat itu. Kemudian ia pindah ke lereng Gunung Batur sebelah timur, tempat pura Batur berdiri. Sebagai seorang dewi, ia bergelar Ratu Ayu Mas Maketeg.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah meninggalkan adiknya, ketiga putra keraton Sala melanjutkan perjalanannya. Ketika sampai pada suatu dataran di sebelah barat daya Danau Batur, mereka mendengar suara burung. Karena senangnya, putra termuda berteriak kegirangan. Akan tetapi putra tertua tidak senang mendengar teriakan adiknya. Ia menyuruh adiknya untuk tinggal saja di tempat itu, tetapi adiknya tidak mau. Marahlah sang kakak. Ia lalu menendang adiknya hingga jatuh dalam posisi duduk bersila, dan menjadi sebuah patung. Sampai sekarang di tempat yang namanya Kedisan, masih ada sebuah patung dari batu dalam posisi duduk bersila.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putra tertua dan putra kedua lalu melnjutkan perjalanan menyusuri tepi Danau Batur sebelah timur. Ketika sampai disebuah dataran, mereka berjumpa dengan dua orang wanita yang sedang mencari kutu. Putra kedua amat tertarik. Ia lalu menyapa dua orang perempuan itu. Akan tetapi, putra tertua tidak senang akan tindakan adiknya. Ia lalu menyuruh adiknya tinggal ditempat itu, tetapi adik yang ini pun tidak mau. Marahlah putra tertua dan ditendangnya sang adik hingga jatuh dalam posisi tertelungkup dan cepat-cepat ditinggalkan oleh kakaknya. Selanjutnya sang adik menjadi kepala desa di tempat itu. Sekarang tempat itu terkenal dengan nama Abang Dukuh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putra sulung yang tinggal seorang diri melanjutkan perjalanan ke arah utara dengan menyusuri pinggir Danau Batur yang curam di sebelah timur. Tidak berapa lama, ia sampai di suatu dataran. Di tempat itu ia bertemu dengan seorang seorang dewi yang sangat cantik. Dewi itu sedang duduk sendirian di bawah pohon Taru Menyan, yaitu pohon yang berbau harum. Pohon itulah sumber bau harum yang dicari keempat putra keraton Sala itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putra sulung tertarik kepada dewi yang cantik itu. Ia ingin memperistrinya. Putra sulung lalu pergi menghadap kakak dewi itu untuk meminang adiknya. Pinangan diterima, tetapi putra sulung harus mau menjadi pancer jagat atau pemimpin daerah itu. Putra sulung menyanggupi persyaratan itu. Setelah menikh dan menjadi dewa, putra sulung bergelar Ratu Sakti Pancering Jagat ( jaman dahulu sebutan untuk penguasa suatu wilayah, baik Putra atau Putri disebut Ratu ). Sang dewi, istrinya bergelar Ratu Ayu Pingit Dalam Dasar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di bawah pimpinan Ratu Sakti Pencering Jagat, daerah yang mereka diami berkembang menjadi sebuah kerajaan kecil. Ratu Sakti Pancering Jagat, lalu menjadi raja. Kerajaannya diberi nama Terunyan, yang berasal dari kata Taru dan Menyan, yaitu pohon yang menyebarkan bau harum sampai ke Pulau Jawa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah menjadi raja, Ratu Sakti Pancering Jagat merasa was-was. Ia khawatir, jangan-jangan ada orang yang akan menguasi kerajanannya karena terpesona oleh bau harum pohon Menyan yang ada di derahnya. Beliau lalu memerintahkan menghilangkan bau harum yang menusuk hidung itu. Caranya adalah dengan meletakkan jenazah-jenazah orang <b>Terunyan</b> di bawah pohon Taru Menyan yang banyak terdapat di sana supaya membusuk di alam terbuka.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak itu <b>Desa Terunyan</b> tidak lagi berbau harum sekali. Jenazah-jenazah penduduk, yang semula diharapkan akan membusuk di alam terbuka di daerah pemakaman Sema Wayan itu ternyata tidak mengeluarkan bau busuk yang tajam. Hal itu sungguh merupakan suatu keanehan dan keajaiban di daerah itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit;">Sumber artikel : <a href="http://pernahkahkaumendengar.blogspot.com/2010/03/kisah-desa-trunyan.html">http://pernahkahkaumendengar.blogspot.com/2010/03/kisah-desa-trunyan.html</a></span><br />
<span style="font-family: inherit;">Sumber image : Milik Pribadi, jika ingin meng-copy tolong sertakan linknya jika tidak keberatan :) terimakasih</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinb_QZYaTWEi5ULjZDMvA8aYDtevYmWRnCykbkxMVsrcNcCRyqhYVbf78GjFEbjECmsfkkWqrP4EXnjMsmMVEUPQAtUAUqKBD0CsuGKIWEn2SQc_WQ_E_TpxDJeiVpvMl9zEd6cHiaU8rJ/s1600/16102009(053).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinb_QZYaTWEi5ULjZDMvA8aYDtevYmWRnCykbkxMVsrcNcCRyqhYVbf78GjFEbjECmsfkkWqrP4EXnjMsmMVEUPQAtUAUqKBD0CsuGKIWEn2SQc_WQ_E_TpxDJeiVpvMl9zEd6cHiaU8rJ/s400/16102009(053).jpg" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqrImM0uGe2FN-Hj9g95RThZvfib8skuJPN0HOZs-ITyg9GXOJhdPXGSD63nEW1oe_Jyb4HXc2mNtn2s9qjx0bFlJqsFBy1Fb0GzXeGavGVmMCO_CDc-B4NR1XcXRec90NNR00IJq0qZK0/s1600/16102009(054).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqrImM0uGe2FN-Hj9g95RThZvfib8skuJPN0HOZs-ITyg9GXOJhdPXGSD63nEW1oe_Jyb4HXc2mNtn2s9qjx0bFlJqsFBy1Fb0GzXeGavGVmMCO_CDc-B4NR1XcXRec90NNR00IJq0qZK0/s400/16102009(054).jpg" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSK8tz2pFoDgR6L3Q-hgyswGFUDR4zKEKEOelq2vaHpejRY8cnameTMvc01P9fMu9efEyawZq3ax9lS2wfw5TJLtlyTnzw_jleB9hOmBJktleTyAwH7MnSG5M-xqXJAgFpl6-2d4hZk8WT/s1600/16102009(062).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSK8tz2pFoDgR6L3Q-hgyswGFUDR4zKEKEOelq2vaHpejRY8cnameTMvc01P9fMu9efEyawZq3ax9lS2wfw5TJLtlyTnzw_jleB9hOmBJktleTyAwH7MnSG5M-xqXJAgFpl6-2d4hZk8WT/s400/16102009(062).jpg" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2KkGXyh3fzZsSu0D0K-gW_f1sCXtQEO0bvUgTU-BdyVdwF_NHiXqhQpko5iK1o86h_FJaPfWWToQA1wGu3I-K3_jhMBwxYI_x398QNRsWhi8_41_RyrwqPtYPJU03Ovrq2RAKD54yOPu1/s1600/16102009(070).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2KkGXyh3fzZsSu0D0K-gW_f1sCXtQEO0bvUgTU-BdyVdwF_NHiXqhQpko5iK1o86h_FJaPfWWToQA1wGu3I-K3_jhMBwxYI_x398QNRsWhi8_41_RyrwqPtYPJU03Ovrq2RAKD54yOPu1/s400/16102009(070).jpg" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgr2tpJIxahYFgaDoiWA7Wen7C7bBjZRvRHiKSlcO6kdrX_zF0B_6cCt6x3PgTD6J8HQGpiWHJ7ZHIqSE0-TC9tDgOsqbmBoThj0GrnsTGyDm9wL649AqPEdAGG0Ojcwa188W2rnRLOgmlL/s1600/16102009(079).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgr2tpJIxahYFgaDoiWA7Wen7C7bBjZRvRHiKSlcO6kdrX_zF0B_6cCt6x3PgTD6J8HQGpiWHJ7ZHIqSE0-TC9tDgOsqbmBoThj0GrnsTGyDm9wL649AqPEdAGG0Ojcwa188W2rnRLOgmlL/s400/16102009(079).jpg" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRFdCkuAsbHdzai5K-BVu6AWPAICzyZGeCH0zh5vA_ENTEeZp_qvcOyg7nXASJEql2h7LWVHF66aDtaObr5LTLqXGc5rX_Ohfu8JQ8vCNxX55Fx2NW0ROKDZEDa1RzDBtb-gGbxX2bCTMs/s1600/16102009(080).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRFdCkuAsbHdzai5K-BVu6AWPAICzyZGeCH0zh5vA_ENTEeZp_qvcOyg7nXASJEql2h7LWVHF66aDtaObr5LTLqXGc5rX_Ohfu8JQ8vCNxX55Fx2NW0ROKDZEDa1RzDBtb-gGbxX2bCTMs/s400/16102009(080).jpg" width="400" /></span></a></div><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyztAjIdGF3nbNTLh2s52jLA0C0e4HZhBG79ZxGvuYLr4rKeBvar9euuwBr-3k_uXnZPBSOz5kFDTvcUpjpdZhvicwjHPNBMXMzMe276xiQI5R3Goq0rs8IYjm5hmq7tL03IygzSsCdsdS/s1600/16102009(081).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyztAjIdGF3nbNTLh2s52jLA0C0e4HZhBG79ZxGvuYLr4rKeBvar9euuwBr-3k_uXnZPBSOz5kFDTvcUpjpdZhvicwjHPNBMXMzMe276xiQI5R3Goq0rs8IYjm5hmq7tL03IygzSsCdsdS/s400/16102009(081).jpg" width="400" /></span></a></div>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-65873858494819735102012-06-28T09:54:00.001-07:002012-06-29T09:23:56.158-07:00Sejarah Dari Pura Besakih<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0ypGV0_iOZGW8yc_mPhyphenhyphenILqFtIFjqRuOnngeJvFJRtHw_PGRgAAiVS2U1imKhIQS_lNJT22ZzkyBb-hPeEQt5WT65clmC6h5QzG2KgZy4AtaHqUtMs4N5-Wg-T9UhLjyZFdUK0C4qPyEo/s1600/besakih+temple.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0ypGV0_iOZGW8yc_mPhyphenhyphenILqFtIFjqRuOnngeJvFJRtHw_PGRgAAiVS2U1imKhIQS_lNJT22ZzkyBb-hPeEQt5WT65clmC6h5QzG2KgZy4AtaHqUtMs4N5-Wg-T9UhLjyZFdUK0C4qPyEo/s320/besakih+temple.JPG" width="320" /></span></a></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Sejarah dari Pura Besakih</b>, sebelum ada apa-apa dimana hanya terdapat pohon kayu di dalam hutan belantara di tempat ini , sebelum adanya selat Bali ( Segara Rupek ) pulau ini bernama Pulau Panjang. Di Jawa Timur, tepatnya di Gunung Rawung, ada seorang yang bernama Sang Yogi Markandeya. Beliau berasal dari India, yang oleh rakyatnya beliau diberi julukan Bhatara Giri Rawang, oleh karena ketinggian ilmu bathinnya, kesucian rohaninya serta kecakapan dan kebijaksanaan beliau.</span><br />
<a name='more'></a></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mula-mula beliau bertapa di Gunung Demulung, lalu pindah ke gunung Hyang ( Dieng di Jawa Tengah ). Sesudah beberapa lama beliau bertapa disana ada sabda dari Hyang Widhi, beliau diberitahukan agar bersama pengikutnya merabas hutan di pulau Dawa dan setelah selesai tanah itu dibagi-bagikan kepada pengikutnya. Sang Yogi menerima sabda itu dan memberitahukan kepada semua pengikutnya. Tidak lama kemudian, pngikut-pengikutnya sekitar 8000 orang telah siap membawa perlengkapan dan peralatan, mereka menuju tempat yang dimaksudkan. Sang Yogi memerintahkan segera memulai merabas hutan belantara. Entah sudah berapa lama merabas hutan itu, karena tidak didahului dengan upakara ( yadnya ), maka murkalah Hyang Widhi, kemudian para pengikut Sang Yogi banyak yang sakit dan bahkan meninggal dunia serta ada yang dimangsa binatang buas. Oleh karena itu, Sang Yogi memerintahkan pengikutnya menghentikan perabasan hutan. Sang Yogi kembali ke tmpat pertapaannya dihinggapi rasa sedih dan prihatin.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah beberapa lamanya , pada suatu hari yang baik, kembali timbul cita-cita Sang Yogi untuk melanjutkan perabasan hutan. Beliau mengikutsertakan para Pandita untuk bersama-sama memohonkan wara nugraha kepada Hyang Widhi untuk keselamatan perabasan hutan. Saat itu pengikutnya berjumlah 4000 orang dan sebagian besar dari Desa Aga, yaitu penduduk yang bermukim di sekitar Gunung Rawung. Pengikutnya membawa peralatan lengkap serta bibit pertanian yang akan ditanam di daerah perabasan.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesampainya ditempat tujuan, Sang Yogi beserta para Pandita segera melakukan yoga samadhi, brata semadhi dengan Weda penolak seluruh hama, dan tidak melupakan menyelenggarakan Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya serta Pratiwi Stawa. Setelah selesai melakukan upacara itu, beliau memerintahkan perabasan hutan dari selatan ke utara. Berhubung perabasan sudah luas dan tanpa halangan suatu apapun, kemudian perabasan dihentikan dan tanahnya dibagi-bagikan kepada pengikutnya dijadikan sebagai sawah, tegalan dan pekarangan rumah.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><br />
<script src="http://adsensecamp.com/show/?id=86XyEdD4VkU%3D&cid=Jw0%2BaU5zMLg%3D&chan=eLjxsjwdXxk%3D&type=2&title=3D81EE&text=000000&background=FFFFFF&border=FFFFFF&url=7F7F7F" type="text/javascript">
</script><br />
<br />
<br />
<div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ditempat bekas memulai perabasan itu, Sang Yogi menanam kendi berisi air disertai 5 jenis logam yaitu emas, perak, tembaga, besi dan perunggu ( disebut Pancadatu ) serta permata yang disebut Mirahadi ( mirah utama ) dengan sarana upakara selengkapnya dengan diperciki Tirta Pengentas ( Suci ). Di tempat menanam kendi itu diberi nama Basuki. Basuki artinya selamat, dimana Sang Yogi dan pengikutnya berhasil dan slamat dalam perabasan hutan tanpa halangan sedikitpun. Dalam perkembangannya Basuki menjadi <b>Besakih</b>.</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></div><div><span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://siwagama.blogspot.com/2011/09/sejarah-pura-besakih.html">http://siwagama.blogspot.com/2011/09/sejarah-pura-besakih.html</a></span></div>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-53461960190672751182012-06-28T00:51:00.000-07:002012-06-28T00:51:59.621-07:00Sejarah Tari Kecak Beserta Video<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgICmV49nMllGsA8HT9aDMwxsVnzQF_WWh9CEZ60RO0AJGWbOUJECMK07oVImK1VAGpPGBAkwAJ4n6tLzhrx5ScV8cWszydLmch3i8atE7DAOVzkwNbEzNyWeeojVRbvFnKBJCoJ-wie0jO/s1600/balinese+dance.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgICmV49nMllGsA8HT9aDMwxsVnzQF_WWh9CEZ60RO0AJGWbOUJECMK07oVImK1VAGpPGBAkwAJ4n6tLzhrx5ScV8cWszydLmch3i8atE7DAOVzkwNbEzNyWeeojVRbvFnKBJCoJ-wie0jO/s320/balinese+dance.jpg" width="320" /></a><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"></span></div><div style="text-align: left;"><b>Tari kecak</b> sempat membuat rekor dunia saat ditarikan kurang lebih lima ribu orang beberapa tahun lalu. Wayan Limbak yang menciptakan <b>tari kecak</b>. Sebelumnya telah banyak tarian Bali yang tersohor lainnya. Tahun 1930 Limbak telah mempopulerkan tari kecak ke manca negara dibantu oleh pelukis asal Jerman bernama Walter Spies<b>.</b></div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"></span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Tari kecak </b>merupakan puluhan laki-laki yang duduk berbaris melingkar. Mereka menggunakan kain penutup kotak-kotak seperti papan catur, yang hingga akhirnya kain kotak-kotak itu menjadi kain ciri khas Bali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Tari kecak</b> pada hakikatnya berasal dari ritual Sanghyang. Saat menari, mereka dalam keadaan tidak sadar, dimana dalam keadaan itu diyakini mereka bisa berkomunikasi dengan Tuhan atau roh leluhur, untuk menyampaikan harapan mereka.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Para lelaki ini mengangkat tangan mereka sambil berteriak "cak cak cak" bisa dibilang dari sanalah muncul nama "Kecak". Yang menarik dari tari kecak, tidak memakai alat musik sama sekali. Alunan menyerupai musik merupakan murni keluar dari teriakan cak cak tadi dan suara kincringan yang diikatkan pada kaki para penari pemeran tokoh Ramayana.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tatkala di dalam lingkaran, para penari lainnya pun bertindak. Umumnya mereka memainkan tarian yang diambil dari bagian cerita Ramayana. Mereka memerankan tokoh Rama yang dibantu barisan kera berusaha menyelamatkan Shinta dari tangan jahat Rahwana. Sekarang, tari kecak menjadi daya tarik turis baik lokal hingga internasional. Apalagi kadang-kadang mereka dilibatkan dalam tarian ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="http://www.youtube.com/embed/CX1rghsOqu0" width="420"></iframe><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : </span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;"><a href="http://krozbonek.blogspot.com/2012/03/sejarah-tari-kecak.html">http://krozbonek.blogspot.com/2012/03/sejarah-tari-kecak.html</a></span><br />
<a href="http://www.youtube.com/watch?v=CX1rghsOqu0&feature=related"><span style="font-size: x-small;">http://www.youtube.com/watch?v=CX1rghsOqu0&feature=related</span></a>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-9383494094858351412012-06-27T20:23:00.001-07:002013-02-11T08:01:10.985-08:00Sejarah Syekh Siti Jenar Yang Menjadi Fitnah!<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSAAUaSKErtVbLtt8fkRID57aS9Dojib57pp9iazMICQjrPehRC5bvUw4JCKA4_RD22W8iRYfnTn3jr93Q6Ie-HVJ6AKln2NoDqMtDZrLWztDuewqZRVDtVxZg19vltREQ4MV7RPzoZthC/s1600/syekh+siti+jenar.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSAAUaSKErtVbLtt8fkRID57aS9Dojib57pp9iazMICQjrPehRC5bvUw4JCKA4_RD22W8iRYfnTn3jr93Q6Ie-HVJ6AKln2NoDqMtDZrLWztDuewqZRVDtVxZg19vltREQ4MV7RPzoZthC/s1600/syekh+siti+jenar.jpg" /></a></div>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">1. Menganggap bahwa <b>Syaikh Siti Jenar</b> berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa <b>Syaikh Siti Jenar</b> berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm.1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">2. Ajaran “<b>Manunggaling Kawulo Gusti</b>” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “Fana’ wal Baqa’”. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">4. Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun. Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif yang ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan film atau sinetron. Bantahan saya: Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yang suci dari keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yang sama.” Tidak bisa diterima akal sehat. Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dengan Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia dengan Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] dengan 3 kelas:</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">1. Kelas Santri [diidentikkan dengan 9 Wali]</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">2. Kelas Priyayi [diidentikkan dengan Raden Fattah, Sultan Demak]</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">3. Kelas Abangan [diidentikkan dengan Syaikh Siti Jenar]</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://salendra.wordpress.com/2011/10/08/kesalahan-sejarah-tentang-syeikh-siti-jenar-yg-menjadi-fitnah/">http://salendra.wordpress.com/2011/10/08/kesalahan-sejarah-tentang-syeikh-siti-jenar-yg-menjadi-fitnah/</a></span><br />
<br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penulis</span></b><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"<i>Inilah kebenaran yang sebenarnya, ingat fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan, bayangkan saja nama besar dan baik Syekh Siti Jenar telah rusak dan hancur selama ratusan tahun. saya pernah mendengar kisah hebat dan kesaktian dan Kerohanian yang beliau miliki sangat luar biasa, dikatakan beliau tidak mati tapi moksa membawa badan kasar, dimana pun orang yang meminta beliau muncul untuk meminta wejangan dan tuntunan beliau pasti muncul dengan niat yang tulus dan suci. Sungguh saya sedih membaca bahwa beliau dikatakan di bunuh oleh para wali, lahir dari cacing dan mati berubah menjadi anjing, ini adalah penghinaan ratusan tahun nama baik seseorang. Inilah potret penguasa yang arogan dan serakah dimasa lalu, tapi tak semua penguasa maksud saya, selalu ada yang baik dan buruk, banyak sejarah yang menurut saya salah dan itu sudah tersebar di masyarakat, jadi inilah fungsi kita sebagai manusia untuk berfikir, untuk mencari tahu kebenaran. Saya tak pernah bilang bahwa sejarah itu buruk bahkan menurut saya itu sangat berguna, jadi mari ambil sejarah yang paling benar jangan mengambil sejarah yang ngawur seperti fitnahan kepada Syekh Siti Jenar ini salah satunya, mari kita mencari kebenaran bersama wahai pembaca yang budiman</i>." Selamat membaca di Blog saya. :)</span>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-81608011209578895632012-06-27T07:31:00.000-07:002012-06-27T07:31:51.147-07:00Sejarah Kerajaan Selaparang<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Kerajaan Selaparang</b> muncul pada dua periode yakni pada abad ke-13 dan abad ke-16. Kerajaan Selaparang pertama adalah kerajaan Hindu dan kekuasaannya berakhir dengan kedatangan ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun 1357. <b>Kerajaan Selaparang</b> kedua adalah kerajaan Islam. </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Secara selintas, urutan berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini bisa dirunut sebagai berikut, dengan catatan, ini bukan satu-satunya versi yang berkembang. Pada awalnya, kerajaan yang berdiri adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di kecamatan Sambalia, Lombok Timur. </span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam perkembangannya, kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu Kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun sekarang. Lokasi desa ini berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung Rinjani meletus, menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut menandai berakhirnya Kerajaan Pamatan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Wilayah Kerajaan Selaparang</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah Pamatan berakhir, muncullah Kerajaan Suwung yang didirikan oleh Batara Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat ini. Setelah Kerajaan Suwung berakhir, barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok. Seiring perjalanan sejarah, Kerajaan Lombok kemudian mengalami kehancuran akibat serangan tentara Majapahit pada tahun 1357. M. Raden Maspahit, penguasa Kerajaan Lombok melarikan diri ke dalam hutan. Ketika tentara Majapahit kembali ke Jawa, Raden Maspahit keluar dari hutan dan mendirikan kerajaan baru dengan nama Batu Parang. Dalam perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama <b>Selaparang</b>. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut catatan sejarah masuknya ekspedisi Majapahit tahun 1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim oleh Gajah Mada sebagai bagian dari usahanya untuk mempersatukan seluruh nusantara di bawah bendera Majapahit. Pada tahun 1352 M, Gajah Mada datang ke Lombok untuk melihat sendiri perkembangan daerah taklukannya. Ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak Kerajaan Gelgel di Bali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di Lombok, berdiri empat kerajaan utama yang saling bersaudara, yaitu:</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">1. Kerajaan Bayan di barat</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">2. Kerajaan Selaparang di Timur</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">3. Kerajaan Langko di tengah</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">4. Kerajaan Pejanggik di selatan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini takluk di bawah Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi wilayah yang merdeka.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah dengan sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya sumbe air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai negeri, seperti Palembang,Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat perdagangan yang ramai, maka Kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kerajaan Selaparang merupakan salah satu kerajaan tertua yang pernah tumbuh dan berkembang di pulau Lombok, bahkan disebut-sebut sebagai embrio yang kemudian melahirkan raja-raja Lombok masa lalu. Posisi ini selanjutnya menempatkan Kerajaan Selaparang sebagai icon penting kesejarahan pulau ini. Terbukti penamaan pulau ini juga sering disebut sebagai bumi Selaparang atau dalam istilah lokalnya sebagai Gumi Selaparang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berkaitan dengan <b>Selaparang</b>, kerajaan ini terbagi dalam dua periode: pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan berakhir akibat ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua, periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada abad ke-18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan Kerajaan Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raja Lombok</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">disebutkan bahwa pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal dengan nama kerajaan Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa di bawah pimpinan Prabu Inopati dan sejak waktu itu pulau Lombok dikenal dengan sebutan Pulau Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Pulau Bali pada tahun 1443 yang diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357 dibawah pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi) dan Dompu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam Babad Lombok disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara. Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa tidak senang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan serangan ke Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui kegagalan. Sekalipun <b>Selaparang</b> unggul melawan kekuatan Kerajaan Gelgel, namun pada saat yang bersamaan, suatu kekuatan baru dari arah barat telah muncul pula. Embrio kekuatan ini telah ada sejak permulaan abad ke-15 dengan datangnya para imigran petani liar dari Karang Asem (Bali) secara bergelombang, dan mendirikan koloni di kawasan Kotamadya Mataram sekarang ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kekuatan itu telah menjelma sebagai sebuah kerajaan kecil, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan, yang berdiri pada tahun 1622. Namun bahaya yang dinilai menjadi ancaman utama dan akan tetap muncul secara tiba-tiba yaitu kekuatan asing, Belanda, yang sewaktu-waktu akan melakukan ekspansi. Kekuatan dari tetangga dekat diabaikan, karena Gelgel yang demikian kuat mampu dipatahkan. Sebab itu sebelum kerajaan yang berdiri di wilayah kekuasaannya di bagian barat ini berdiri, hanya diantisipasi dengan menempatkan pasukan kecil di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Para Prajurit Kerajaan Lombok</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di balik itu, memang ada faktor-faktor lain terutama masalah perbatasan antara Selaparang dan Pejanggik yang tidak kunjung selesai. Hal ini menyebabkan adanya saling mengharapkan peran yang lebih di antara kedua kerajaan serumpun ini. Atau saling lempar tanggung jawab. Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan cerdik memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan rakyatnya membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi barat Lombok yang subur. Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru dengan mengirim Danghiang Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa singkretisme Hindu-Islam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Walau tidak lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat mempengaruhi beberapa pemimpin agama Islam yang belum lama memeluk agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel untuk menaklukkan Kerajaan <b>Selaparang</b> terhenti karena secara internal kerajaan Hindu ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini. Kerajaan ini berakhir pada tahun 1740 setelah ditaklukkan oleh gabungan Kerajaan Karangasem dari Bali dan Arya Banjar Getas yang merupakan keluarga kerajaan yang berkhianat terhadap Selaparang karena permasalahan dengan raja Selaparang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raden Arya Banjar Getas, ditengarai berselisih pendapat dengan rajanya. Raden Arya Banjar Getas akhirnya meninggalkan Selaparang dan hijrah mengabdikan diri di Kerajaan Pejanggik.yang dulu (Kerajaan Pejanggik-red) berada di Daerah Kec. Pejanggik cukup jauh dari desa Labulia yang berada di Kecamatan JonggatAtas prakarsanya sendiri, Raden Arya Banjar Getas dapat menyeret Pejanggik bergabung dengan sebuah Ekspedisi Tentara Kerajaan Karang Asem yang sudah mendarat menyusul di Lombok Barat. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semula, informasi awal yang diperoleh, maksud kedatangan ekspedisi itu akan menyerang Kerajaan Pejanggik.Namun dalam kenyataan sejarah, ekspedisi itu telah menghancurkan Kerajaan Selaparang. Dan Kerajaan Selaparang dapat ditaklukkan hampir tanpa perlawanan, karena sudah dalam keadaan sangat lemah. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1672. Pusat kerajaan hancur; rata dengan tanah, dan raja beserta seluruh keluarganya mati terbunuh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Selaparang</b> jatuh hanya tiga tahun setelah menghadapi Belanda. Empat belas tahun kemudian, pada tahun 1686 Kerajaan Pejanggik dibumi hanguskan oleh Kerajaan Mataram Karang Asem. Akibat kekalahan Pejanggik, maka Kerajaan Mataram mulai berdaulat menjadi penguasa tunggal di Pulau Lombok setelah sebelumnya juga meluluh lantakkan kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Demikianlah, Kerajaan Selaparang muncul, berkembang kemudian runtuh. Walaupun demikian, sisa-sisa peradaban tulis yang ditinggalkannya menunjukkan bahwa, kehidupan budaya di negeri ini cukup semarak dan berkembang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menelusuri Sisa Majapahit di Lombok</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakranegara yang kini salah satu pusat perniagaan di Kota Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, pernah bikin cerita penting bagi Indonesia. Ekspedisi militer Belanda menggempur habis-habisan puri atau istana di Cakranegara, mengakibatkan kediaman Raja Karangasem yang penguasa wilayah Lombok, luluh lantak.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sehari sebelum Cakranegara jatuh dalam kekuasaan Belanda, menurut telusur pustaka, pada 19 November 1894, dilaporkan sebuah temuan naskah sastra, yang ditulis di lembaran daun lontar di antara puing-puing reruntuhan itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakep (ikatan) daun til atau lontar itu adalah naskah Nagarakretagama karya Mpu Prapanca, seorang pujangga Jawa abad ke-14 M. Sewindu kemudian, naskah berbahasa Jawa Kuno diterbitkan dalam huruf Bali dan Bahasa Belanda oleh Dr JLA Brandes (1902), namun hanya sebagian. Disusul upaya penerjemahan oleh Dr JHC Kern tahun 1905-1914, dilengkapi dengan komentar-komentarnya</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baru pada tahun 1919, Dr NJ Krom menerbitkan utuh isi lontar Nagarakretagama. Krom juga melengkapinya dengan catatan historis. Naskah Nagarakretagama ini akhirnya diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Prof Dr Slametmulyana dan disertai tafsir sejarahnya. Menyusul kemudian, Dr Th Pigeud yang menerjemahkan Nagarakretagama ke dalam Bahasa Inggris.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seperti diketahui kemudian, Nagarakretagama pernah disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden Belanda dengan nomor koleksi 5023. Pemerintah Belanda mengembalikannya ke Pemerintah Indonesia di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Kini naskah itu menjadi koleksi unggulan Perpustakaan Nasional di Jakarta. Nagarakretagama, antara lain, berisi rekaman sejarah kejayaan Kerajaan Majapahit, perjalanan Hayam Wuruk, Raja Majapahit, serta kondisi sosial, politik, keagamaan, pemerintahan, kebudayaan, dan adat istiadat. Semua itu dikumpulkan dan digubah menjadi sebuah karya sastra oleh Mpu Prapanca, saat mengunjungi daerah-daerah kekuasaan kerajaan itu di Nusantara.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lontar itu ada di Puri Cakranegara, Lombok, dibawa keluarga Kerajaan Kediri pada masa kekuasaan mereka di Karangasem, ujung timur Pulau Bali, sekitar akhir abad ke-17 M sampai pertengahan abad ke-18 M. Lombok sendiri merupakan wilayah kekuasaan Raja Karangasem, dan sebelumnya ada beberapa kerajaan berada di sana, seperti Kerajaan Selaparang dan Pejanggik.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Slametmulyana dalam bukunya Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979), menyebutkan sedikitnya sudah ditemukan empat naskah lain yang serupa, di beberapa geriya (kediaman pendeta Hindu) di Bali. Namun, naskah-naskah itu diduga merupakan turunan naskah Nagarakretagama, yang ditemukan di Puri Cakranegara, Lombok. Isi Nagarakretagama diterapkan di Lombok demi membangun sistem pemerintahan dan sekaligus pertahanan menyerupai kerajaan Majapahit</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ini juga ditujukan demi menjadikan Lombok sebagai benteng mempertahankan ajaran Hindu di Bali, menyusul masuk dan berkembangnya ajaran Islam di Jawa, yang ditandai dengan masuknya Raja Jenggala dan kerajaannya sebagai kerajaan Islam. Raja Kediri dan Raja Jenggala adalah bersaudara, kata Anak Agung Biarsah Huruju Amla Negantun, cucu Anak Agung Anglurah Gede Karang Asem, Raja Lombok terakhir. Perbedaan agama, yang dianut masing-masing raja itu, diakui, menjadi salah satu penyebab meletusnya perang saudara di antara dua kerajaan ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">”Dari cerita yang pernah saya dengar dari orang-orang tua, naskah ini dibawa leluhur saya dari Kediri waktu ekspedisi ke Lombok. Di dalamnya dijelaskan teknik peperangan dan teknik mengatur pemerintahan. Nagarakretagama dibawa ke Lombok untuk mengatur wilayah Lombok, dengan konsep pusat pertahanannya di Cakranegara,” tutur Agung Biarsah</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/kerajaan-selaparang.html">http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/kerajaan-selaparang.html</a></span>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-61150160205746675612012-06-27T07:15:00.001-07:002012-06-27T07:17:16.546-07:00Serat Pararaton atau Kitab Pararaton<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Serat Pararaton</b>, atau Pararaton saja (bahasa Kawi: "Kitab Raja-Raja"), adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Naskah ini cukup singkat, berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam Bahasa Sansekerta juga berarti "kitab raja-raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton. Di akhir kisah Pararaton penulisnya hanya menulis nama desa dan catatan waktu ketika pengarangnya menyelesaikan tulisannya yakni 1535 Saka atau tepatnya 3 Agustus 1613. bila menengok tanggal i Pararaton ditulis sejaman dengan berkuasanya Sultan Agung di Jawa.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Pararaton</b> diawali dengan cerita mengenai inkarnasi Ken Arok, yaitu tokoh pendiri kerajaan Singhasari (1222–1292). Selanjutnya hampir setengah kitab membahas bagaimana Ken Arok meniti perjalanan hidupnya, sampai ia menjadi raja di tahun 1222. Penggambaran pada naskah bagian ini cenderung bersifat mitologis. Cerita kemudian dilanjutkan dengan bagian-bagian naratif pendek, yang diatur dalam urutan kronologis. Banyak kejadian yang tercatat di sini diberikan penanggalan. Mendekati bagian akhir, penjelasan mengenai sejarah menjadi semakin pendek dan bercampur dengan informasi mengenai silsilah berbagai anggota keluarga kerajaan Majapahit.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penekanan atas pentingnya kisah Ken Arok bukan saja dinyatakan melalui panjangnya cerita, melainkan juga melalui judul alternatif yang ditawarkan dalam naskah ini, yaitu: "<b>Serat Pararaton</b> atawa Katuturanira Ken Angrok", atau "Kitab Raja-Raja atau Cerita Mengenai Ken Angrok". Mengingat tarikh yang tertua yang terdapat pada lembaran-lembaran naskah adalah 1522 Saka (atau 1600 Masehi), diperkirakan bahwa bagian terakhir dari teks naskah telah dituliskan antara tahun 1481 dan 1600, dimana kemungkinan besar lebih Kitabmendekati tahun pertama daripada tahun kedua.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><b>Pararaton</b> dimulai dengan pendahuluan singkat mengenai bagaimana Ken Arok mempersiapkan inkarnasi dirinya sehingga ia bisa menjadi seorang raja. Diceritakan bahwa Ken Arok menjadikan dirinya kurban persembahan (bahasa Samsekerta: yadnya) bagi Yamadipati, dewa penjaga pintu neraka, untuk mendapatkan keselamatan atas kematian. Sebagai balasannya, Ken Arok mendapat karunia dilahirkan kembali sebagai raja Singhasari, dan di saat kematiannya akan masuk ke dalam surga Wisnu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Janji tersebut kemudian terlaksana. Ken Arok dilahirkan oleh Brahma melalui seorang wanita dusun yang baru menikah. Ibunya meletakkannya di atas sebuah kuburan ketika baru saja melahirkan; dan tubuh Ken Arok yang memancarkan sinar menarik perhatian Ki Lembong, seorang pencuri yang kebetulan lewat. Ki Lembong mengambilnya sebagai anak dan membesarkannya, serta mengajarkannya seluruh keahliannya. Ken Arok kemudian terlibat dalam perjudian, perampokan dan pemerkosaan. Dalam naskah disebutkan bahwa Ken Arok berulang-kali diselamatkan dari kesulitan melalui campur tangan dewata. Disebutkan suatu kejadian di Gunung Kryar Lejar, dimana para dewa turun berkumpul dan Batara Guru menyatakan bahwa Ken Arok adalah putranya, dan telah ditetapkan akan membawa kestabilan dan kekuasaan di Jawa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pendahuluan <b>Pararaton</b> kemudian dilanjutkan dengan cerita mengenai pertemuan Ken Arok dengan Lohgawe, seorang Brahmana yang datang dari India untuk memastikan agar perintah Batara Guru dapat terlaksana. Lohgawe kemudian menyarankan agar Ken Arok menemui Tunggul Ametung, yaitu penguasa Tumapel. Setelah mengabdi berberapa saat, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya, yaitu Ken Dedes; sekaligus tahta atas kerajaan Singhasari.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Analisa naskah</span></b><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa bagian Pararaton tidak dapat dianggap merupakan fakta-fakta sejarah. Terutama pada bagian awal, antara fakta dan fiksi serta khayalan dan kenyataan saling berbaur. Beberapa pakar misalnya C.C. Berg berpendapat bahwa teks-teks tersebut secara keseluruhan supranatural dan ahistoris, serta dibuat bukan dengan tujuan untuk merekam masa lalu melainkan untuk menentukan kejadian-kejadian di masa depan. Meskipun demikian sebagian besar pakar dapat menerima pada tingkat tertentu kesejarahan dari Pararaton, dengan memperhatikan kesamaan-kesamaan yang terdapat pada inskripsi-inskripsi lain serta sumber-sumber China, serta menerima lingkup referensi naskah tersebut dimana suatu interpretasi yang valid dapat ditemukan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Haruslah dicatat bahwa naskah tersebut ditulis dalam pemahaman kerajaan masyarakat Jawa. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bagi masyarakat Jawa, merupakan fungsi seorang raja untuk menghubungkan masa kini dengan masa lalu dan masa depan; dan menetapkan kehidupan manusia pada tempatnya yang tepat dalam tata-aturan kosmis. Raja melambangkan lingkup kekuasaan Jawa, pengejawantahan suci dari negara secara keseluruhan; sebagaimana istananya yang dianggap mikrokosmos dari keadaan makrokosmos. Seorang raja (dan pendiri suatu dinasri) dianggap memiliki derajat kedewaan, dimana kedudukannya jauh lebih tinggi daripada orang biasa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">J.J. Ras membandingkan Pararaton secara berturut-turut dengan Prasasti Canggal (732), Prasasti Śivagŗha (Siwagrha) (856), Calcutta Stone (1041) dan Babad Ranah Jawi (1836). Perbandingan tersebut menunjukkan kesamaan-kesamaan yang jelas dalam karakter, struktur dan fungsi dari teks-teks tersebut serta kesamaan dengan teks-teks historiografi Melayu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak akhir abad ke-19, setelah penemuan naskah Pararaton yang menguraikan keluarga raja-raja Majapahit, para ahli sejarah mulai menyusun sejarah kerajaan Hindu terbesar di Jawa itu secara ilmiah, sebab data Pararaton ternyata banyak yang sesuai dengan prasasti-prasasti dari zaman Majapahit. Sayangnya, uraian Pararaton mengenai keluarga raja-raja Majapahit sering terlampau singkat, kurang lengkap, dan kadang-kadang membingungkan, sehingga para ilmuwan harus jeli dalam membaca dan menafsirkannya. Itulah sebabnya sampai awal abad ke-21 sekarang rekonstruksi sejarah Majapahit belumlah tuntas.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penafsiran data <b>Pararaton</b> harus didasari pemahaman terhadap konsep kosmogoni Siwa-Buddha yang menganggap suatu kerajaan sebagai perwujudan Gunung Mahameru tempat kediaman Bhatara Indra. Itulah sebabnya keluarga Majapahit menamakan diri mereka Girindrawangsa, dan berabad-abad sebelumnya keluarga Sriwijaya juga mengklaim sebagai Sailendrawangsa, yang sama-sama berarti ‘Keluarga Gunung Indra’. Pusat kerajaan Majapahit (di sekitar Mojokerto sekarang) dikelilingi daerah-daerah bawahan (mandala-mandala) yang meliputi delapan penjuru (lokapala), yaitu Kahuripan, Tumapel, Paguhan, Wengker, Daha, Lasem, Pajang, dan Kabalan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Dr.Boechari, “While the kingdom is compared with Mount Meru and Indra’s heaven, the king is thought to be Indra on earth, and that the eight Lokapala are incorporated in his nature” (MIISI, V/1, 1973). Dua mandala utama, yaitu Kahuripan (Janggala, Jiwana) dan Daha (Kadiri, Panjalu), merupakan poros yang menyangga kestabilan sistem, dan hal ini sudah dibakukan sejak zaman raja Airlangga pada abad ke-11. Itulah sebabnya kombinasi wilwatikta-janggala-kadiri (Majapahit-Kahuripan-Daha) banyak dijumpai dalam prasasti-prasasti.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Isi Kitab Pararaton/ Kitab Para Datu</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tuhan, Pencipta, Pelindung dan Pengakhir Alam, Semoga tak ada halangan, Sudjudku sesempurna sempurnanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 1</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikian inilah kisah Ken Angrok. Asal mulanja, ia didjadikan manusia: Adalah seorang anak janda di Jiput, bertingkah laku tak baik, memutus - mutus tali kekang kesusilaan, menjadi gangguan Hyang yang bersifat gaib; pergilah ia dari Jiput, mengungsi ke daerah Bulalak.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Nama yang dipertuan di Bulalak itu: Mpu Tapawangkeng, ia sedang membuat pintu gerbang asramanya, dimintai seekor kambing merah jantan oleh roh pintu. Kata Tapawangkèng: "Tak akan berhasil berpusing kepala, akhirnya ini akan menjebabkan diriku jatuh kedalam dosa, kalau sampai terjadi aku membunuh manusia, tak akan ada yang dapat menyelesaikan permintaan korban kambing merah itu."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian orang yang memutus mutus tali kekang kesusilaan tadi berkata, sanggup mejadi korban pintu Mpu Tapawangkeng, sungguh ia bersedia dijadikan korban, agar ini dapat menjadi lantaran untuk dapat kembali ke surga dewa Wisnu dan menjelma lagi didalam kelahiran mulia, ke alam tengah lagi, demikianlah permintaannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikianlah ketika ia direstui oleh Mpu Tapawangkeng, agar dapat menjelma, disetujui inti sari kematiannya, akan menikmati tujuh daerah. Sesudah mati, maka ia dijadikan korban oleh Mpu Tapawangkeng. Selesai itu, ia terbang ke surga Wisnu, dan tidak bolak inti perjanjian yang dijadikan korban, ia meminta untuk dijelmakan di sebelah timur Kawi. Dewa Brahma melihat lihat siapa akan dijadikan temanya bersepasang. Sesudah demikian itu, adalah mempelai baru, sedang cinta mencintai, yang laki laki bernama Gajahpara, yang perempuan bernama Ken Endok, mereka ini bercocok tanam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ken Endok pergi ke sawah, mengirim suaminya, yalah: si Gadjahpara; nama sawah tempat ia: mengirim : Ayuga; desa Ken Endok bernama Pangkur. Dewa Brahma turun kesitu, bertemu dengan Ken Endok, pertemuan mereka kedua ini terdjadi di ladang Lalaten; dewa Brahma mengenakan perjanjian kepada isteri itu: "Jangan kamu bertemu dengan lakimu lagi, kalau kamu bertemu dengan suamimu, ia akan mati, lagi pula akan tercampur anakku itu, nama anakku itu: Ken Angrok, dialah yang kelak akan memerintah tanah Jawa". Dewa Brahma lalu menghilang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ken Endok lalu ke sawah, berjumpa dengan Gajahpara. Kata Ken Endok: "Kakak Gajahpara, hendaknyalah maklumi, saya ditemani didalam pertemuan oleh Hyang yang tidak tampak di ladang Lalateng, pesan beliau kepadaku: jangan tidur dengan lakimu lagi, akan matilah lakimu, kalau ia memaksa tidur dengan kamu, dan akan tercampurlah anakku itu. Lalu pulanglah Gajahpara, sesampainya di rumah Ken Endok diajak tidur, akan ditemani didalam pertemuan lagi. Ken Endok segan terhadap Gajahpara. "Wahai, kakak Gajahpara putuslah perkawinanku dengan kakak, saya takut kepada perkataan Sang Hyang. Ia tidak mengijinkan aku berkumpul dengan kakak lagi."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata Gadjahpara: "Adik, bagaimana ini, apa yang harus kuperbuat, nah tak berkeberatan saya, kalau saya harus bercerai dengan kamu; adapun harta benda pembawaanmu kembali kepadamu lagi, adik, harta benda milikku kembali pula kepadaku lagi". Sesudah itu Ken Endok pulang ke Pangkur di seberang utara, dan Gajahpara tetap bertempat tinggal di Campara di seberang selatan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Belum genap sepekan kemudian matilah Gajahpara. Kata orang yang mempercakapkan: "Luar biasa panas anak didalam kandungan itu, belum seberapa lama perceraian orang tua laki laki perempuan sudah diikuti, orang tua laki laki segera meninggal dunia". Akhirnja sesudah genap bulannya, lahirlah seorang anak laki-laki, dibuang di kuburan kanak kanak oleh Ken Endok.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selanjutnya ada seorang pencuri, bernama Lembong, tersesat di kuburan anak anak itu, melihat benda bernyala, didatangi oleh Lembong, mendengar anak menangis, setelah didekati oleh Lembong itu, nyatalah yang menyala itu anak yang menangis tadi, diambil diambin dan dibawa pulang diaku anak oleh Lembong. Ken Endok mendengar, bahwa Lembong memungut seorang anak, teman Lembonglah yang memberitakan itu dengan menyebut nyebut anak, yang didapatinya di kuburan kanak kanak, tampak bernyala pada waktu malam hari. Lalu Ken Endok datang kepadanya, sungguhlah itu anaknya sendiri. Kata Ken Endok: "Kakak Lembong, kiranya tuan tidak tahu tentang anak yang tuan dapat itu, itu adalah anak saya, kakak, jika kakak ingin tahu riwayatnya, demikianlah: Dewa Brahma bertemu dengan saya, jangan tuan tidak memuliakan anak itu, karena dapat diumpamakan, anak itu beribu dua berayah satu, demikian persamaannya." Lembong beserta keluarganya semakin cinta dan senang, lambat laun anak itu akhirnya menjadi besar, dibawa pergi mencuri oleh Lembong.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah mencapai usia sebaya dengan anak gembala, Ken Angrok bertempat tinggal di Pangkur. Habislah harta benda Ken Endok dan harta benda Lembong, habis dibuat taruhan oleh Ken Angrok. Kemudian ia menjadi anak gembala pada yang dipertuan di Lebak, menggembalakan sepasang kerbau, lama kelamaan kerbau yang digembalakan itu hilang, kerbau sepasang diberi harga delapan ribu oleh yang dipertuan di Lebak, Ken Angrok sekarang dimarahi oleh orang tua laki laki dan perempuan, kedua duanya: "Nah buyung, kami berdua mau menjadi hamba tanggungan, asal kamu tidak pergi saja, kami sajalah yang akan menjalani, menjadi budak tanggungan pada yang dipertuan di Lebak".</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya tidak dihiraukan, Ken Angrok pergi, kedua orang tuanya ditinggalkan di Campara dan di Pangkur. Lalu Ken Angrok pergi mencari perlindungan di Kapundungan; Orang yang diungsi dan dimintai tempat berlindung tak menaruh belas kasihan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada seorang penjudi permainan Saji berasal dari Karuman, bernama Bango Samparan, kalah bertaruhan dengan seorang bandar judi di Karuman, ditagih tak dapat membayar uang, Bango Samparan itu pergi dari Karuman, berjiarah ke tempat keramat Rabut Jalu, mendengar kata dari angkasa, disuruh pulang ke Karuman lagi. "Kami mempunyai anak yang akan dapat menyelesaikan hutangmu ia bernama Ken Angrok." Pergilah Bango Samparan dari Rabut Jalu, berjalan pada waktu malam, akhirnya menjumpai seorang anak, dicocokkan oleh Bango Samparan dengan petunjuk Hyang, sungguhlah itu Ken Angrok, dibawa puIang ke Karuman, diaku anak oleh Bango Samparan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia itu lalu ketempat berjudi, bandar judi ditemui oleh Bango Samparan dilawan berjudi, kalahlah bandar itu, kembali kekalahan Bango Samparan, memang betul petunjuk Hyang itu, Bango Samparan pulang, Ken Angrok dibawa pulang oleh Bango Samparan. Bango Samparan berbayuh dua orang bersaudara, Genuk Buntu nama istri tuanja. dan Tirtaya nama isteri mudanja. Adapun nama anak anaknya dari isteri muda, yalah Panji Bawuk, anak tengah Panji Kuncang, adiknya ini Panji Kunal dan Panji Kenengkung, bungsu seorang anak perempuan bernama Cucu Puranti. Ken Angrok diambil anak oleh Genuk Buntu. Lama ia berada di Karuman, tidak dapat sehati dengan semua para Panji itu, Ken Angrok berkehendak pergi dari Karuman. Lalu ia ke Kapundungan bertermu dengan seorang anak gembala anak tuwan Sahaja, kepala desa tertua di Sagenggeng, bernama Tuwan Tita; ia bersahabat karib dengan Ken Angrok. Tuwan</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tita dan Ken Angrok sangat cinta mencinta, selanjutnya Ken Angrok bertermpat tinggal pada Tuwan Sahaja, tak pernah berpisahlah Ken Angrok dan Tuwan Sahaja itu, mereka ingin tahu tentang bentuk huruf huruf, pergilah ke seorang guru di Sagenggeng, sangat ingin menjadi murid, minta diajar sastera.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka diberi pelajaran tentang bentuk bentuk bentuk dan penggunaan pengetahuan tentang huruf huruf hidup dan huruf huruf mati, semua perobahan huruf, juga diajar tentang sengkalan, perincian hari tengah bulan, bulan, tahun Saka, hari enam, hari lima, hari tujuh, hari tiga, hari dua, hari sembilan, nama nama minggu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ken Angrok dan Tuwan Tita kedua duanya pandai diajar pengetahuan oleh Guru. Ada tanaman guru, menjadi hiasan halaman, berupa pohon jambu, yang ditanamnya sendiri. Buahnya sangat lebat, sungguh padat karena sedang musimnya, dijaga baik tak ada yang diijinkan memetik, tak ada yang berani mengambil buah jambu itu. Kata guru: "Jika sudah masak jambu itu, petiklah". Ken Angrok sangat ingin, melihat buah jambu itu, sangat dikenang kenangkan buah jambu tadi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah malam tiba waktu orang tidur sedang nyenyak nyenyaknya, Ken Angrok tidur, kini keluarlah kelelawar dari ubun ubun Ken Angrok, berbondong bondong tak ada putusnya, semalam malaman makan buah jambu sang guru. Pada waktu paginya buah jambu tampak berserak serak di halaman, diambil oleh pengiring guru. Ketika guru melihat buah jambu rusak berserakan di halaman itu, maka rnendjadi susah. Kata guru kepada murid murid: "Apakah sebabnya maka jambu itu rusak." Menjawablah pengiring guru: "Tuanku rusaklah itu, karena bekas kelelawar makan jambu itu".</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">kemudian guru mengambil duri rotan untuk mengurung jambunya dan dijaga semalam malaman Ken Angrok tidur lagi diatas balai balai sebelah selatan, dekat tempat daun ilalang kering, di tempat ini guru biasanya menganyam atap. Menurut penglihatan, guru melihat kelelawar penuh sesak berbondong bondong, keluar dari ubun ubun Ken Angrok, semuanya makan buah jambu guru, bingunglah hati guru itu, merasa tak berdaya mengusir kelelawar yang banyak dan memakan jambunya, marahlah guru itu, Ken Angrok diusir oleh guru, kira kira pada waktu tengah malam guru rnengusirnya. Ken Angrok terperanjat, bangun terhuyung huyung, lalu keluar, pergi tidur di tempat ilalang di luar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketika guru menengoknya keluar, ia melihat ada benda menyala di tengah ilalang, guru terperanjat mengira kebakaran, setelah diperiksa yang tampak menyala itu adalah Ken Angrok, ia disuruh bangun, dan pulang, diajak tidur di dalam rumah lagi, menurutlah Ken Angrok pergi tidur di ruang tengah lagi. Pagi paginya ia disuruh mengambil buah jambu oleh guru, Ken Angrok senang. katanya : "Aku mengharap semoga aku menjadi orang, aku akan membalas budi kepada guru."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lama kelamaan Ken Angrok telah menjadi dewasa, menggembala dengan Tuwan Tita, membuat pondok, bertempat di sebelah timur Sagenggeng, di ladang Sanja, dijadikan tempatnya untuk menghadang orang yang lalu lintas di jalan, dengan Tuwan Titalah temannya. Adalah seorang penyadap enau di hutan orang Kapundungan, mempunyai seorang anak perempuan cantik, ikut serta pergi ke hutan, dipegang oleh Ken Angrok, ditemani didalam pertemuan didalam hutan, hutan itu bernama Adiyuga. Makin lama makin berbuat rusuhlah Ken Angrok, kemudian ia memperkosa orang yang melalui jalan, hal ini diberitakan sampai di negara Daha, bahwasanya Ken Angrok berbuat rusuh itu, maka ia ditindak untuk dilenyapkan oleh penguasa daerah yang berpangkat akuwu, bernama Tunggul Ametung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 2</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pergilah Ken Angrok dari Sagenggêng, mengungsi ke tempat keramat. Rabut Gorontol. "Semoga tergenang didalam air, orang yang akan melenyapkan saya" kutuk Ken Angrok, semoga keluar air dan tidak ada, sehingga terdjadilah tahun tak ada kesukaran di Jawa." Ia pergi dari Rabut Gorontol, mengungsi ke Wayang, ladang di Sukamanggala. Ada seorang pemikat burung pitpit, ia memperkosa orang yang sedang rnemanggil manggil burung itu, lalu menuju ke tempat keramat Rabut Katu. Ia heran, melihat tumbuh tumbuhan katu sebesar beringin, dari situ lari mengungsi ke Jun Watu, daerah orang sempurna, mengungsi ke Lulumbang, bertempat tinggal pada penduduk desa, keturunan golongan tentara, bernana Gagak Uget. Lamalah ia bertempat tinggal disitu, memerkosa orang yang sedang rnelalui jalan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ia lalu pergi ke Kapundungan, mencuri di Pamalantenan, ketahuanlah ia, dikejar dikepung, tak tahu kemana ia akan mengungsi, ia memanjat pohon tal, di tepi sungai, setelah siang, diketahui, bahwasanya ia memanjat pohon tal itu, ditunggu orang Kepundungan dibawah, sambil dipukulkan canang, Pohon tal itu ditebang oleh orang-orang yang mengejarnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang hi menangis, menyebut nyebut Sang Pentjipta Kebaikan atas dirinya, akhirnya ia mendengar sabda dari angkasa, ia disuruh memotong daun tal, untuk didjadikan sayapnya kiri kanan, agar supaya dapat melayang ke seberang timur, mustahil ia akan mati, lalu ia memotong daun tal mendapat dua helai, dijadikan sayapnya kiri kanan, ia melayang keseberang timur, dan mengungsi ke Nagamasa, diikuti dikejar, mengungsilah ia kedaerah Oran masih juga dikejar diburu, lari mengungsi ke daerah Kapundungan, yang dipertuan di daerah Kapundungan didapatinya sedang bertanam, Ken Angrok ditutupi dengan cara diaku anak oleh yang dipertuan itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Anak yang dipertuan di daerah itu sedang bertanam, banyaknya enam orang, kebetulan yang seoarang sedang pergi mengeringkan empangan, tinggal 1ima orang; yang sedang pergi itu diganti menanam oleh ken Angrok, datanglah yang mengejarnya, seraya berkata kepada penguasa daerah: "Wahai, tuan kepala daerah, ada seorang perusuh yang kami kejar, tadi mengungsi kemari." meanjawablah penguasa daerah itu: "Tuan tuan, kami tidak sungguh bohong kami tuan, ia tidak disini; anak kami enam orang, yang sedang bertanam ini genap enam orang, hitunglah sendiri saja, jika lebih dari enam orang tentu ada orang lain disini"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata orang-orang yang mengejar: "Memang sungguh, anak penguasa daerah enam orang, betul juga yang bertanam itu ada enam orang." Segera pergilah yang mengejar. Kata penguasa daerah kepada ken Angrok: "Pergilah kamu, buyung, jangan jangan kembali yang mengejar kamu, kalau kalau ada yang membicarakan kata kataku tadi, akan sia sia kamu berlindung kepadaku, pergilah mengungsi ke hutan". Maka kata ken Angrok: "Semoga berhenti lagilah yang mengejar, itulah sebabnya maka Ken Angrok bersembunyi di dalam hutan, Patangtangan nama hutan itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selanjutnya ia mengungsi ke Ano, pergi ke hutan Terwag. ia semakin merusuh. Adalah seorang kepala lingkungan daerah Luki akan melakukan pekerjaan membajak tanah, berangkatlah ia membajak ladang, mempesiapkan. tanahnya untuk ditanami kacang, membawa nasi untuk anak yang menggembalakan lembu kepala Lingkungan itu, dimasukkin kedalam tabung bambu, diletakkan diatas onggokan; sangat asyiklah kepala Lingkungan itu, selalu membajak ladang kacang saja, maka dirunduk diambil dan dicari nasinya oleh Ken Angrok, tiap tiap hari terdjadi demikian itu, kepala Lingkungan bingunglah, karena tiap tiap hari kehilangan nasi untuk anak gembalanya, kata kepala Lingkungan: "Apakah sebabnya maka nasi itu hilang".</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang nasi anak gembala kepala Lingkungan di tempat membajak itu diintai, dengan bersembunyi, anak gembalanya disuruh membajak, tak lama kemudian Ken Angrok datang dari dalam hutan, maksud Ken Angrok akan mengambil nasi, ditegor oleh kepala lingkungan: "Terangnya, kamulah, buyung, yang nengambil nasi anak gembalaku tiap tiap hari itu," Ken Angrok menjawab: "Betullah tuan kepala lingkungan, saya inilah yang mengambil nasi anak gembala tuan tiap-tiap hari, karena saya lapar, tak ada yang kumakan.." Kata kepala Lingkungan: "Nah buyung. datanglah ke asramaku, kalau kamu lapar, mintalah nasi tiap tiap hari, memang saya tiap tiap hari mengharap ada tamu datang" lalu Ken Angrok diajak pergi ke rumah tempat tinggal kepala lingkungan itu, dijamu dengan nasi dan lauk pauk. Kata kepala lingkungan kepada isterinya: "Nini batari, saya berpesan kepadamu, kalau Ken Angrok datang kemari, meskipun saya tak ada di rumah juga, lekas lekas terima sebagai keluarga, kasihanilah ia" diceriterakan, Ken Angrok tiap tiap hari datang, seperginya dari situ menuju ke Lulumbang, ke banjar Kocapet.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada seorang kepala lingkungan daerah Turyantapada, ia pulang dari Kebalon, bernama Mpu Palot, ia adalah tukang emas, berguru kepada kepala desa tertua di Kebalon yang seakan akan sudah berbadankan kepandaian membuat barang barang emas dengan sesempurna sesempurnanya, sungguh ia telah sempurna tak bercacad, Mpu Palot pulang dari Kebalon, membawa beban seberat lima tahil, berhenti di Lulumbang, Mpu Palot itu takut akan pulang sendirian ke Turyantapada, karena ada orang dikhabarkan melakukan perkosaan di jalan, bernama Ken Angrok. Mpu Palot tidak melihat orang lain, ia berjumpa dengan Ken Angrok di tempat beristirahat. Kata ken Angrok kepada Mpu Palot: ,,Wahai, akan pergi kemanakah tuanku ini," Kata Mpu, menjawabnya: "Saya sedang bepergian dari Kebalon, buyung, akan pulang ke Turyantapada, saya takut di jalan, memikir mikir ada orang yang melakukan perkosaan dijalan, bernama Ken Angrok".</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tersenyumlah Ken Angrok: "Nah Tuan, anaknda ini akan menghantarkan pulang tuan, anaknda nanti yang akan melawan kalau sampai terdjadi berjumpa dengan orang yang bernama ken Angrok itu, laju sajalah tuan pulang ke Turyantapada, jangan khawatir." Mpu di Tuyantapada itu merasa berhutang budi mendengar kesanggupan Ken Angrok. Setelah datang di Turyantapada, Ken Angrok diajar ilmu kepandaian membuat barang barang emas, lekas pandai, tak kalah kalau kesaktiannya dibandingkan dengan Mpu Palot, selanjutnya Ken Angrok diaku anak oleh Mpu Palot, itulah sebabnya asrama Turyantapada dinamakan daerah Bapa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikianlah Ken Angrok mengaku ayah kepada Mpu Palot, karena masih ada kekurangan Mpu Palot itu, maka Ken Angrok disuruhi pergi ke Kebalon oleh Mpu Palot, disuruh menyempurnakan kepandaiaan membuat barang barang emas pada orang tertua di Kebalon, agar dapat menyelesaikan bahan yang ditinggalkan oleh bapak kepala lingkungan. Ken Angrok berangkat menuju ke Kebalon, tidak dipercaya Ken Angrok itu oleh penduduk di Kebalon. Ken Angrok lalu marah : "Semoga ada lobang di tempat orang yang hidup menepi ini,"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ken Angrok menikam, orang lari mengungsi kepada kepala desa tertua di Kebalon, dipanggil berkumpul petapa petapa yang berada di Kebalon semua, para guru Hyang, sampai pada para punta, semuanya keluar, membawa pukul perunggu, bersama sama mengejar dan memukul Ken Angrok dengan pukulan perunggu itu, maksud para petapa itu akan memperlihatkan kehendaknya untuk membunuh Ken Angrok. Segera mendengar suara dari angkasa: "Jangan kamu bunuh orang itu, wahai para petapa, anak itu adalah anakku, masih jauh tugasnya di alam tengah ini." Demikan1ah suara dari angkasa, terdengar oleh para petapa. Maka ditolong Ken Angrok, bangun seperti sedia kala.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ken Angrok lalu mengenakan kutuk: "Semoga tak ada petapa di sebelah timur Kawi yang tidak sempurna kepandaianya membuat benda-benda emas". Ken Angrok pergi dari Kebalon, mengungsi ke Turyantapada, ke daerah lingkungan Bapa; sempurnalah kepandaiannya tentang emas. Ken Angrok pergi dari lingkungan Bapa menuju ke daerah desa Tugaran, Kepala tertua di Tugaran tidak menaruh belas digangguilah orang Tugaran oleh Ken Angrok, arca penjaga pintu gerbangnya didukung diletakkan di daerah lingkungan Bapa, kemudian dijumpai anak perempuan kepala tertua di Tugaran itu, sedang menanam kacang di sawah kering.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Gadis ini lalu ditemani didalam pertemuan oleh Ken Angrok, lama kelamaan tanaman kacang menghasilkan berkampit kampit; inilah sebabnya pula maka kacang Tugaran benihnya mengkilat besar dan gurih. Ia pergi dari Tugaran pulang ke daerah Bapa lagi. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata ken Angrok: "Kalau saja kelak menjadi orang, saya akan memberi perak kepada yang dipertuan di daerah Bapa ini. Di kota Daha dikabarkan tentang Ken Angrok, bahwa ia merusuh dan bersembunyi di Turyantapada, dan Daha, Diadakan tindakan untuk melenyapkannya, ia dicari oleh orang orang Daha, pergilah dari daerah Bapa menuju ke gunung Pustaka. Ia pergi dari situ, mengungsi ke Limbehan, kepala tertua di Limbehan menaruh belas kasihanlah dimintai perlindungan oleh Ken Angrok itu, akhirnya Ken Angrok berjiarah ke tempat keramat Rabut Gunung Panitikan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kepadanya turun petunjuk dewa, disuruh pergi ke Rabut Gunung Lejar pada hari Rebo Wage, minggu Wariga pertama, para dewa bermusyawarah berrapat; Demikian ini kata seorang nenek kebayan di Panitikan: "Saya akan membantu menyembunyikan kamu, buyung, agar supaya tak ada yang akan tahu, saya akan menyapu di Gunung Lejar pada waktu semua dewa dewa bermusyawarah." Demikian kata nenek kebayan di Panitikan itu. Ken Angrok lari menuju ke Gunung Lejar, hari Rebo Wage, minggu Wariga pertama tiba, ia pergi ke tempat musyawarah. Ia bersembunyi di tempat sampah ditimbuni dengan semak belukar oleh nenek kebayan Panitikan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lalu berbunyilah suara tujuh nada, guntur, petir, gempa guruh, kilat, taufan, angin ribut, hujan bukan masanya, tak ada selatnya sinar dan cahaya, maka demikian itu ia mendengar suara tak ada hentinya, berdengung dengung bergemuruh. Adapun inti musyawarah para dewa: "Yang rnemperkokoh nusa Jawa, daerah manalah mestinya." Demikianlah kata para dewa, saling mengemukakan pembicaraan: "Siapakah yang pantas menjadi raja di pulau Jawa," demikian pertanyaan para dewa semua. Menjawablah dewa Guru: "Ketahuilah dewa dewa semua, adalah anakku, seorang manusia yang lahir dari orang Pangkur, itulah yang memperkokoh tanah Jawa." Kini keluarlah Ken Angrok dari tempat sampah, dilihat, oleh para dewa; semua dewa menjetujui, ia direstui bernama nobatan Batara Guru, demikian itu pujian dari dewa dewa, yang bersorak sorai riuh rendah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Diberi petunjuklah Ken Angrok agar mengaku ayah kepada seorang brahmana yang bernama Sang Hyang Lohgawe. dia ini baru saja dari Jambudipa, disuruh menemuinya di Taloka. Itulah asal mulanja ada brahmana di sebelah timur Kawi. Pada waktu ia menuju ke Jawa, tidak berperahu. hanya menginjak rumput kekatang tiga potong, setelah mendarat dari air, lalu menuju ke daerah Taloka, dang Hyang Lohgawe berkeliling mencari Ken Angrok. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Ada seorang anak, panjang tangannya melampaui lutut, tulis tangan kanannya cakera dan yang kiri sangka, bernana Ken Angrok. Ia tampak pada waktu aku memuja, ia adalah penjelmaan Dewa Wisnu, pemberitahuannya dahulu di Jambudwipa, demikian: "Wahai Dang Hyang Lohgawe, hentikan kamu memuja arca Wisnu, aku telah tak ada disini, aku telah menjelma pada orang di Jawa, hendaknya kamu mengikuti aku di tempat perjudian."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak lama kemudian Ken Angrok didapati di tempat perjudian, diamat amati dengan baik baik, betul ia adalah orang yang tampak pada Dang Hyang Lohgawe sewaktu ia memuja. Maka ia ditanyai.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata Dang Hyang Lohgawe: "Tentu buyunglah yang bernama Ken Angrok, adapun sebabnya aku tahu kepadamu, karena kamu tampak padaku pada waktu aku memuja". Menjawablah Ken Angrok: "Betul tuan, anaknda bernama Ken Angrok." Dipeluklah ia oleh brahmana itu. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Kamu saya aku anak, buyung, kutemani pada waktu kesusahan dan kuasuh kemana saja kamu pergi." Ken Angrok pergi dari Taloka, menuju ke Tumapel, ikut pula brahmana itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">etelah ia datang di Tumapel, tibalah saat yang sangat tepat, ia sangat ingin menghamba pada akuwu. kepala daerah di Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Dijumpainya dia itu, sedang dihadap oleh hamba hambanya, Kata Tunggul Ametung: "Selamatlah tuanku brahmana, dimana tempat asal tuan, saya baru kali ini melihat tuan." Menjawablah Dang Hyang Lohgawe: Tuan Sang Akuwu, saya baru saja datang dari seberang, saja ini sangat ingin menghamba kepada sang akuwu". Menjawablah Tunggul Ametung: "Nah, senanglah saya, kalau tuan Dang Hyang dapat bertempat tinggal dengan tenteram pada anaknda ini". Demikianlah kata Tunggul Ametung.Lamalah Ken Angrok menghamba kepada Tunggul Ametung yang berpangkat akuwu di Tumapel itu,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian adalah seorang pujangga, pemeluk agama Budha, menganut aliran Mahayana, bertapa di ladang orang Panawijen, bernama Mpu Purwa. Ia mempunyai seorang anak perempuan tunggal, pada waktu ia belum menjadi pendeta Mahayana. Anak perempuan itu luar biasa cantik moleknja bernama Ken Dedes. Dikabarkan, bahwa ia ayu, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, termasyur di sebelah timur Kawi sampai Tumapel. Tunggul Ametung mendengar itu, lalu datang di Panawijen, langsung menuju ke desa Mpu Purwa, bertemu dengan Ken Dedes; Tunggul Ametung sangat senang melihat gads cantik itu. Kebetulan Mpu Purwa tak ada di pertapaannya, sekarang Ken Dedes sekonyong konyong dilarikan oleh Tunggu1 Ametung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah Mpu Purwa pulang dari bepergian, ia tidak rnenjumpai anaknya, sudah dilarikan oleh Akuwu di Tumapel; ia tidak tahu soal yang sebenarnya, maka Mpu Purwa menjatuhkan serapah yang tidak baik: "Nah, semoga yang melarikan anakku tidak lanjut mengenyam kenikmatan, semoga ia ditusuk keris dan diambil isterinya, demikian juga orang orang di Panawidjen ini, semoga menjadi kering tempat mereka mengambil air, semoga tak keluar air kolamnya ini, dosanya: mereka tak mau memberitahu, bahwa anakku dilarikan orang dengan paksaan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikian kata Mpu Purwa: ,,Adapun anakku yang menyebabkan gairat dan bercahaya terang, kutukku kepadanya, hanya: semoga ia mendapat keselamatan dan kebahagiaan besar." Demikian kutuk pendeta Mahayana di Panawidjen.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah datang di Tumapel, ken Dedes ditemani seperaduar oleh Tunggul Ametung, Tunggul Ametung tak terhingga cinta kasihnya, baharu saja Ken Dedes menampakkan gejala gejala mengandung, Tunggul Ametung pergi bersenang senang, bercengkerama berserta isterinya ke taman Boboji; Ken Dedes turun dari kereta kebetulan disebabkan karena nasib, tersingkap betisnya, terbuka sampai rahasianya, lalu kelihatan bernyala oleh Ken Angrok, terpesona ia melihat, tambahan pula kecantikannya memang sempurna, tak ada yang menyamai kecantikannya itu, jatuh cintalah Ken Angrok, tak tahu apa yang akan diperbuat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah Tunggul Ametung pulang dari bercengkerama itu, Ken Angrok memberitahu kepada Dang Hyang Lohgawe, berkata: "Bapa Dang Hyang, ada seorang perempuan bernyala rahasianya, tanda perempuan yang bagaimanakah demikian itu, tanda buruk atau tanda baikkah itu". Dang Hyang menjawab: " Siapa itu, buyung". Kata Ken Angrok: " Bapa, memang ada seorang perempuan, yang kelihatan rahasianya oleh hamba". Kata Dang Hyang: "Jika ada perempuan yang demikian, buyung, perempuan itu namanya: Nawiswari, ia adalah perempuan yang paling utama, buyung, berdosa, jika memperisteri perempuan itu, akan menjadi maharaja." Ke Angrok diam, akhirnya berkata: "Bapa Dang Hyang, perempuan yang bernyala rahasianya itu yalah isteri sang akuwu di Tumapel, jika demikian akuwu, saya akan bunuh dan saya ambil isterinya, tentu ia akan mati, itu kalau tuan mengijinkan."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jawab Dang Hyang: " Ya, tentu matilah, buyung, Tunggul Ametung olehmu, hanya saja tidak pantas memberi ijin itu kepadamu, itu bukan tindakan seorang pendeta, batasnya adalah kehendakmu sendiri." Kata Ken Angrok: "Jika demikian, Bapa, hamba memohon diri kepada tuan." Sang Brahmana menjawab: "Akan kemana kamu buyung?" Ken Angrok menjawab: " Hamba pergi ke Karuman, ada seorang penjudi yang mengaku anak kepada hamba bernama Bango Samparan, ia cinta kepada hamba, dialah yang akan hamba mintai pertimbangan, mungkin ia akan menyetujuinya." Kata Dang Hyang: "Baiklah kalau demikian, kamu jangan tinggal terlalu lama di Karuman, buyung." Kata Ken Angrok: "Apakah perlunya hamba lama disana." Ken Angrok pergi dari Tumapel, sedatangnya Karuman, bertemu dengan Bango Samparan. "Kamu ini keluar dari mana, lama tidak datang kepadaku, seperti didalam impian saja bertemu dengan kamu ini, lama betul kamu pergi."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ken Angrok menjawab: "Hamba berada di Tumapel, Bapa, menghamba pada sang akuwu. Adapun sebabnya hamba datang kepada tuan, adalah seorang isteri akuwu, turun dari kereta, tersingkap rahasianya, kelihatan bernyala oleh hamba. Ada seorang brahmana yang baru saja datang di Jawa, bernama Dang Hyang Lohgawe, ia mengaku anak kepada hamba, hamba bertanya kepadanya: "Apakah nama seorang perempuan yang menyala rahasianya itu." Kata Sang Brahmana: "Itu yang disebut seorang perempuan ardana reswari, sungguh baik tanda itu, karena siapa saja yang memperisterinya, akan dapat menjadi maharaja." Bapa Bango, hamba ingin menjadi raja, Tunggul Ametung akan hamba bunuh, isterinya akan hamba ambil, agar supaya anaknda menjadi raja, hamba minta persetujuan Bapa Dang Hyang, Kata Dang Hyang: "Buyung Angrok, tidak dapat seorang brahmana memberi persetujuan kepada orang yang mengambil isteri orang lain, adapun batasnya kehendakmu sendiri." Itulah sebabnya hamba pergi ke Bapa Bango, untuk meminta ijin kepada bapa, sang akuwu akan hamba bunuh dengan rahasia, tentu akuwu mati oleh hamba."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menjawablah Bango Samparan: "Nah, baiklah kalau demikian, saya memberi ijin, bahwa kamu akan menusuk keris kepada Tunggul Ametung dan mengambil isterinya itu, tetapi hanya saja, buyung Angrok, akuwu itu sakti, mungkin tidak dapat luka, jika kamu tusuk keris yang kurang bertuah.Saya ada seorang teman, seorang pandai keris di Lulumbang, bernama Mpu Gandring, keris buatannya bertuah, tak ada orang sakti terhadap buatannya, tak perlu dua kali ditusukkan, hendaknyalah kamu menyuruh membuat keris kepadanya, jikalau keris ini sudah selesai dengan itulah hendaknya kamu membunuh Tunggul Ametung secara rahasia."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikian pesan Bango Samparan kepada Ken Angrok. kata Ken Angrok: "Hamba memohon di.0ri, Bapa, akan pergi ke Lulumbang." Ia pergi dari Karuman, lalu ke Lulumbang, bertemu dengan Gandring yang sedang bekerja di tempat membuat keris. Ken Angrok datang lalu bertanya: "Tuankah barangkali yang bernama Gandring itu, hendaknyalah hamba dibuatkan sebilah keris yang dapat selesai didalam waktu lima bulan, akan datang keperluan yang harus hamba lakukan." Kata Mpu Gandring: "Jangan lima bulan itu, kalau kamu menginginkan yang baik, kira – kira setahun baru selesai, akan baik dan matang tempaannya," Ken Angrok berkata: "Nah, biar bagaimana mengasahnya, hanya saja, hendaknya selesai didalam lima bulan." Ken Angrok pergi dari Lulumbang, ke Tumapel bertemu dengan Dang Hyang Lohgawe yang bertanya kepada Ken Angrok:</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"<i>Apakah sebabnya kamu lama di Tumapel itu." Sesudah genap lima bulan, ia ingat kepada perjanjiannya, bahwa ia menyuruh membuatkan keris kepada Mpu Gandring</i>.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pergilah ia ke Lulumbang, bertemu dengan Mpu Gandring yang sedang mengasah dan memotong motong keris pesanan Ken Angrok. Kata Ken Angrok: "Manakah pesanan hamba kepada tuan Gandring." Menjawablah Gandring itu: "Yang sedang saya asah ini, buyung Angrok." Keris diminta untuk dilihat oleh Ken Angrok. Katanya dengan agak marah: "Ah tak ada gunanya aku menyuruh kepada tuan Gandring ini, bukankah belum selesai diasah keris ini, memang celaka, inikah rupanya yang tuan kerjakan selama lima bulan itu." Menjadi panas hati Ken Angrok, akhirnya ditusukkan kepada Gandring keris buatan Gandring itu. Lalu diletakkan pada lumpang batu tempat air asahan, lumpang berbelah menjadi dua, diletakkan pada landasan penempa, juga ini berbelah menjadi dua.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini Gandring berkata: "Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja akan mati karena keris itu." Sesudah Gandring berkata demikian lalu meninggal. Sekarang Ken Angrok tampak menyesal karena Gandring meninggal itu, kata Ken Angrok: "Kalau aku menjadi orang, semoga kemulianku melimpah, juga kepada anak cucu pandai keris di Lulumbang." Lalu pulanglah Ken Angrok ke Tumapel.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada seorang kekasih Tunggul Ametung, bernama Kebo Hijo, bersahabat dengan Ken Angrok, cinta mencintai. Pada waktu itu Kebo Hijo melihat bahwa Ken Angrok menyisip keris baru, berhulu kayu cangkring masih berduri, belum diberi perekat, masih kasar, senanglah Kebo Hijo melihat itu. Ia berkata kepada Ken Angrok: " Wahai kakak, saya pinjam keris itu." Diberikan oleh Ken Angrok, terus dipakai oleh Kebo Hijo, karena senang memakai melihatnya itu. Lamalah keris Ken Angrok dipakai oleh Kebo Hijo, tidak orang Tumapel yang tidak pernah melihat Kebo Hijo menyisip keris baru dipinggangnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak lama kemudian keris itu dicuri oleh Ken Angrok dan dapat diambil oleh yang mencuri itu. Selanjutnya Ken Angrok pada waktu malam hari pergi kedalam rumah akuwu, saat itu baik, sedang sunyi dan orang orang tidur, kebetulan juga disertai nasib baik , ia menuju ke peraduan Tunggul Ametung, tidak terhalang perjalanannya, ditusuklah Tunggul Ametung oleh Ken Angrok, tembus jantung Tunggul Ametung, mati seketika itu juga. Keris buatan Gandring ditinggalkan dengan sengaja.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam didada Tunggul Ametung diamat amati orang, dan oleh orang yang tahu keris itu dikenal keris Kebo Hijo yang biasa dipakai tiap tiap hari kerja. Kata orang Tumapel semua:</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh Tunggul Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya masih tertanam didada sang akuwu di Tumapel.Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk dengan keris buatan Gandring, meninggallah Kebo Hijo.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kebo Hijo mempunyai seorang anak, bernama Mahisa Randi, sedih karena ayahnya meninggal, Ken Angrok menaruh belas kasihan kepadanya, kemana mana anak ini dibawa, karena Ken Angrok luar biasa kasih sayangnya terhadap Mahisa Randi. Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Angrok memang sungguh sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah mereka saling hendak menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani membicarakan semua tingkah laku Ken Angrok, demikian juga semua keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani mengucap apa apa, akhirnya Ken Angrok kawin dengan Ken Dedes.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada waktu ditinggalkan oleh Tunggul Ametung, dia ini telah mengandung tiga bulan, lalu dicampuri oleh Ken Angrok. Ken Angrok dan Ken Dedes sangat cinta mencintai. Telah lama perkawinannya. Setelah genap bulannya Ken Dedes melahirkan seorang anak laki laki, lahir dari ayah Tunggul Ametung, diberi nama Sang Anusapati dan nama kepanjangannya kepanjiannya Sang Apanji Anengah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah lama perkawinan Ken Angrok dan Ken Dedes itu, maka Ken Dedes dari Ken Angrok melahirkan anak laki laki, bernama Mahisa Wonga Teleng, dan adik Mahisa Wonga Teleng bernama Sang Apanji Saprang, adik panji Saprang juga laki laki bernama Agnibaya, adik Agnibaya perempuan bernama Dewi Rimbu, Ken Angrok dan Ken Dedes mempunyai empat orang anak.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ken Angrok mempunyai isteri muda bernama Ken Umang, ia melahirkan anak laki laki bernama panji Tohjaya, adik panji Tohjaya, bernama Twan Wregola, adik Twan Wregola perempuan bernama Dewi Rambi.Banyaknya anak semua ada 9 orang, laki laki 7 orang, perempuan 2 orang.Sudah dikuasailah sebelah timur Kawi, bahkan seluruh daerah sebelah timur Kawi itu, semua takut terhadap Ken Angrok, mulailah Ken Angrok menampakkan keinginannya untuk menjadi raja, orang orang Tumapel semua senang, kalau Ken Angrok menjadi raja itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kebetulan disertai kehendak nasib, raja Daha, yalah raja Dandhang Gendis, berkata kepada para bujangga yang berada di seluruh wilayah Daha, katanya: "Wahai, tuan tuan bujangga pemeluk agama Siwa dan agama Budha, apakah sebabnya tuan tuan tidak menyembah kepada kami, bukanlah kami ini semata mata Batara Guru." Menjawablah para bujangga di seluruh daerah negara Daha: "Tuanku, semenjak jaman dahulu kala tak ada bujangga yang menyembah raja." demikianlah kata bujangga semua. Kata Raja Dandhang Gendis: "Nah, jika semenjak dahulu kala tak ada yang menyembah, sekarang ini hendaknyalah kami tuan sembah, jika tuan tuan tidak tahu kesaktian kami, sekarang akan kami beri buktinya."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini Raja Dandhang Gendis mendirikan tombak, batang tombak itu dipancangkan kedalam tanah, ia duduk di ujung tombak, seraya berkata: "Nah, tuan tuan bujangga, lihatlah kesaktian kami." Ia tampak berlengan empat, bermata tiga, semata mata Batara Guru perwujudannya, para bujangga di seluruh daerah Daha diperintahkan menyembah, semua tidak ada yang mau, bahkan menentang dan mencari perlindungan ke Tumapel, menghamba kepada Ken Angrok.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Itulah asal mulanya Tumapel tak mau tahu negara Daha. Tak lama sesudah itu Ken Angrok direstui menjadi raja di Tumapel, negaranya bernama Singasari, nama nobatannya Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi, disaksikan oleh para bujangga pemeluk agama Siwa dan Budha yang berasal dari Daha, terutama Dang Hyang Lohgawe, ia diangkat menjadi pendeta istana, adapun mereka yang menaruh belas kasihan kepada Ken Angrok, dahulu sewaktu ia sedang menderita, semua dipanggil, diberi perlindungan dan diberi belas balasan atas budi jasanya, misalnya Bango Samparan, tidak perlu dikatakan tentang kepala lingkungan Turyantapada, dan anak anak pandai besi Lulumbang yang bernama Mpu Gandring, seratus pandai besi di Lulumbang itu diberi hak istimewa di dalam lingkungan batas jejak bajak beliung cangkulnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Adapun anak Kebo Hijo disamakan haknya dengan anak Mpu Gandring.Anak laki laki Dang Hyang Lohgawe, bernama Wangbang Sadang, lahir dari ibu pemeluk agama Wisnu, dikawinkan dengan anak Bapa Bango yang bernama Cucu Puranti, demikianlah inti keutamaan Sang Amurwabumi. Sangat berhasillah negara Singasari, sempurna tak ada halangan. Telah lama terdengar berita, bahwa Ken Angrok sudah menjadi raja, diberitahulah raja Dandhang Gendis, bahwa Ken Angrok bermaksud akan menyerang Daha.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata Raja Dandhang Gendis: "Siapakah yang akan mengalahkan negara kami ini, barangkali baru kalah, kalau Batara Guru turun dari angkasa, mungkin baru kalah." Diberi tahulah Ken Angrok, bahwa raja Dandhang Gedis berkata demikian.Kata Sang Amurwabumi: "Wahai, para bujangga pemeluk Siwa dan Budha, restuilah kami mengambil nama nobatan Batara Guru." Demikianlah asal mulanya ia bernama nobatan Batara Guru, direstui oleh bujangga brahmana dan resi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selanjutnya ia lalu pergi menyerang Daha. Raja Dandhang Gendis mendengar, bahwa Sang Amurwabumi di Tumapel datang menyerang Daha, Dandhang Gendis berkata: "Kami akan kalah, karena Ken Angrok sedang dilindungi Dewa." Sekarang tentara Tumapel bertempur melawan tentara Daha, berperang disebelah utara Ganter, bertemu sama sama berani, bunuh membunuh, terdesaklah tentara Daha. Adik Raja Dandhang Gendis gugur sebagai pahlawan, ia bernama Mahisa Walungan, bersama sama dengan menterinya yang perwira, bernama Gubar Baleman.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Adapun sebabnya itu gugur, karena diserang bersama sama oleh tentara Tumapel, yang berperang laksana banjir dari gunung. Sekarang tentara Daha terpaksa lari, karena yang menjadi inti kekuatan perang telah kalah. Maka tentara Daha bubar seperti lebah, lari terbirit birit meninggalkan musuh seperti kambing, mencabut semua payung payungnya, tak ada yang mengadakan perlawanan lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Maka Raja Dandhang Gendis mundur dari pertempuran, mengungsi ke alam dewa, bergantung gantung di angkasa, beserta dengan kuda, pengiring kuda, pembawa payung, dan pembawa tempat sirih, tempat air minum, tikar, semuanya naik ke angkasa. Sungguh kalah Daha oleh Ken Angrok.Dan adik adik Sang Dandhang Gendis, yalah: Dewi Amisam, Dewi Hasin, dan Dewi Paja diberi tahu, bahwa raja Dandhang Gendis kalah berperang, dan terdengar, ia telah di alam dewa, bergantung gantung di angkasa, maka tuan dewi ketiga tiganya itu menghilang bersama sama dengan istananya juga.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesudah Ken Angrok menang terhadap musuh, lalu pulang ke Tumapel, dikuasailah tanah Jawa olehnya, ia sebagai raja telah berhasil mengalahkan Daha pada tahun saka : 1144. Lama kelamaan ada berita, bahwa sang Anusapati, anak tunggal Tunggul Ametung bertanya tanya kepada pengasuhnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hamba takut terhadap ayah tuan", demikian kata pengasuh itu: "Lebih baik tuan berbicara dengan ibu tuan". Karena tidak mendapat keterangan, Nusapati bertanya kepada ibunya: "Ibu, hamba bertanya kepada tuan, bagaimanakah jelasnya ini?" Kalau ayah melihat hamba, berbeda pandangannya dengan kalau ia melihat anak anak ibu muda, semakin berbeda pandangan ayah itu."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sungguh sudah datang saat Sang Amurwabumi. Jawab Ken Dedes: "Rupa rupanya telah ada rasa tidak percaya, nah, kalau buyung ingin tahu, ayahmu itu bernama Tunggul Ametung, pada waktu ia meninggal, saya telah mengandung tiga bulan, lalu saya diambil oleh Sang Amurwabumi.:Kata Nusapati: "Jadi terangnya, ibu, Sang Amurwabumi itu bukan ayah hamba, lalu bagaimana tentang meninggalnya ayah itu?" "Sang Amurwabumi buyung yang membunuhnya." Diamlah Ken Dedes, tampak merasa membuat kesalahan karena memberi tahu soal yang sebenarnya kepada anaknya. Kata Nusapati: "Ibu, ayah mempunyai keris buatan Gandring. itu hamba pinta, ibu."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Diberikan oleh Ken Dedes. Sang Anusapati memohon diri pulang ke tempat tinggalnya. Adalah seorang hambanya berpangkat pengalasan di Batil, dipanggil oleh Nusapati, disuruh membunuh Ken Angrok, diberi keris buatan Gandring, agar supaya dipakainya untuk membunuh Sang Amurwabumi, orang di Batil itu disanggupi akan diberi upah oleh Nusapati.Berangkatlah orang Batil masuk kedalam istana, dijumpai Sang Amurwabumi sedang bersantap, ditusuk dengan segera oleh orang Batil. Waktu ia dicidera, yalah: Pada hari Kamis Pon, minggu Landhep, saat ia sedang makan, pada waktu senjakala, matahari telah terbenam, orang telah menyiapkan pelita pada tempatnya. Sesudah Sang Amurwabumi mati, maka larilah orang Batil, mencari perlindungan pada Sang Anusapati, kata orang Batil: "Sudah wafatlah ayah tuan oleh hamba." Segera orang Batil ditusuk oleh Nusapati. Kata orang Tumapel: "Ah, Batara diamuk oleh pengalasan di Batil, Sang Amurwabumi wafat pada tahun saka 1168, dicandikan di Kagenengan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesudah demikian, sang Anusapati mengganti menjadi raja, ia menjadi raja pada tahun Saka 1170. Lama kelamaan diberitakan kepada Raden Tohjaya, anak Ken Angrok dari isteri muda, sehingga ia mendengar segala tindakan Anusapati, yang mengupahkan pembunuhan Sang Amurwabumi kepada orang Batil. Sang Apanji Tohjaya tidak senang tentang kematian ayahnya itu, meikir mikir mencari cara untuk membalas, agar supaya ia dapat membunuh Anusapati. Anusapati tahu, bahwasanya ia sedang direncana oleh Panji Tohjaya, berhati hatilah Sang Anusapati, tempat tidurnya dikelilingi kolam, dan pintunya selalu dijaga orang, sentosa dan teratur.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah lama kemudian Sang Apanji Tohjaya datang menghadap dengan membawa ayam jantan pada Batara Anuspati. Kata Apanji Tohjaya: "Kakak, ada keris ayah buatan Gandring, itu hamba pinta dari tuan." Sungguh sudah tiba saat Batara Anuspati. Diberikan keris buatan Gandring oleh Sang Anusapati, diterima oleh Apanji Tohjaya, disisipkan dipinggangnya, lalu kerisnya yang dipakai semula, diberikan kepada hambanya.Kata Apanji Tohjaya: "Baiklah, kakak mari kita menyiapkan ayam jantan untuk segera kita ajukan di gelanggang."Menjawablah Sang Adipati: "Baiklah, adik." Selanjutnya ia menyuruh kepada hamba pemelihara ayam mengambil ayam jantan, kata Anusapati: "Nah, adik mari mari kita sabung segera.", "Baiklah" kata Apanji Tohjaya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka bersama sama memasang taji sendiri – sendiri, telah sebanding, Sang Anusapati asyik sekali. Sungguh telah datang saat berakhirnya, lupa diri, karena selalu asyik menyabung ayamnya, ditusuk keris oleh Apanji Tohjaya Sang Anusapati wafat pada tahun Saka 1171, dicandikan di Kidal.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 3</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apanji Tohjaya menjadi raja di Tumapel. Sang Anusapati mempunyai seorang anak laki laki bernama Ranggawuni, hubungan keluarganya dengan Apanji Tohjaya adalah kemenakan. Mahisa Wonga Teleng, saudara Apanji Tohjaya, sama ayah lain ibu, mempunyai anak laku laki, yalah: Mahisa Campaka, hubungan keluarganya dengan Apanji Tohjaya adalah kemenakan juga.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada waktu Apanji Tohjaya duduk diatas tahta, disaksikan oleh orang banyak, dihadap oleh menteri menteri, semua terutama Pranaraja, Ranggawuni beserta Kebo Campak juga menghadap.Kata Apanji Tohjaya: "Wahai, menteri menteri semua, terutama Pranaraja, lihatlah kemenakanku ini, luar biasa bagus dan tampan badannya. Bagaimana rupa musuhku diluar Tumapel ini, kalau dibandingkan dengan orang dua itu, bagaimanakah mereka, wahai Pranaraja."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pranaraja menjawab sambil menyembah: "Betul tuanku, seperti titah tuanku itu, bagus rupanya dan sama sama berani mereka berdua, hanya saja tuanku, mereka dapat diumpamakan sebagai bisul di pusat perut tak urung akan menyebabkan mati akhirnya." Paduka batara itu lalu diam, sembah Pranaraja makin terasa, Apanji Tohjaya menjadi marah, lalu ia memanggil Lembu Ampal, diberi perintah untuk melenyapkan kedua bangsawan itu.Kata Apanji Tohjaya kepada Lembu Ampal: "Jika kamu tidak berhasil melenyapkan dua orang kesatriya itu, kamulah yang akan kulenyapkan."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada waktu Apanji Tohjaya, memberi perintah kepada Lembu Ampal melenyapkan dua bangsawan itu, ada seorang brahmana yang sedang melakukan upacara agama sebagai pendeta istana untuk Apanji Tohjaya. Dang Hyang itu mendengar, bahwa kedua bangsawan itu disuruh melenyapkan. Sang Brahmana menaruh belas kasihan kepada dua bangsawan, lalu memberi tahu: "Lembu Ampal diberi perintah untuk melenyapkan tuan berdua, kalau tuan kalian dapat lepas dari Lembu Ampal ini, maka Lembu Ampallah yang akan dilenyapkan oleh Seri Maharaja."Kedua bangsawan itu berkata: "Wahai Dang Hyang, bukanlah kami tidak berdosa." Sang Brahmana menjawab: "Lebih baik tuan bersembunyi dahulu."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Karena masih dibimbangkan, kalau kalau brahmana itu bohong, maka kedua bangsawan itu pergi ke Apanji Patipati. Kata bangsawan itu: "Panji Patipati, kami bersembunyi di dalam rumahmu, kami mengira, bahwa kami akan dilenyapkan oleh Batara, kalau memang akan terjadi kami dilenyapkan itu, kami tidak ada dosa." Setelah itu maka Apanji Patipati mencoba mendengar dengarkan: "Tuan, memang betul, tuan akan dilenyapkan, Lembu Ampal lah yang mendapat tugas." Keduanya makin baik cara bersembunyi, dicari, kedua duanya tak dapat diketemukan. Didengar dengarkan, kemana gerangan mereka pergi, tak juga dapat terdengar. Maka Lembu Ampal didakwa bersekutu dengan kedua bangsawan itu oleh Batara. Sekarang Lembu Ampal ditindak untuk dilenyapkan, larilah ia, bersembunyi di dalam rumah tetangga Apanji Patipati.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lembu Ampal mendengar, bahwa kedua bangsawan berada di tempat tinggal Apanji Pati Pati. Lembu Ampal pergi menghadap kedua bangsawan, kata Lembu Ampal kepada kedua bangsawan itu: "Hamba berlindung kepada tuan hamba, dosa hamba: disuruh melenyapkan tuan oleh Batara. Sekarang hamba minta disumpah, kalau tuan tidak percaya, agar supaya hamba dapat menghamba paduka tuan dengan tenteram."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah disumpah dua hari kemudian Lembu Ampal menghadap kepada kedua bangsawan itu: "Bagaimanakah akhirnya tuan, tak ada habis habisnya terus menerus bersembunyi ini, sebaiknya hamba akan menusuk orang Rajasa, nanti kalau mereka sedang pergi kesungai." Pada waktu sore Lembu Ampal menusuk orang Rajasa, ketika orang berteriak, ia lari kepada orang Sinelir.Kata orang Rajasa: "Orang Sinelir menusuk orang Rajasa. Kata orang Sinelir: "Orang Rajasa menusuk orang Sinelir." Akhirnya orang orang Rajasa dan orang orang Sinelir itu berkelahi, bunuh membunuh sangat ramainya, dipisah orang dari istana, tidak mau memperhatikan. Apanji Tohjaya marah, dari kedua golongan ada yang dihukum mati.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lembu Ampal mendengar, bahwa dari kedua belah pihak ada yang dilenyapkan, maka Lembu Ampal pergi ke Orang Rajasa. Kata Lembu Ampal: "Kalau kamu ada yang akan dilenyapkan hendaknyalah kamu mengungsi kepada kedua bangsawan, karena kedua bangsawan itu masih ada." Orang orang Rajasa menyatakan kesanggupannya: "Nah, bawalah kami hamba hamba ini menghadapnya, wahai Lembu Ampal."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Maka ketua orang Rajasa dibawa menghadap kepada kedua bangsawan.Kata orang Rajasa itu: "Tuanku, hendaknyalah tuan lindungi hamba hamba Rajasa ini, apa saja yang menjadi tuan titah, hendaknyalah hamba tuan sumpah, kalau kalau tidak sungguh sungguh kami menghamba ini, kalau tidak jujur penghambaan kami ini." Demikian pula orang Sinelir, dipanggilah ketuanya, sama kesanggupannya dengan orang Rajasa, selanjutnya kedua belah pihak telah didamaikan dan telah disumpah semua, lalu dipesan: "Nanti sore hendaknya kamu datang kemari, dan bawalah temanmu masing masing, hendaknyalah kamu memberontak meluka lukai di dalam istana." Orang Sinelir dan orang Rajasa bersama sama memohon diri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah sore hari orang orang dari kedua belah pihak datang membawa teman temannya, bersama sama menghadap kepada kedua bangsawan, mereka keduanya saling mengucap selamat datang, lalu berangkat menyerbu kedalam istana. Apanji Tohjaya sangat terperanjat, lari terpisah, sekali gus kena tombak. Sesudah huru hara berhenti, ia dicari oleh hamba hambanya, diusung dan dibawa lari ke Katanglumbang. Orang yang mengusung lepas cawatnya, tampak belakangnya. Kata Apanji Tohjaya kepada orang yang memikul itu: "Perbaikilah cawatmu, karena tampak belakangmu." Adapun sebabnya ia tidak lama menjadi raja itu, karena pantat itu. Setelah datang di Lumbangkatang, wafatlah ia, lalu dicandikan di Katanglumbang, ia wafat pada tahun Saka 1172.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 4</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian Ranggawuni menjadi raja, ia dengan Mahisa Campaka dapat diumpamakan seperti dua ular naga didalam satu liang. Ranggawuni bernama nobatan Wisnuwardana, demikanlah namanya sebagai raja, Mahisa Campaka menjadi Ratu Angabhaya, bernama nobatan Batara Narasinga. Sangat rukunlah mereka, tak pernah berpisah. Batara Wisnuwardana mendirikan benteng di Canggu sebelah utara pada tahun Saka 1193. Ia berangkat menyerang Mahibit, untuk melenyapkan Sang Lingganing Pati.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Adapun sebabnya Mahibit kalah, karena kemasukkan orang yang bernama Mahisa Bungalan. Sri Ranggawuni menjadi raja lamanya 14 tahun, ia wafat pada tahun 1194, dicandikan di Jajagu. Mahisa Campaka wafat, dicandikan di Kumeper, sebagian abunya dicandikan di Wudi Kuncir.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 5</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sri Ranggawuni meninggalkan seorang anak laki laki, bernama Sri Kertanegara, Mahisa Campaka meninggalkan seorang anak laki laki juga, bernama Raden Wijaya. Kertanegara menjadi Raja, bernama nobatan Batara Siwabuda. Adalah seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa rupanya tidak dipercaya, dijatuhkan, disuruh menjadi Adipati di Sungeneb, bertempat tinggal di Madura sebelah timur.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada Patihnya, pada waktu ia baru saja naik keatas tahta kerajaan, bernama Mpu Raganata, ini selalu memberi nasehat untuk keselamatan raja, ia tidak dihiraukan oleh Sri Kertanegara, karenanya itu Mpu Raganata lalu meletakkan jabatan tak lagi menjadi Patih, diganti oleh Kebo Tengah Sang Apanji Aragani. Mpu Raganata lalu menjadi Adiyaksa di Tumapel. Sri Kertanegara pada waktu memerintah, melenyapkan seorang kelana bernama Baya. Sesudah kelana itu mati, ia memberi perintah kepada hamba rakyatnya, untuk pergi menyerang Melayu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apanji Aragani menghantarkan, sampai di Tuban ia kembali, sedatangnya di Tumapel Sang Apanji Aragani mempersembahkan makanan tiap tiap hari, raja Kertanegara bersenang senang. Ada perselisihannya dengan raja Jaya Katong, raja di Daha, ini menjadi musuh raja Kertanegara, karena lengah terhadap usaha musuh yang sedang mencari kesempatan dan ketepatan waktu, ia tidak memikir kesalahannya. Banyak Wide berumur 40 tahun pada peristiwa penyerangan Melayu itu, ia berteman dengan raja Jaya Katong, Banyak Wide yang bergelar Arya Wiraraja itu dari Madura, mengadakan hubungan dan berkirim utusan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikian juga raja Jaya Katong berkirim utusan ke Madura. Wiraraja berkirim surat kepada raja Jaya Katong, bunyi surat: "Tuanku, patik baginda bersembah kepada paduka raja, jika paduka raja bermaksud akan berburu di tanah lapang lama, hendaknyalah paduka raja sekarang pergi berburu, ketepatan dan kesempatan adalah baik sekali, tak ada bahaya, tak ada harimau, tak ada banteng, dan ularnya, durinya, ada harimau, tetapi tak bergigi."Patih tua Raganata itu yang dinamakan harimau tak bergigi, karena sudah tua.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang raja Jaya Katong berangkat menyerang Tumapel. Tentaranya yang datang dari sebelah utara Tumapel terdiri dari orang orang yang tidak baik, bendera dan bunyi bunyian penuh, rusaklah daerah sebelah utara Tumapel, mereka yang melawan banyak yang menderita luka. Tentara Daha yang melalui jalan utara itu berhenti di Memeling. Batara Siwa Buda senantiasa minum minuman keras, diberi tahu bahwa diserang dari Daha, ia tidak percaya, selalu mengucapkan kata: "Bagaimana dapat raja Jaya Katong demikian terhadap kami, bukanlah ia telah baik dengan kami."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah orang membawa yang menderita luka, barulah ia percaya.Sekarang Raden Wijaya ditunjuk untuk berperang melawan tentara yang datang dari sebelah utara Tumapel, disertai oleh para arya terkemuka: Banyak Kapuk, Rangga Lawe, Pedang Sora, Dangdi Gajah Pangon, anak Wiraraja yang bernama Nambi, Peteng dan Wirot, semua prajurit baik, melawan tentara Daha di bagian utara itu, dikejar diburu oleh Raden Wijaya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian turunlah tentara besar besar dari Daha yang datang dari tepi sungai Aksa, menuju ke Lawor, mereka ini tak diperbolehkan membikin gaduh, tidak membawa bendera, apalagi bunyi bunyian, sedatangnya di Sidabawana langsung menuju Singasari. Yang menjadi prajurit utama dari tentara Daha sebelah selatan ini, yalah: Patih Daha Kebo Mundarang, Pudot dan Bowong. Ketika Batara Siwa Buda sedang minum minuman keras bersama sama dengan patih, maka pada waktu itu ia dikalahkan, semua gugur, Kebo Tengah yang melakukan pembalasan, meninggal di Manguntur.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 6</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raden Wijaya yang diceritakan ke utara tersebut diberi tahu, bahwa Batara Siwa Buda wafat, karena tentara Daha turun dari selatan, patih tua juga telah gugur, semua mengikuti jejak batara. Segera Raden Wijaya kembali, beserta hamba hambanya, berlari lari ke Tumapel, melakukan pembalasan, tidak berhasil, bahkan terbalik, dikejar, diburu oleh Kebo Mundarang, Raden Wijaya naik keatas, mengungsi di Sawah Miring, maksud Kebo Mundarang akan menusuknya dengan tombak, Raden Wijaya menyepak tanah bekas di tenggala, dada Kebo Mundarang sampai mulanya penuh lumpur, ia mundur sambil berkata: "Aduh, memang sungguh dewalah tuanku ini." Sekarang Raden Wijaya membagi bagi cawat kain ikat berwarna merah, diberikan kepada hamba hambanya, masing masing orang mendapat sehelai, ia bertekad untuk mengamuk.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang mendapat bagian, yalah: Sora, Rangga Lawe, Pedang, Dangdi dan Gajah Sora, segera menyerang, banyak orang Daha yang mati.Kata Sora: "Sekarang ini, tuan, hendaknyalah menyerang, sekarang baik kesempatan dan saatnya." Raden Wijaya lekas lekas menyerang, semakin banyak orang Daha yang mati, mereka lalu mundur, diliputi malam, akhirnya berkubu. Pada waktu sunyi orang telah tidur, dikejar dan diamuk lagi oleh Raden Wijaya, sekarang orang orang Daha bubar, banyak yang tertusuk oleh tombak temannya sendiri, repotlah orang prang Daha itu larinya. Batara Siwa Buda mempunyai dua orang anak perempuan, mereka ini akan dikawinkan dengan Raden Wijaya, demikianlah maksud Batara Siwa Buda itu, kedua duanya ditawan oleh orang Daha, puteri yang muda berpisah dengan puteri yang tua, tidak menjadi satu arah larinya, berhubung dengan kerepotan orang Daha, disebabkan Raden Wijaya mengamuk itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada waktu malam tampak api unggun orang Daha bernyala dan oleh Raden Wijaya, yang segera dikenal, bahwa itu adalah puteri yang tua. Lekas lekaslah diambil oleh Raden Wijaya, lalu berkata: "Nah, Sora, marilah mendesak mengamuk lagi, agar dapat bertemu dengan puteri muda." Sora berkata: "Janganlah tuan, bukankah adik tuan yang tua sudah tuan temukan, berapakah jumlah hamba tuanku sekarang ini." Jawab Raden Wijaya: "Justru karena itu." Maka Sora berkata lagi: "Lebih baik tuanku mundur saja, karena kalau memaksa mengamuk, seandainya berhasil itu baik, kalau adik tuanku yang muda dapat ditemukan, kalau tidak dapat ditemukan, kita akan seperti anai anai menyentuh pelita." Sekarang mereka mundur, puteri bangsawan didukung, semalam malaman mereka berjalan ke utara, keesokan harinya dikejar oleh orang Daha, terkejar disebelah selatan Talaga Pager. Orang orangnya ganti berganti tinggal dibelakang, untuk berperang, menghentikan orang Daha.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Gajah Pagon kena tombak tembus pahanya, tetapi masih dapat berjalan.Kata Raden Wijaya: "Gajah Pagon, masih dapatkah kamu berjalan, kalau tidak dapat, mari kita bersama sama mengamuk." "masih dapatlah hamba, tuanku, hanya saja hendaknya perlahan lahan." Orang orang Daha tidak begitu giat mengejarnya, kemudian mereka kembali di Talaga Pager. Raden Wijaya masuk belukar, keluar belukar seperti ayam hutan, dan hamba hambanya yang mengiring semua, ganti berganti mendukung puteri bangsawan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya hamba hambanya bermusyawarah, membicarakan tentang keadaan Raden Wijaya. Setelah putus pembicaraannya, semuanya bersama sama berkata: "Tuanku, sembah hamba hamba tuanku semua ini, bagaimana akhir tuanku yang masuk belukar dan keluar belukar seperti ayam hutan itu, pendapat hamba semua,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">lebih baik tuanku pergi ke Madura Timur, hendaknyalah tuanku mengungsi kepada Wiraraja, dengan pengharapan agar ia dapat dimintai bantuan, mustahil ia tidak menaruh belas kasihan, bukankah ia dapat menjadi besar itu karena ayah tuanku almarhum yang menjadi lantarannya."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata Raden: "Itu baik, kalau ia menaruh belas kasihan, kalau tidak, saya akan sangat malu." Jawab Sora, Rangga Lawe dan Nambi serentak dengan suara bersama: "Bagaimana dapat Wiraraja melengos terhadap tuanku." Itulah sebabnya Raden Wijaya menurut kata kata hambanya. Mereka keluar dari dalam hutan, datang di Pandakan, menuju ke orang tertua di Pandakan, bernama Macankuping. Raden Wijaya minta diberi kelapa muda, setelah diberi, diminum airnya, ketika dibelah, ternyata berisi nasi putih. Heranlah yang melihat itu. Kata orang: "Ajaib benar, memang belum pernah ada kelapa muda berisi nasi." Gajah Pagon tak dapat berjalan lagi, kata Raden Wijaya: "Orang tua di Pandakan, saya menitipkan satu orang, Gajah Pagon ini tidak dapat berjalan, hendaknyalah ia tinggal di tempatmu." Kata orang Pandakan: " Aduh, tuanku. itu akan tidak baik kalau sampai terjadi Gajah Pagon didapati disini, mustahil akan ada hamba yang menyetujui di Pandakan, kehendak hamba, biarlah ia berada di dalam pondok di hutan saja, di ladang tempat orang menyabit ilalang, di tengah tengahnya setelah dibersihkan, dibuatkan sebuah dangau, sunyi, tad ada seorang hamba yang mengetahui, hamba di Pandakan nanti yang akan memberi makan tiap tiap hari."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Gajah Pagon lalu ditinggalkan, Raden Wijaya selanjutnya menuju ke Datar, pada waktu malam hari. Sesampainya di Datar, lalu naik perahu.Tentara Daha lalu kembali pulang. Puteri yang muda masih terus ditawan, dibawa ke Daha, dipersembahkan kepada raja Jaya Katong.Ia senang diberi tahu tentang Batara Siwa Buda wafat. Raden Wijaya menyeberang ke Utara, turun di daerah perbatasan Sungeneb, bermalam di tengah tengah sawah yang baru saja habis disikat, pematangnya tipis.Sora lalu berbaring meniarap, Raden Wijaya dan puteri bangsawan itu duduk diatasnya. Pagi harinya melanjutkan perjalanannya ke Sungeneb, beristirahat di dalam sebuah balai panjang. hamba hamba disuruh melihat lihat, kalau kalau Wiraraja sedang duduk dihadap hamba hambanya. Kembalilah mereka yang disuruh itu, memang Wiraraja sedang dihadap. Berangkatlah raden Wijaya menuju tempat Wiraraja dihadap, terperanjatlah Wiraraja melihat Raden itu, Wiraraja turun, lalu masuk kedalam rumah, bubarlah yang menghadap.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Terhenti hati Raden Wijaya, berkata kepada Sora dan Ranggalawe: "nah, apakah kataku, saya sangat malu, lebih baik aku mati pada waktu aku mengamuk dahulu itu." Maka ia kembali ke balai panjang, kemudian Wiraraja datang menghadap, berbondong bondong dengan seisi rumah, terutama isterinya, bersama sama membawa sirih dan pinang. Kata Ranggalawe: "Nah, tuanku, bukankah itu Wiraraja yang datang menghadap kemari." Maka senanglah hati Raden Wijaya. Isteri Adipati mempersembahkan sirih kepada Raden Wijaya. Wiraraja itu meminta, agar Raden Wijaya masuk di perumahan Adipati. Sang puteri bangsawan naik kereta, isteri Wiraraja semua berjalan kaki, mengiring puteri bangsawan itu, dan Wiraraja mengiring Raden Wijaya. Setelah datang di rumah tempat Wiraraja tidur.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raden Wijaya dihadap didalam balai nomor dua sebelah luar, ia menceriterakan riwayat bagaimana sang batara yang gugur ditengah tengah minum minuman keras itu meninggal dunia, juga menceriterakan bagaimana ia mengamuk orang Daha. Berkatalah Wiraraja: "Sekarang ini, apakah yang menjadi kehendak tuan." Raden Wijaya menjawab: "Saya minta persekutuanmu, jika sekiranya ada belas kasihanmu." Sembah Wiraraja: "Janganlah tuanku khawatir, hanya saja hendaknya tuan bertindak perlahan lahan." Selanjutnya Wiraraja mempersembahkan kain, sabuk dan kain bawah, semuanya dibawa oleh isteri isterinya, terutama isteri pertamanya. Kata Raden: "Bapa Wiraraja, sangat besar hutangku kepadamu, jika tercapailah tujuanku, akan kubagi menjadi dua tanah Jawa nanti, hendaknyalah kamu menikmati seperduanya, saya seperdua." Kata Wiraraja: "bagaimana saja, tuanku, asal tuanku dapat menjadi raja saja."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikianlah janji Raden Wijaya kepada Wiraraja Luar biasa pelayanan Wiraraja terhadap Raden Wijaya, tiap tiap hari mempersembahkan makanan, tak usah dikatakan tentang ia mempersembahkan minuman keras. Lamalah Raden Wijaya bertempat tinggal di Sungeneb. Disitu Arya Wiraraja berkata: "Tuanku hamba mengambil muslihat, hendaknya tuanku pergi menghamba kepada raja Jaya Katong, hendaknyalah tuan seakan akan minta maaf dengan kata kata yang mengandung arti tunduk, kalau sekiranya raja Jaya Katong tak berkeberatan, tuan menghamba itu, hendaknyalah tuan lekas lekas pindah bertempat tinggal di Daha, kalau rupanya sudah dipercaya, hendaknyalah tuan memohon hutan orang Terik kepada raja Jaya Katong, hendaknyalah tuan membuat desa disitu, hamba hamba Maduralah yang akan menebang hutan untuk dijadikan desa, tempat hamba hamba Madura yang menghadap tuanku dekat. Adapun maksud tuanku menghamba itu, agar supaya tuan dapat melihat lihat orang orang raja Jaya Katong, siapa yang setia, yang berani, yang penakut, yang pandai, terutama juga hendaknyalah tuan ketahui sifat sifat Kebo Mundarang,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">sesudah itu semua dapat diukur, hendaknyalah tuanku memohon diri pindah ke hutan orang Terik yang sudah dirubah menjadi desa oleh hamba hamba Madura itu, masih ada perlunya lagi, yalah: "Jika ada hamba hamba tuanku yang berasal dari Tumapel ingin kembali menghamba lagi kepada tuan, hendaknyalah tuan terima, meskipun hamba hamba dari Daha juga, jika mereka ingin mencari perlindungan kepada tuan, hendaknyalah tuan lindungi, jika semua itu sudah, maka tentara Daha tentu terkuasai oleh tuanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang hamba akan berkirim surat kepada raja Jaya Katong."Berangkatlah orang yang disuruh mengantarkan surat, menyeberang ke selatan, menghadap raja Jaya Katong, mempersembahkan surat itu. Adapun bunyi surat: "Tuanku, patik baginda memberi tahu, bahwa cucu paduka baginda mohon ampun, ingin takluk kepada paduka baginda, hendaknyalah paduka baginda maklum, terserah apakah itu diperkenankan atau tidak diperkenankan oleh paduka tuan." Kata Raja Jaya Katong: "Mengapa kami tidak senang, kalau buyung Arsa Wijaya akan menghamba kepada kami." Selanjutnya disuruh kembalilah utusan itu untuk menyampaikan kata katanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah utusan datang lalu menyampaikan perintah. Surat telah dibaca dimuka Raden Wijaya dan dimuka dimuka Wiraraja. Wiraraja senang.Segera Raden Wijaya kembali ke Pulau Jawa, diiring oleh hamba hambanya, dihantarkan oleh orang orang Madura, dan Wiraraja juga menghantarkan kembali di Terung. Setelah datang di Daha, ia dengan tenteram dapat menghadap raja Jaya Katong, sangat dicintai. Ketika ia datang di Daha, kebetulan tepat pada hari raya Galungan, hamba hambanya disuruh oleh raja untuk mengambil bagian didalam pertandingan, menteri menteri Daha sangat heran, karena orang orang itu baik semua, terutama Sora, Rangga Lawe, Nambi, Pedang dan Dangdi, mereka bersama sama lari ketempat pertandingan di Manguntur negara Daha. Bergantilah menteri menteri Daha lari, diantaranya yang merupakan perjurit utama, yalah: Panglet, Mahisa Rubuh dan Patih Kebo Mundarang, mereka ketiga tiganya kalah cepat larinya dengan Rangga Lawe dan Sora. Lama kelamaan Raja Jaya Katong mengadakan pertandingan tusuk menusuk, "Puteraku Arsa Wijaya, hendaknyalah kamu ikut bermain tusuk menusuk, kami ingin melihat, menteri menteri kamilah yang akan menjadi lawanmu." Jawab Raden Wijaya: "Baiklah tuanku." Bertandinglah mereka tusuk menusuk itu, riuh rendah suara bunyi bunyian, orang yang melihat penuh tak ada selatnya, orang orang raja Jaya Katong sering kali terpaksa lari.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kata raja Jaya Katong: "Pintalah buyung Arsa Wijaya, jangan ikut serta, siapakah yang berani melawan tuannya." Raden Wijaya berhenti, kini sepadanlah pertandingan tusuk menusuk itu, kejar mengejar, kemudian Sora menuju ke arah Kebo Mundarang, Rangga Lawe menuju Panglet dan Nambi menuju ke Mahisa Rubuh, akhirnya terpaksa lari menteri menteri Daha itu menghadapi orang orang Raden Wijaya, tak ada yang mengadakan pembalasan, lalu bubar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang Raden Wijaya telah melihat, bahwa menteri menteri Daha dikalahkan oleh orang orangnya. Lalu ia berkirim surat kepada Wiraraja, selanjutnya Wiraraja menyampaikan pesan, agar Raden Wijaya memohon hutan orang Terik. Raja Jaya Katong memperkenankan. Inilah asal usul orang mendirikan desa di hutan orang Terik. Ketika desa sedang dibuat oleh orang orang Madura, ada orang yang lapar karena kurang bekalnya pada waktu ia menebang hutan, ia makan buah maja, merasa pahit, semua dibuanglah buah maja yang diambilnya itu, terkenal ada buah maja pahit rasanya, tempat itu lalu diberi nama Majapahit.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raden Wijaya telah dapat memperhitungkan keadaan Daha. Majapahit telah berupa desa. Orang orang Wiraraja yang mengadakan hubungan dengan Daha, beristirahat di Majapahit. Wiraraja berkirim pesan kepada Raden Wijaya, bagaimana caranya memohon diri kepada raja Jaya Katong. Sekarang Raden Wijaya meminta ijin pindah ke Majapahit Raja Jaya Katong memperkenankannya, lengah karena rasa sayang dan karena kepandaian Raden Wijaya menghamba itu, seperti sungguh sungguh. Setelah Raden Wijaya pindah ke Majapahit, lalu memberi tahu kepada Wiraraja, bahwa menteri menteri Daha telah dapat dikuasai olehnya dan oleh hamba hambanya semua.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raden Wijaya mengajak Wiraraja menyerang Daha, Wiraraja menahan, berkata kepada utusannya: "Jangan tergesa gesa, masih ada muslihat saya lagi, hendaknyalah kamu wahai utusan, bersembah kepada tuanmu, saya ini berteman dengan raja Tatar, itu akan kutawari puteri bangsawan, hendaknyalah kamu utusan, pulang ke Majapahit sekarang. Sepergimu saya akan berkirim surat ke Tatar. Ada perahuku, itu akan saya suruh ikut serta ke Tatar, agar supaya menyampaikan ajakan menyerang Daha.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jika raja Daha telah kalah, maka seluruh pulau Jawa tak ada yang menyamai, itu nanti dapat dimiliki oleh raja Tatar, demikian itu penipuanku terhadap raja Tatar. Hendaknyalah kamu memberi tahu kepada Sang Pangeran, bahwasanya ini agar supaya raja itu mau ikut serta mengalahkan Daha." Utusan pulang kembali ke Majapahit, Raden Wijaya senang diberi tahu semua pesan Wiraraja itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesudah utusan kembali, Wiraraja lalu berkirim utusan ke Tatar. Wiraraja pindah ke Majapahit, seisi rumah dan membawa tentara dari Madura, yalah semua orang Madura yang baik dibawa beserta senjatanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah utusan datang dari Tatar, lalu menyerang Daha. Tentara Tatar keluar dari sebelah utara, tentara Madura dan Majapahit keluar dari timur, Raja Katong bingung, tak tahu mana yang harus dijaga. Kemudian diserang dengan hebat dari utara oleh tentara Tatar. Kebo Mundarang, Panglet dan Mahisa Rubuh menjaga tentara dari timur. Panglet mati oleh Sora, Kebo rubuh mati oleh Nambi, Kebo Mundarang bertemu dengan Rangga Lawe, terpaksa larilah Kebo Mundarang, dapat dikejar di lembah Trinipati, akhirnya mati oleh Rangga Lawe, Kebo Mundarang berpesan kepada Rangga Lawe: "Wahai Rangga Lawe, saya mempunyai seorang anak perempuan, hendaknyalah itu diambil oleh Ki Sora sebagai anugerah atas keberaniannya."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raja Jaya Katong yang bertempur ke Utara, bersenjatakan perisai, diserang bersama sama oleh orang orang Tatar, akhirnya tertangkap dan dipenjara oleh orang Tatar. Raden Wijaya lekas lekas masuk kedalam istana Daha, untuk melarikan puteri bangsawan yang muda, lalu dibawa ke Majapahit, sedatangnya di Majapahit orang orang Tatar datang untuk meminta puteri puteri bangsawan, karena Wiraraja telah menyanggupkan itu, jika Daha telah kalah, akan memberikan dua orang puteri bangsawan yang berasal dari Tumapel, kedua duanya semua. Maka bingunglah para menteri semua, mencari cari kesanggupan lain, Sora berkata: "Nah, saya saja yang akan mengamuk bilamana orang orang Tatar datang kemari." Arya Wiraraja menjawab: "Sesungguhnya, wahai buyung Sora, masih ada muslihatku lagi."maka dicari dicarilah kesanggupan kesanggupan. Itulah yang dimusyawarahkan oleh menteri menteri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sora menyatakan kesanggupannya: " Tak seberapa kalau saya mengamuk orang orang Tatar." Pada waktu sore hari, waktu matahari sudah condong ke barat, orang orang Tatar datang meminta puteri puteri bangsawan. Wiraraja menjawab: "Wahai, orang orang Tatar semua, janganlah kamu kalian tergesa gesa, puteri puteri raja itu sedang sedih, karena telah cemas melihat tentara tentara pada waktu Tumapel kalah, lebih lebih ketika Daha kalah, sangat takut melihat segala yang serba tajam. Besok pagi saja mereka akan diserahkan kepada kamu, ditempatkan kedalam kotak, diusung, dihias dengan kain kain, dihantarkan ke perahumu, sebabnya mereka ditempatkan didalam peti itu, karena mereka segan melihat barang barang yang tajam, dan yang menerimanya puteri puteri bangsawan itu, hendaknyalah jangan orang Tatar yang jelek, tetapi orang orang yang bagus jangan membawa teman, karena janji puteri puteri bangsawan itu, kalau sampai terjadi melihat yang serba tajam, meskipun sudah tiba diatas perahu, mereka akan terjun kedalam air, bukankah akan sia sia saja, bahwasanya kalian telah mempertaruhkan jiwa itu, jika puteri puteri bangsawan ini sampai terjadi terjun kedalam air." Percayalah orang orang Tatar, ditipu itu. Kata seorang Tatar: "Sangat betul perkataan tuan."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesudah datang saat perjanjian menyerahkan puteri puteri bangsawan itu, orang orang Tatar datang berbondong bondong meminta puteri puteri bangsawan, semua tak ada yang membawa senjata tajam. Setelah mereka masuk kedalam pintu Bayangkara, orang orang Tatar itu ditutupi pintu, dikunci dari luar dan dari dalam, Sora telah menyisipkan keris pada pahanya. Sekonyong konyong orang orang Tatar diamuk oleh Sora, habis, mati semua. Ranggalawe mengamuk kepada mereka yang berada di luar balai tempat orang menghadap, dikejar sampai ketempat kemana saja mereka lari, kemuara Canggu, diikuti dan dibunuh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kira kira sepuluh hari kemudian, mereka yang pergi berperang, datang dari Malayu, mendapat dua orang puteri, yang seorang dikawin oleh Raden Wijaya, yalah yang bernama Raden Dara Pethak, adapun yang tua bernama Dara Jingga, kawin dengan seorang Dewa, melahirkan seorang anak laki laki menjadi raja di Malayu, bernama Tuhan Janaka, nama nobatannya: Sri Warmadewa alias Raja Mantrolot Peristiwa Malayu dan Tumapel itu bersamaan waktunya pada tahun Saka: Pendeta Sembilan Bersamadi atau 1197. Raja Katong naik diatas tahta kerajaan di Daha pada tahun Saka: Ular Muka Dara Tunggal atau 1198 Setelah Raka Katong datang di Junggaluh ia mengarang kidung: Wukir Polaman, selesai mengarang kidung ia wafat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 7</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang Raden Wijaya menjadi raja pada tahun Saka: Rasa Rupa Dua Bulan atau 1216. Kemudian ia mempunyai seorang anak laki laki dari Dara Pethak, nama kesatriyannya: Raden Kalagemet. Adapun dua orang anak perempuan Batara Siwa Buda, yang dibayang bayangkan kepada orang Tatar, keduanya itu juga dikawin oleh Raden Wijaya, yang tua menjadi ratu di Kahuripan, yang muda menjadi ratu di Daha. Nama nobatan Raden Wijaya pada waktu menjadi raja: Sri Kertarajasa. Didalam tahun pemerintahannya ia mendapat penyakit bisul berbengkak. Ia wafat di Antapura, wafat pada tahun 1257.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 8</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raden Kalagemet menggantikannya menjadi raja, nama nobatannya: Batara Jayanagara. Sri Siwa Buda dicandikan di Tumapel, nama resmi candi: Purwa Patapan. Berdiri candi itu berselat 17 tahun dengan peristiwa Ranggalawe. Ranggalawe akan dijadikan patih, tetapi urung, itulah sebabnya maka ia mengadakan pemberontakan di Tuban, dan mengadakan perserikatan dengan kawan kawannya. Telah terjadi orang orang Tuban di gunung sebelah utara dimasukkan didalam perserikatannya , mereka itu semua menaruh perhatian kepada Ranggalawe. Nama orang orang yang menyetujuinya, yalah: Panji Marajaya, Ra Jaran Waha, Ra Arya Sidi, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Galatik, Ra Tati, mereka itu teman teman Ranggalawe pada waktu berontak. Adapun sebabnya ia pergi dari Majapahit itu, merebut kedudukan, Mahapati menjalankan fitnah dengan bahan kata kata Ranggalawe: "Jangan banyak bicara, didalam kitab Partayadnya ada tempat untuk penakut penakut."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah terdengar, bahwa Ranggalawe berontak, Mahapatih-lah yang memberi memberi tahu hal itu, maka raja Jayanagara marah, semua teman teman Ranggalawe didalam pemberontakan itu mati, hanya Ra Gelatik yang masih hidup, karena ia disuruh berbalik hati.Peristiwa Ranggalawe itu pada tahun saka: Kuda Bumi Sayap Orang, atau 1217.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Wiraraja memohon diri untuk bertempat tinggal di Lamajang, yang luasnya tiga daerah juru, karena Raden Wijaya telah berjanji akan membagi dua Pulau Jawa, dan akan menganugerahkan daerah lembah Lumajang sebelah selatan dan utara beserta daerah tiga juru Telah lama itu dinikmati oleh Wiraraja, Nambi masih menjadi patih, Sora menjadi Demung dan Tipar menjadi Tumenggung. Tumenggung pada waktu itu lebih rendah dari pada Demung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Wiraraja tidak kembali ke Majapahit, ia tidak mau menghamba. Setelah berselat tiga tahun dari peristiwa Ranggalawe maka terjadilah peristiwa Sora. Sora difitnah oleh Mahapati, dan Sora ini dapat dilenyapkan, dibunuh oleh Kebo Mundarang, pada tahun saka: Baba Tangan Orang atau 1222.Juga Nambi difitnah oleh Mahapati, jasa jasa perangnya tidak diperhatikan, pada waktu ia melihat saat yang tepat dan baik, ia memohon diri untuk meninjau Wiraraja yang menderita sakit. Sri Jayanagara memberi ijin, hanya saja tidak diperkenankan pergi lama lama. Nambi tak datang kembali, menetap di Lembah, mendirikan benteng, menyiapkan tentara. Wiraraja meninggal dunia. Sri Jayanagara menjadi raja, lamanya dua tahun</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada peristiwa gunung meletus, yalah gunung Lungge pada tahun saka: Api Api Tangan Satu atau : 1233. Selanjutnya terjadi peristiwa Juru Demung, berselat dua tahun dengan peristiwa Sora. Juru Demung mati pada tahun saka: Keinginan Sifat Sayap Orang, atau: 1235. Lalu terjadi peristiwa Gajah Biru pada tahun saka: Rasa Sifat Sayap Orang atau: 1236. Selanjutnya terjadi peristiwa Mandana, Jayanagara berangkat sendiri untuk melenyapkan orang orang Mandana. Sesudah itu ia pergi ke timur untuk melenyapkan Nambi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Nambi diberi tahu, bahwa Juru Demung sudah mati, demikian pula patih pengasuh, Tumenggung Jaran Lejong, menteri menteri pemberani semua sudah mati, gugur di medan perang. Nambi berkata: "Kakak Samara, Ki Derpana, Ki Teguh, Paman Jaran Bangkal, Ki Wirot, Ra Windan, Ra Jangkung, jika dibanding banding, orang orang disebelah timur ini, tak akan kalah, apalagi setelah mereka sudah rusak itu, siapa lagi yang menjadi teras orang orang sebelah barat, apakah Jabung Terewes, Lembu Peteng atau Ikal Ikalan Bang, saja tak akan gentar, biar selaksa semacam itu didepan dan dibelakang, akan kuhadapi pula seperti perang di Bubat." Setelah orang orang Majapahit datang, dan Nambi pergi ke selatan, maka Ganding rusak, piyagamnya dapat dirampas, Nambi dikejar kejar dan didesak, Derpana, Samara, Wirot Made, Windan, Jangkung mulai bertindak, terutama Nambi, ia mengadakan serangan pertama tama. seakan akan tercabutlah orang orang Majapahit, tak ada yang mengadakan perlawanan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jabung Terewes, Lembu Peteng dan Ikal Ikalan Bang lalu bersama sama menyerang Nambi, Nambi gugur, demikian pula teman teman Nambi yang menyerang tadi gugur semua, patahlah perlawanan di Rabut Buhayabang, orang orang disebelah timur itu mencabut payung kebesarannya, daerah Lumajang kalah pada tahun saka: Ular Menggigit Bulan, atau: 1238. Peristiwa Wagal dan Mandana itu bersamaan waktunya. Berselat dua tahun Peristiwa Wagal dengan peristiwa Lasem. Semi dibunuh, ia mati dibawah pohon kapuk, pada tahun saka: Bukan Kitab Suci Sayap Orang, atau: 1240.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesudah itu terjadi peristiwa Ra Kuti. Ada dua golongan Darmaputra Raja, mereka ini dahulunya adalah pejabat pejabat yang diberi anugerah raja, banyaknya tujuh orang, bernama: Kuti, Ra Pangsa, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Tanca dan Ra Banyak. Ra Kuti dan Ra Semi dibunuh, karena difitnah oleh Mahapati, akhirnya Mahapati diketahui melakukan fitnahan, ia ditangkap, dan dibunuh seperti seekor babi hutan, dosanya akan pergi sendiri ke Bedander. Ia pergi pada waktu malam, tak ada orang tahu, hanya orang orang Bayangkara mengiringkannya,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">semua yang kebetulan mendapat giliran menjaga pada waktu raja pergi itu, banyaknya 15 orang, pada waktu itu Gajah Mada menjadi Kepala Bayangkara dan kebetulan juga sedang menerima giliran menjaga, itulah sebabnya ia mengiring raja pada waktu raja pergi dengan menyamar itu. Lamalah raja tinggal di Bedander.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Adalah seorang pejabat, ia memohon ijin akan pulang kerumahnya, tidak diperbolehkan oleh Gajah Mada, karena jumlah orang yang mengiring raja hanya sedikit, ia memaksa akan pulang, lalu ditusuk oleh Gajah Mada, maksud ia menusuk itu, yalah: "jangan jangan ia nanti memberi tahu, bahwa raja bertempat tinggal dirumah kepala desa Bedander, sehingga Ra Kuti, sehingga Ra Kuti dapat mengetahuinya. Kira kira lima hari kemudiannya Gajah Mada memohon ijin untuk pergi ke Majapahit. Sedatangnya di Majapahit, Gajah Mada ditanyai oleh para Amanca Negara tentang tempat raja, ia mengatakan, bahwa raja telah diambil oleh teman teman Kuti.Orang orang yang diberi tahu semuanya menangis, Gajah Mada berkata: "Janganlah menangis, apakah tuan tuan tidak ingin menghamba kepada Ra Kuti." Menjawablah yang diajak berbicara itu: "Apakah kata tuan itu, Ra Kuti bukan tuan kami."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya Gajah Mada memberi tahu bahwa raja berada di Bedander, Gajah Mada lalu mengadakan persetujuan dengan para menteri, mereka semua sanggup membunuh Ra Kuti, dan Ra Kuti mati dibunuh.Raja pulang dari Bedander, kepala desa ditinggalkan, selanjutnya ia menjadi orang yang terkenal pada waktu itu. Sesudah raja pulang, maka Gajah Mada tak lagi menjadi Kepala orang orang Bayangkara, dua bulan lamanya ia mendapat cuti dibebaskan dari kewajiban, ia dipindah menjadi Patih di Kahuripan, dua tahun lamanya menjadi patih itu. Sang Arya Tilam, patih di Daha meninggal dunia, Gajah Mada menggantinya, ditempatkan menjadi patih di Daha, patih Mangkubumi Sang Arya Tadah menyetujui, ialah yang menyokong Gajah Mada menjadi patih di Daha itu. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raja Jayanagara mempunyai dua orang saudara perempuan, lain ibu, mereka tak diperbolehkan kawin dengan orang lain, akan diambil sendiri. Pada waktu itu tak ada kesatriya di Majapahit, tiap tiap kesatriya yang tampak lalu dilenyapkan, jangan jangan ada yang mengingini adiknya itu, itulah sebabnya maka kesatriya kesatriya bersembunyi tidak keluar. Isteri Tanca menyiarkan berita, bahwa ia diperlakukan tidak baik oleh raja. Tanca dituntut oleh Gajah Mada. Kebetulan raja Jayanegara menderita sakit bengkak, tak dapat pergi keluar, Tanca mendapat perintah untuk melakukan pembedahan dengan taji, ia menghadap didekat tempat tidur. Raja ditusuk oleh Tanca dengan taji sekali dua kali, tidak makan tajinya, lalu raja diminta agar supaya meletakkan jimatnya, ia meletakkan jimatnya didekat tempat tidur, ditusuk oleh Tanca, tajinya makan, diteruskan ditusuk oleh Tanca, sehingga mati ditempat tidur itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanca segera dibunuh oleh Gajah Mada, matilah Tanca. Berselat sembilan tahunlah peristiwa Kuti dan peristiwa Tanca itu, pada tahun saka: Abu Unsur memukul Raja atau: 1250. Raja dicandikan di Kapopongan, nama resmi candi itu: Srenggapura, arcanya di Antawulan. Pada waktu itu para kesatriya menginjakkan kaki di Majapahit lagi. Raden Cakradara dipilih pada sayembara menjadi suami seri ratu di Kahuripan. Raden Kuda Merta kawin dengan seri ratu di Daha. Raden Kuda Merta menjadi raja di Wengker, Sri Paduka Prameswara di Pamotan, nama nobatannya: Sri Wijayarajasa. Adalah anak Raden Cakradara, menjadi raja di Tumapel, nama nobatannya Sri Kertawardana.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 9</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sri Ratu di kahuripan menjadi raja pada tahun saka: Sunyi Keinginan Sayap Bumi, atau: 1250. Seri Ratu di Kahuripan itu mempunyai tiga orang anak, yalah: Batara Prabu, panggilannya Seri Hayam Wuruk, Raden tetep, sebutannya jika ia bermain kedok: Dalang Tritaraju, jika ia bermain wayang dan melawak: Gagak Ketawang, di kalangan pemeluk agama Siwa: Mpu Janeswara, nama nobatannya Seri Rajasa Nagara, sebagai Prabu: Seri Baginda Sang Hyang Wekasing Suka. Adiknya perempuan kawin dengan raden Larang, yang juga disebut Baginda di Matahun, tidak mempunyai anak, adiknya yang bungsu, yalah: Seri ratu di Pajang, kawin dengan Raden Sumana, yang juga disebut Baginda di Paguhan, ini adalah saudara sepupu Seri Ratu di Kahuripan. Isteri Baginda di Gundal, dicandikan di Sajabung,nama resmi candi itu: Bajra Jina Parimita Pura.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selanjutnya terjadi peristiwa Sadeng. Tadah yang menjadi patih Mangkubumi menderita sakit, sering sekonyong konyong tak berkuasa menghadap, memajukan permohonan kehadapan Paduka batara untuk diijinkan berhenti, tidak dikabulkan oleh Seri Ratu di Kahuripan, Sang Arya Tadah kembali pulang, memanggil Gajah Mada, mengadakan pembicaraan di ruang tengah, Gajah Mada diminta menjadi Patih di Majapahit, meskipun tidak berpangkat Mangkubumi: "Saya akan membantu didalam soal soal yang luar biasa," Gajah Mada berkata: " Anaknda tidak sanggup jika menjadi patih sekarang ini, jika sudah kembali dari Sadeng, hamba mau menjadi patih, itupun jika tuan suka memaafkan segala kekurangan kemampuan anaknda ini." "Nah, buyung, saya akan membantu didalam segala kesukaran, dan didalam soal soal yang luar biasa."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang besarlah hati Gajah Mada, mendengar kesanggupan sang Arya Tadah itu. kini ia berangkat ke Sadeng. Para menteri araraman dibohongi, juga patih Mangkubumi juga kena tipu, bahwasanya Kembar telah lebih dahulu mengepung Sadeng. Mangkubumi marah, memberi perintah kepada menteri luar, banyak mereka yang berangkat lima satuan, dikepalai oleh bekel, masing masing satuan terdiri dari lima orang. Kembar dijumpai didalam hutan, mereka berdiri diatas pohon yang roboh, berayun ayun seperti orang naik kuda sambil melambai lambaikan cambuk kepada mereka yang menyuruh agar Kembar kembali dan tidak melanjutkan perjalanan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Disampaikanlah pesan dari para menteri semua, terutama juga dari gusti patih Mangkubumi, menyuruh agar Kembar kembali, karena dikhabarkan mendahului mengepung orang orang Sadeng. Dicambuklah muka orang yang menyuruh kembali, tidak kena karena berlindung dibalik pohon, Kembar lalu berkata: "Tidak ada orang yang diindahkan oleh Kembar ini, didalam perang saja tidak mau mengindahkan tuanmu itu." Pergilah yang mendapat perintah untuk menyuruh kembali tadi, dan memberi tahu semua yang dikatakan oleh Kembar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Gajah Mada diam, merasa sangat diperolok olok, orang orang Sadeng dikepung, Tuhan Waruju seorang Dewa Putera dari Pamelekahan, jikalau membunyikan cambuk, terdengar di ruang angkasa, terperanjat orang Majapahit.Segera Sang Sinuhun tadi datang, mengalahkan Sadeng.Peristiwa Tanca dan Sadeng itu berselat tiga tahun, pada tahun saka: Tindakan Unsur Lihat Daging, atau: 1256. Setelah Kembar kembali dari Sadeng, lalu menjadi bekel araman, Gajah Mada menjadi Angabehi, Jaran Baya, Jalu, Demang Bucang, Gagak Nunge, Jenar dan Arya Rahu mendapat pangkat, Lembu Peteng menjadi Tumenggung. Gajah Mada menjadi patih Mangkubumi, tidak mau mengambil istirahat, Gajah Mada berkata: "Jika pulau pulau diluar Majapahit sudah kalah, saya akan istirahat, nanti kalau sudah kalah Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah saya menikmati masa istirahat." </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada waktu itu para menteri sedang lengkap duduk menghadap di balai penghadapan. Kembar memperolok olok Gajah Mada dengan menyebut kesalahan kesalahan dan kekurangan kekurangannya, dan menumpahkan telempak, Ra banyak ikut serta menambah mengemukakan celaan celaan. Jabung Terewes, Lembu Peteng tertawa. lalu Gajah Mada turun mengadukan soal itu kehadapan batara di Koripan, baginda marah, kemarahan dan penghinaan ini disampaikan kepada Arya Tadah.Dosa Kembar telah banyak, Warak dilenyapkan, tak dikatakan pada Kembar, mereka mati semua.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 10</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selanjutnya terjadi peristiwa orang orang Sunda di Bubat. Seri Baginda Prabu mengingini puteri Sunda. Patih Madu mendapat perintah menyampaikan permintaan kepada orang Sunda, orang Sunda tidak berkeberatan mengadakan pertalian perkawinan. Raja Sunda datang di Majapahit, yalah Sang Baginda Maharaja, tetapi ia tidak mempersembahkan puterinya. Orang Sunda bertekad berperang, itulah sikap yang telah mendapat sepakat, karena Patih Majapahit keberatan jika perkawinan dilakukan dengan perayaan resmi, kehendaknya yalah agar puteri Sunda itu dijadikan persembahan. Orang Sunda tidak setuju. Gajah Mada melaporkan sikap orang orang Sunda. Baginda di Wengker menyatakan kesanggupan: "jangan khawatir, kakak Baginda, sayalah yang akan melawan berperang." Gajah Mada memberitahu tentang sikap orang Sunda. Lalu orang Majapahit berkumpul, mengepung orang Sunda.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Orang Sunda akan mempersembahkan puteri raja, tetapi tidak diperkenankan oleh bangsawan bangsawannya, mereka ini sanggup gugur dimedan perang di Bubat, tak akan menyerah, akan mempertaruhkan darahnya. Kesanggupan bangsawan bangsawan itu mengalirkan darah, para terkemuka pada fihak Sunda yang bersemangat, yalah: Larang Agung, Tuhan Sohan, Tuhan Gempong, Panji Melong, orang orang dari Tobong Barang, Rangga Cahot, Tuhan Usus, Tuhan Sohan, Orang Pangulu, Orang Saja, Rangga Kaweni, Orang Siring, Satrajali, Jagadsaja, semua rakyat Sunda bersorak. Bercampur dengan bunyi bende, keriuhan sorak tadi seperti guruh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sang Prabu Maharaja telah mendahului gugur, jatuh bersama sama dengan Tuhan Usus. Seri Baginda Parameswara menuju ke Bubat, ia tidak tahu bahwa orang orang Sunda masih banyak yang belum gugur, bangsawan bangsawan, mereka yang terkemuka lalu menyerang, orang Majapahit rusak. Adapun yang mengadakan perlawanan dan melakukan pembalasan, yalah: Arya Sentong, Patih Gowi, Patih Marga Lewih, Patih Teteg, dan Jaran Baya. Semua menteri araman itu berperang dengan naik kuda, terdesaklah orang Sunda, lalu mengadakan serangan ke selatan dan ke barat, menuju tempat Gajah Mada, masing masing orang Sunda yang tiba dimuka kereta, gugur, darah seperti lautan, bangkai seperti gunung, hancurlah orang orang Sunda, tak ada yang ketinggalan, pada tahun saka: Sembilan Kuda Sayap Bumi, atau: 1279.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Peristiwa Sunda itu bersama sama dengan peristiwa Dompo. Sekarang Gajah Mada menikmati masa istirahat, sebelas tahun ia menjadi Mangkubumi. Berhubung dengan puteri Sunda itu mati, maka Batara Prabu lalu kawin dengan anak perempuan Baginda Prameswara, yalah: Paduka Sori, dari perkawinan itu lahirlah seorang anak perempuan, yalah Seri Ratu di Lasem Sang Ayu, dari perkawinannya dengan isteri lain, lahirlah baginda di Wirabumi, yang diambil menjadi anak angkat Seri Ratu di Daha. Seri ratu di Pajang mempunyai tiga orang anak: Seri Baginda Hyang Wisesa, nama kesatriyannya Raden Gagak Sali, namanya sebagai Raja Aji Wikrama, kawin dengan Seri Ratu di Lasem yalah: Sang Ayu, lalu mempunyai seorang anak, yalah: Seri Baginda Wekasing Suka, anak yang kedua perempuan, yalah: Seri Ratu di Lasem Sang Alemu, kawin dengan baginda di Wirabumi, adapun anak yang ketiga juga perempuan, menjadi Seri ratu di Kahuripan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ada lagi anak Baginda di Tumapel, nama kesatriyannya Raden Sotor, menjadi hino di Koripan, lalu pindah menjadi hino di Daha, selanjutnya menjadi hino di Majapahit, ini mempunyai seorang anak laki laki, yalah: Raden Sumirat, kawin dengan Seri Ratu di Kahuripan dan menjadi raja dengan sebutan Baginda di Pandan Salas. Lalu terjadi peristiwa upacara selamatan roh nenek moyang yang dinamakan Srada Agung, pada tahun saka: Empat Ular Dua Tunggal, atau: 1284.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sang Patih Gajah Mada wafat pada tahun saka: Langit Muka Mata Bulan, atau 1290, tiga tahun lamanya tak ada yang mengganti menjadi patih. Gajah Enggon menjadi patih pada tahun saka: Sifat Sembilan Sayap Orang, atau: 1293. Seri Ratu di Daha wafat, dicandikan di Adilangu, nama resmi candi itu Gunung Purwawisesa. Seri Ratu di kahuripan wafat, dicandikan di Panggih, nama resmi candinya Gunung Pantarapura.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selanjutnya terjadi peristiwa gunung baru pada tahun saka: Ular Liang Telinga Orang, atau: 1208. Lalu terjadi peristiwa gunung meletus, pada minggu Madasia, tahun saka: Pendeta Sunyi Sifat Tunggal, atau: 1307. Baginda di Tumapel wafat, ia wafat di Suniyalaya pada tahun saka: Gajah Sunyi Tindakan Ekor, atau" 1308, dicandikan di Japan, nama resmi candi itu Sarwa Jaya Purwa. Baginda Hyang Wisesa mempunyai anak,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">1. Seri Baginda di Tumapel</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">2. Perempuan, yalah: Seri Ratu Prabu-stri, yang lalu mempunyai nama nobatan: Dewi Suhita</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">3. Bungsu laki laki, yalah: Baginda di Tumapel alias Sri Kerta RajasaBaginda di Pandan Salas mempunyai anak</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">· Baginda di Koripan, alias Baginda Hyang Prameswara, nama nobatannya Aji Ratna Pangkaja, kawin dengan Seri ratu Prabu-stri, tidak berputera</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">· Perempuan, Sang ratu Ratu di Mataram, yang kawin dengan Baginda Hyang Wisesa</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">· Perempuan, Sang ratu di Lasem, yang kawin dengan Baginda di Tumapel</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">· Perempuan lagi, Sang Ratu di Matahun</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baginda di Tumapel mempunyai anak laki laki, menjadi raja di Wengker, kawin dengan Seri ratu di Matahun, anak kedua menjadi raja di Paguhan, anak ketiga lahir dari isteri muda, perempuan, yalah: Seri Ratu di Jagaraga, kawin dengan Baginda Parameswara, tidak beranak, anak kelima, yalah: Sang ratu di Pajang, juga kawin dengan Baginda di Paguhan, jadi dibayuh sama sama saudara, tidak mempunyai anak.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baginda di Keling kawin dengan Seri ratu di Kembang Jenar.Anak laki laki Baginda di Wengker, yalah Baginda di Kabalan.Baginda di Paguhan mempunyai anak dari isteri kelahiran golongan kesatriya, perempuan yalah: Sang ratu di Singapura, kawin dengan Baginda di Pandan Salas. Baginda Prameswara di Pamotan, wafat pada tahun saka: Langit Rupa Menggigit Bulan, atau: 1310, ia dicandikan di Manyar, nama resmi candinya Wisnu Bawana Pura.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seri ratu di Matahun wafat, dicandikan di Tiga Wangi, nama resmi candi itu Kusuma Pura. Paduka Sori wafat. Sang ratu di Pajang wafat, dicandikan di Embul, nama resmi candi Girindra Pura. Baginda di Paguhan wafat, dicandikan di Lobencal, nama resmi candi Parwa Tiga Pura.Baginda Hyang Wekasing Suka, wafat pada tahun saka: Bumi Rupa Ayah Ibu, atau 1311.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 11</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baginda Hyang Wisesa dinobatkan menjadi raja. Lalu terjadi peristiwa gunung meletus didalam minggu Prangbakat, pada tahun saka: Muka Orang Tindakan Ular, atau : 1317. Selanjutnya Gajah Enggon meninggal dunia pada tahun saka: Sunyi Sayap Tindakan Orang, atau: 1320. ia menjadi patih 27 tahun lamanya. Baginda Hyang Wekasing Suka mengangkat Gajah Manguri menjadi patih. Baginda Hyang Wekasing Suka wafat, ia wafat di Indra Bawana, pada tahun saka: Orang Mata Api Bulan, atau 1321, dicandikan di Tanjung, nama resmi candi Parama Suka Pura. Baginda Hyang Wisesa menjadi pendeta pada tahun saka: Mata Sayap api Bulan, atau: 1322.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 12</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seri Ratu Batara Isteri dinobatkan menjadi Raja.Sang ratu di Lasem wafat di Kawidyadaren, dicandikan di Pabangan, nama resmi candi: Laksmi Pura.Sang Ratu di Kahuripan wafat. Sang Ratu di Lasem yalah Sang ratu Gemuk wafat. Baginda di Pandan Salas wafat, dicandikan di Jinggan, nama resmi candi Sri Wisnu Pura. Baginda Hyang Wisesa bercekcok dengan Baginda Wirabumi, mereka segan bersama sama berbicara, saling diam mendiamkan, akhirnya berpisah sampai itu terjadi pada tahun saka 1323.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiga tahun kemudian lalu terjadi lagi huru hara. Kedua duanya mengumpulkan orang orangnya, Baginda di Tumapel dan baginda Hyang Prameswara diminta datang. "Siapakah yang harus kami ikuti." maka terjadilah perang malang. Ia masgul dan bertekad akan pergi. Baginda "jangan tergesa gesa pergi, sayalah yang akan melawan." Baginda Hyang Wisnu menurut dan mengumpulkan orang orangnya lagi, dihulubalangi oleh Baginda di Tumapel. di daha diambil oleh baginda Hyang Wisesa, dibawa keatas perahu, dikejar oleh Raden Gajah yang mempunyai nama nobatan Ratu Angabaya, baginda Narapati. Terkejar didalam perahu, dibunuh, dipenggal kepalanya, dibawa ke Majapahit, dicandikan di Lung, nama resmi candinya Gorisa, pada tahun saka: Ular Sifat Menggigit Bulan, atau: 1328, pada tahun itu terjadi huru hara ini. Empat tahun kemudiannya Gajah Manguri meninggal dunia pada tahun saka: Sayap Sifat Tindakan Orang, atau : 1332.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Gajah Lembaga menjadi patih, lamanya 12 tahun. Selanjutnya terjadi peristiwa gunung meletus didalam minggu Julung Pujut, pada tahun saka: Tindakan Kitab Suci Sifat Orang, atau: 1343 Gajah Lembana meninggal dunia pada tahun saka:</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Api Api Tindakan Bumi, atau: 1335. Tuhan Kanaka menjadi patih lamanya 3 tahun. Seri Ratu di Daha wafat, Seri Ratu di Matahun wafat, Seri Ratu di Mataram wafat. Selanjutnya terjadi masa kekurangan makan yang sangat lama pada tahun saka: Ular Jaman Menggigit Orang, atau : 1348. Baginda di Tumapel wafat pada tahun saka: Sembilan Jaman Tindakan Orang, atau: 1349, dicandikan di Lokerep, nama candinya Asmarasaba. Baginda di Wengker wafat, dicandikan di Sumengka.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 13</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tuhan Kanaka meninggal dunia pada tahun saka: Sayap Luka Sifat Orang, atau : 1363. Tujuh belas tahun lamanya menjadi patih. Seri ratu di Lasem wafat di Jinggan. Baginda di Pandan Salas wafat. Raden Jagulu, Raden Gajah dilenyapkan, karena dianggap melakukan dosa, yalah: memenggal kepala Baginda di Wirabumi, pada tahun saka: Unsur Memanah Telur Tunggal, atau: 1355. Seri Ratu di Daha menjadi raja pada tahun saka: Sembilan lima api bulan, atau 1359. Baginda Parameswara wafat, ia wafat di Wisnu Bawana, pada tahun saka: Ular Golongan Api Bulan, atau tahun: 1359, dicandikan di Singajaya. Baginda Keling wafat, dicandikan di Apa Apa. Seri Ratu Prabu-stri wafat pada tahun saka: Sembilan Rasa Api Bulan, atau: 1369, dicandikan di Singajaya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 14</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lalu Baginda Tumapel mengganti menjadi raja. Baginda di Paguhan melenyapkan orang orang di Tidung Galating, dan ini dilaporkan ke Majapahit. Lalu terjadi gempa bumi pada tahun saka: Sayap Golongan Menggigit Bulan, atau: 1372. Baginda di Paguhan wafat di Canggu, dicandikan di Sabyantara. Baginda Hyang wafat, dicandikan di Puri. Baginda di Jagaraga wafat. Seri Ratu di Kabalan wafat, dicandikan di Pajang Wafat, dicandikan menjadi satu di Sabyantara. Lalu terjadi gunung meletus didalam minggu Kuningan, pada tahun saka: Belut Pendeta Menggigit Bulan, atau: 1373</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baginda Prabu wafat pada tahun saka: Api Gunung Tindakan Ekor, atau: 1373, nama resmi candinya Kerta Wijaya Pura.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 15</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baginda di Pamotan menjadi raja di Pamotan menjadi raja di Keling, Kahuripan, nama nobatannya Sri Rajasawardana. Sang Sinagara, dicandikan di Sepang pada tahun saka: Keinginan Kuda menggigit Orang, atau: 1375.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 16</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiga tahun lamanya tidak ada raja.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 17</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lalu Baginda di Wengker menjadi raja, nama nobatannya Baginda Hyang Purwa Wisesa, pada tahun saka: Pendeta Tujuh Api Menggigit Bulan, atau: 1378. Lalu terjadi peristiwa gunung meletus didalam minggu Landep, pada tahun saka: Empat Ular Tiga Pohon, atau: 1384. Baginda di Daha wafat pada tahun saka: Golongan Pendeta Api Tunggal, atau: 1386. Baginda Hyang Purwa Wisesa wafat, dicandikan di Puri, pada tahun saka: Pendeta Ular Api Bulan, atau: 1388. Lalu Baginda di Jagaraga wafat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pararaton bagian 18</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baginda di Pandan Salas menjadi raja di Tumapel, lalu menjadi Baginda Prabu pada tahun saka: Pendeta Ular Tindakan Tunggal, atau: 1388.Ia menjadi Prabu dua tahun lamanya. Selanjutnya pergi dari istana.Anak anak sang Sinaraga yalah: Baginda di Kahuripan, Baginda di Mataram, baginda di Pamotan dan yang bungsu yalah: baginda Kertabumi, ini adalah paman baginda yang wafat didalam kedatuan pada tahun saka: Sunyi Tidak Jaman Orang, atau: 1400.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lalu terjadi peristiwa gunung meletus, didalam minggu Watu Gunung pada tahun saka: Tindakan Angkasa Laut Ekor, atau: 1403.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Demikian itulah kitab tentang para datu. Selesai ditulis di Itcasada di desa Sela Penek, pada tahun saka: Keinginginan Sifat Angin Orang, atau: 1535.Diselesaikan ditulis hari Pahing, Sabtu, minggu Warigadyan, tanggal dua, tengah bulan menghitam, bulan kedua. Semoga ini diterima baik oleh yang berkenan membaca, banyak kekurangan dan kelebihan huruf hurufnya, sukar dinikmati, tak terkatakan berapa banyaknya memang rusak, memang ini adalah hasil dari kebodohan yang meluap luap berhubung baharu saja belajar.Semoga panjang umur, mudah mudahan demikian hendaknya, demikianlah, semoga selamat bahagia, juga sipenulis ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber : <a href="http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/kitab-pararaton_10.html">http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/kitab-pararaton_10.html</a></span>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-7156669606447048062.post-87764478165720952052012-06-27T06:43:00.000-07:002012-06-27T06:43:27.148-07:00Legenda Calon Arang dan Serat Calon Arang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEja41dwVquoGrc9UWXsoaBrvfm28d4HEL3Yx_t_g4Gi5gsBsPisKkZTtCXqpw51HTlyKZxoD3z246AwClZOPrdlt8nL8dy9E0E2FXmJ1IMjhvr5WRKhwInlDwbO_OfRNU7UTvXm7XGwhArJ/s1600/calon+arang.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEja41dwVquoGrc9UWXsoaBrvfm28d4HEL3Yx_t_g4Gi5gsBsPisKkZTtCXqpw51HTlyKZxoD3z246AwClZOPrdlt8nL8dy9E0E2FXmJ1IMjhvr5WRKhwInlDwbO_OfRNU7UTvXm7XGwhArJ/s320/calon+arang.jpg" width="239" /></a></div><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Naskah lontar yang berisi Ceritera <b>Calon Arang</b> itu ditulis dengan aksara Bali Kuna. Jumlahnya empat naskah, asing-masing bernomor Godex Oriental 4561, 4562, 5279 dan 5387 (lihat Catalogus Juynboll II. P. 300-301; Soewito Santoso 1975; 11-12). Meskipun aksaranya Bali Kuna, tetapi bahasanya Kawi atau Jawa Kuna. Naskah yang termuda no. 4561, </span><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa bagian dari naskah 4562-5279 dan 5287 tidak lengkap sehingga dengan tiga naskah ini dapat saling melengkapi. Sebenarnya naskah no. 5279 dan 5287 merupakan satu naskah; naskah no. 5279 berisi ceritera bagian depan, sedangkan no. 5387 berisi ceritera bagian belakang. Naskah tertua no. 5279 berangka tahun 1462 Saka (1540 M). Semua naskah tersebut disimpan di Perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal – Land – en Volkenkunde van Ned. Indies di Leiden, Belanda.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Naskah <b>Calon Arang</b> pernah diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh Prof. Dr. Poerbatjaraka (lihat “De Calon Arang” dalam BKI 82. 1926: 110-180) dan pada 1975 diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Dr. Soewito santoso (lihat “<b>Calon Arang</b> Si Janda Dari Girah”, Balai Pustaka 1975). Uraian di bawah ini disarikan dari tulisan Dr. Soewito Santoso tersebut.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Latar Belakang Sejarah</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raja Airlangga (1006-1042 M) memerintah di Jawa Timur sejak 1021 sesuai dengan isi prasati Pucangan (Calcutta). Pusat kerajaan Airlangga berpindah-pindah karena diserang oleh musuh. Prasasti Terep (1032 M) menyebutkan raja Airlangga lari dari istananya di Watan Mas ke Patakan karena serangan musuh. Prasasti tidak menyebutkan bahwa keraton Airlangga ada di Daha atau Kediri, tetapi naskah <b>Calon Arang</b> ini menyebutkan keraton Airlangga ada di Daha (Kediri).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam masa Airlangga agama Budha. Di antara sekte-sekte agama Budha ada Sekte Tantrayana yang ajarannya lewat jalan pintas agar umatnya segera mencapai moksa. Upacara yang dilakukan antara lain menari-nari di atas kuburan dengan iringan musik (instrumen kangsi dan kemanak) sambil minum darah dan makan daging mayat yang dilakukan pada malam hari bertelanjang badan. Ajaran ini kemudian juga dianut oleh raja Kertanegara (1268-1292 M) dari Singasari. Dengan cara demikian terjadilah pertemuan jiwa antara pelaku upacara dengan dewanya (lihat juga naskah Tantu Panggelaran disertasi dari Th. Pigeud 1924). Ajaran Tantra dimasudkan untuk kebaikan bukan kejahatan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ringkasan Ceritera</span></h3><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ceritera ini terdiri atas dua badian: yang pertama tentang <b>Calon Arang</b>, yang kedua tentang pembagian wilayah kerajaan Airlangga kepada dua puteranya. Di desa Girah tinggal seorang janda sakti bernama Calon Arang bersama dengan anak gadisnya yang sudah dewasa bernama Ratna Manggali. Karena orang takut kepada sang janda, maka tak ada laki-laki yang bernai melamar Ratna Manggali. Mengetahui hal ini, Calong Arang marah dan menenung rakyat sebagai hukuman. Caranya ia melakukan upacara yang mengerikan di atas kuburan sambil menyampaikan sesaji. Dewi Bhagawati (mungkin identik dengan Dewi Durga) turun dan mengabulkan permohonan Calon Arang. Wabah penyakit menyebar, jika orang sakit pada pagi hari, sorenya mati. Korban terlalu banyak. Raja Airlangga mendapat laporan yang menyedihkan ini dan mencoba mencari jalan untuk memusnahkan penyakit dan penyebabnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mula-mula pasukan tentara dikirim ke Girah untuk membunuh <b>Calon Arang</b> tetapi tidak berhasil karena sang janda sangat sakti. Beberapa orang utusan raja itu terbunuh. Calon Arang semakin marah dan semakin keras pula tenungnya ditebarkan sehingga korban rakyat semakin banyak. Raja terus berupaya sedangkan para pendeta dan resi di istana berdoa untuk mencari petunjuk. Turunlah petunjuk bahwa hanya Mpu Bharadah dari Desa Lemah Tulis yang dapat mengatasinya. Raja mengirim utusan kepada Mpu Bharadah untuk meminta tolong. Permohonan diterima lalu Mpu Bharadah menyuruh muridnya bernama Bahula untuk menghadap raja dengan maksud agar upaya mengawini Ratna Manggali dapat dibantu urusan mas kawinnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Raja setuju dan Bahula pergi menghadap Calon Arang untuk melamar Ratna Manggali. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lamaran diterima lalu kawinlah Bahula dengan Ratna Manggali dan tinggallah Bahula di rumah mertuanya. Dari Ratna Manggali itu Bahula tahu bahwa <b>Calon Arang</b> selalu membaca kitab dan tiap malam melakukan upacara di kuburan. Bahula pulang ke Lemah Tulis sambil membawa kitab dan menceriterakan kebiasaan Calon Arang kepada Mpu Bharadah. Bahula segera disuruh kembali ke Girah sebelum diketahui oleh mertuanya. Mpu Bharadah menyusul ke Girah. Dalam perjalanan ke Girah, Bharadah menyembuhkan orang-orang sakit dan menghidupkan orang mati yang mayatnya masih utuh, tetapi jika mayatnya rusak tidak dapat dihidupkan lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di kuburan Desa Girah bertemulah Bharadah dengan <b>Calon Arang</b>. Bharadah memperingatkan Calon Arang agar menghentikan tenungnya karena terlalu banyak kesengsaraan yang diderita oleh rakyat. Calon Arang bersedia menuruti Bharadah asalkan ia diruwat oleh Bharadah untuk melebur dosa-dosanya. Bharadah tidak mau meruwatnya karena dosa Calon Arang terlalu besar. Terjadilah pertengkaran dan Calon Arang mencoba membunuh Bharadah dengan menyemburkan api yang keluar dari matanya. Bharadah lebih sakti dan sebaliknya Calon Arang mati dalam keadaan berdiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian <b>Calon Arang</b> dihidupkan lagi oleh Bharadah untuk diberi ajaran kebenaran agar bisa mencapai moksa. Calon Arang merasa bahagia karena sang pendeta mau mengajarkan jalan ke surga. Setelah selesai ajaran-ajaran itu disampaikan. Calon Arang dimatikan lagi lalu mayatnya dibakar. Dua murid Calon Arang bernama Woksirsa dan Mahisawadana dijadikan murid Bharadah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bharadah menyuruh Bahula untuk melaporkan pekerjaannya kepada raja di Istana. Raja dan isteri beserta pengiringnya menuju ke Girah untuk mengucapkan terima kasih kepada Mpu Bharadah, Raja kembali ke istana. Bharadah mencucikan Girah dan membangun punden untuk para Pendeta. Bharadah menyusul raja ke istana. Raja ingin menjadi murid sangat pendeta lalu diadakan upacara. Raja sudah mengeluarkan biaya upacara lalu diajarkan catur asrama, yaitu empat tataran kehidupan.. Bharadah juga minta agar tradisi lama dihidupkan lagi, yaitu Dewasasana, Rajasasana, Rajaniti, Rajakapakapa, Munasasasana, Resisasana dan Adhigama.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pembagian Kerajaan Airlangga</span></b><br />
<b><span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span></b><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ceritera ini tidak relevan dengan <b>Calon Arang</b>, tetapi relevan dengan peranan Mpu Bharadah ketika Airlangga mendapat kesulitan untuk memberi kedudukan kepada dua puteranya tercinta. Intinya kerajaan Airlangga dipecah dua menjadi Kadiri dan Janggala; Kadiri untuk anak yang muda dan Janggala untuk anak yang tua. Peristiwa ini juga disebut dalam prasasti Aksobhya (1289 M), tetapi nama Kadiri disebut Pangjalu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Naskah ontar Calon Arang yang berlatar belakang sejarah masa Airlangga ini penting untuk memperjelas gambaran mengenai tatacara kerajaan dan upacara-upacara keagamaan. Hal-hal demikian tidak disebutkan dalam prasasti, sedangkan pada naskah lain yang lebih muda gambarannya dikhawatirkan mengandung bias terlalu jauh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di tengah-tengah sangat populernya dramatari <b>Calon Arang</b>, ternyata keberadaan situs Calon Arang yang terletak di Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur belum tersentuh tangan pemerintah. Namun begitu lokasi yang diyakini sebagai bekas tempat tinggal janda yang namanya mendunia itu mendapat perhatian dari warga sekitar. Mereka merawat dan membersihkan lokasi situs yang terletak di tengah perkebunan tebu itu secara mandiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Warga desa kami sangat menghormati tempat ini. Dari dulu sampai sekarang kami secara bergantian membersihkan batu-batu ini saat berangkat atau pulang dari sawah," kata Wage, salah seorang warga yang sedang membersihkan situs <b>Calon Arang</b>, Minggu (23/3).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut dia, seharusnya tempat tersebut sudah waktunya mendapat perhatian dari pemerintah. Karena selain memiliki nilai sejarah, jika tidak diperhatikan bisa hilang dicuri orang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Meskipun secara ikhlas warga turut menjaga dan merawat tempat ini, tapi bisa saja ada orang yang tidak bertanggungjawab mencuri batu-batu ini. Apalagi lokasinya lumayan jauh dari pemukiman," katanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dari pantauan Tempo, di situs itu terdapat dua buah batu yang merupakan ambang pintu dari bahan batu andesit. Ambang pintu pertama berukuran, panjang 135 cm, lebar 56 cm dan tebal 29 cm. Ambang pintu kedua berukuran: panjang 137 cm, lebar 38 cm dan tebal 23 cm. Keduanya dalam kondisi baik. Pada sisi atas di sebelah akan dan kiri terdapat dua lobang segi empat dan lingkaran. Kemungkinan ini dipakai tempat pilar penyangga semacam kusen pintu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selain ambang pintu terdapat 4 buah umpak dari bahan batu andesit yang rata-rata berukuran sekitar: panjang bawah 50 cm, panjang atas 45 cm, lebar bawah 50 cm, lebar atas 45 cm dan tinggi sekitar 50 cm. Keempat umpak batu berbentuk prisma itu diperkirakan merupakan pondasi penyangga empat sudut rumah. Juga terdapat dua buah balok batu dari bahan batu andesit dengan ukuran, batu pertama: panjang 62 cm, lebar 40 cm dan tebal 17 cm. Batu kedua: panjang 67 cm, lebar 47 cm dan tebal 18 cm.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">J Sutjahjo Gani, salah seorang budayawan Kota Kediri menjelaskan, tempat tersebut pernah didatangi para ahli sejarah dan budayawan dari <a href="http://balidewataisland1.blogspot.com/">Pulau Dewata Bali</a>. Kedatangan mereka untuk membuktikan apakah ada keterkaitan antara situs tersebut dengan dramatari kolosal Calon Arang yang selama ini diklaim sebagai hasil kesenian asli Bali itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Situs <b>Calon Arang</b> pernah didatangi tim dari Bali dari Yayasan Bapak Prof. DR. Wyn Mertha Suteja, SH, PhD. Rencananya di atas tanah di mana situs Calon Arang berada dini akan dibangun semacam bangunan," kata Soetjahjo Gani, yang bertahun-tahun menelusuri ikhwal Calon Arang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Menurut Gani, dengan kedatangan tim dari Bali itu, menunjukkan bahwa kalangan budayawan Bali juga menyepakati bahwa tanah kampung halaman <b>Calon Arang</b> memang di Dusun Butuh, Desa Sukorejo, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Bahwa kemudian peristiwa yang terjadi di Kediri ini menjadi inspirasi bagi para budayawan Bali menciptakan dramatari Calon Arang yang terkenal di seluruh penjuru dunia, itu soal lain.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Harus diakui bahwa <b>Calon Arang</b> memang asli Kediri. Sudah waktunya sejarah diluruskan dan tempat ini segera dirawat dengan layak agar tidak musnah," kata Gani</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
</span><br />
<span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Sumber:</span><br />
<u><span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.</span></u><br />
<a href="http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2011/05/naskah-lontar-yang-berisi-ceritera.html"><span style="font-family: inherit; font-size: x-small;">http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2011/05/naskah-lontar-yang-berisi-ceritera.html</span></a>Mystic Sigmahttp://www.blogger.com/profile/07524781274482766112noreply@blogger.com5