Memaparkan semua sejarah yang ada di Indonesia

Rabu, 30 Mei 2012

Tentang Syekh Siti Jenar dan Berbagai Kontroversi

Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap sebagai sufi dan salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat, terdapat banyak variasi cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.



Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling Kawula Gusti. Akan tetapi, sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah seorang intelektual yang telah memperoleh esensi Islam itu sendiri. Ajaran-ajarannya tertuang dalam karya sastra buatannya yang disebut pupuh. Ajaran yang sangat mulia dari Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti.


Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo. Pertentangan praktik sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo.


Konsep dan Ajaran




Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai kematian, justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi olehnya.


Sebagai konsekuensinya, kehidupan manusia di dunia ini tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian, misalnya hukum negara, tetapi tidak termasuk hukum syariat peribadatan sebagaimana yang ditentukan oleh syariah. Menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Syekh Siti Jenar, manusia di dunia ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu syahadat, Sholat, puasa, zakat, dan haji. Baginya, syariah baru akan berlaku setelah manusia menjalani kehidupan pasca kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu, mirip dengan konsep Al-Hallaj (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam, kira-kira pada abad ke-9 Masehi) tentang hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat Tuhan dan manusia.


Dimana seharusnya pemahaman ketauhidan melewati empat tahap, yaitu:

  • Syariat, dengan menjalankan hukum-hukum agama seperti salat, zakat, dan lain-lain,
  • Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan seperti wirid, zikir dalam waktu dan hitungan tertentu,
  • Hakekat, di mana hakikat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan, dan
  • Makrifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya.




Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut, maka tahapan di bawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami ratusan tahun setelah wafatnya Syekh Siti Jenar. Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam di mana pada masa itu, ajaran Islam yang harus disampaikan seharusnya masih pada tingkatan syariat, sedangkan ajaran Syekh Siti Jenar telah jauh memasuki tahap hakekat, bahkan makrifat kepada Allah. Oleh karena itu, ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan label sesat.


Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus memperdebatkan masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apa pun, setiap pemeluknya sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa, hanya saja masing-masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing-masing pemeluk agama tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agama yang dianutnya adalah yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.


Manunggaling Kawula Gusti




Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Arti dari Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan bercampurnya Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah bersatu dengan Tuhannya.


Dalam ajarannya pula, Manunggaling Kawula Gusti bermakna bahwa di dalam diri manusia terdapat roh yang berasal dari roh Tuhan sesuai dengan ayat Al-Quran yang menerangkan tentang penciptaan manusia:


"Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." Q.S. Shaad: 71-72"


Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham Manunggaling Kawula Gusti.


Pengertian Zadhab




Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini, sering ditemui manusia yang mengalami zadhab atau kegilaan berlebihan terhadap Allah. Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja sehingga ketika keinginannya sudah lebur terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam pikirannya hanyalah Allah. Di sekelilingnya tidak tampak manusia lain, kecuali hanya Allah yang berkehendak.


Setiap Kejadian adalah maksud Allah terhadap Hamba ini. Dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada Guru yang Mursyid yang berpedoman pada Al Quran dan Hadits maka hamba ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah untuk manusia. Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.


Hamamayu Hayuning Bawana



Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil 'alamin. Seseorang dianggap muslim salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi lingkungannya, bukannya menciptakan kerusakan di muka bumi.


Kontroversi Tentang Syekh Siti Jenar




Kontroversi yang lebih hebat muncul mengenai hal-ihwal kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat Kesultanan Demak. Di sisi kekuasaan, Kesultanan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga, adalah keturunan elite Majapahit, sama seperti Raden Patah, dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.


Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Kesultanan Demak khawatir ajaran ini akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini membuat mereka merencanakan suatu tindakan bagi Syekh Siti Jenar untuk segera datang menghadap ke Kesultanan Demak.
Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata tidak cukup untuk membuat Siti Jenar memenuhi panggilan untuk datang menghadap ke Kesultanan Demak hingga konon akhirnya para Walisongo sendirilah yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Syekh Siti Jenar berada. 


Para wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka, berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.


Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut dengan Syekh Siti Jenar. Menurut Syekh Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuhnya karena ia bisa meminum tirta marta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat menuju kehidupan yang hakiki jika memang ia dan budinya menghendaki.


Tidak lama kemudian, terbujurlah jenazah Syekh Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang pandai, yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo, dan Ki Pringgoboyo ikut mengakhiri "kematian"-nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali.


Kisah Saat Kematian Syekh Siti Jenar




Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Syekh Siti Jenar disemayamkan di Masjid Demak, menjelang salat Isya, semerbak bunga dan cahaya memancar dari jenazahnya. Jenazah Syekh Siti Jenar sendiri selanjutnya dimakamkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.


Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki, antara lain Kiai Lonthang dari Semarang, Ki Kebo Kenanga, dan Ki Ageng Tingkir.
Kontroversi yang lain adalah bahwa kemungkinan terbesar Syekh Siti Jenar adalah salah satu tokoh Islam yang dengan segala kebijaksanaannya telah dapat mengadaptasi Islam dengan keluhuran ajaran Hindu dan Budha yang menjadi pegangan Bangsa Indonesia sehingga dapat terlihat dengan jelas bagaimana nilai daripada kehidupan dan kesejatian manusia dengan penciptanya yang ada dalam Bhagawad Gita berpadu dengan nilai yang diajarkan Alquran.


Hal ini tentu saja tak berlebihan, karena dengan tingkat kerohanian dan kebijaksanaan yang dimiliki oleh Syekh Siti Jenar, ia akan mampu melakukan penghormatan kepada leluhur dan melestarikan nilai kebenaran yang diwariskan, menyerap agama baru dan melakukan penyesuain nilai agar dapat diterima oleh seluruh bangsa sehingga menjadi berkah keluhuran bagi alam semesta. Kalau para wali songo dengan pola gerakan yang lebih kepada keduniawian berusaha mengadopsi konsep Dewata Nawa Sanga di Hindu yang mereka personifikasikan ke dalam Wali Songo untuk mengubah pandangan masyarakat Hindu dan membelokkan kepada Islam pun dalam penggunaan cerita pewayangan Hindu seperti Mahabharata / Brathayudha dan Ramayana untuk membantu penyebaran agama Islam dengan melakukan sisipan sisipan ke dalamnya.


Namun Syekh Siti Jenar mengadaptasi nilai yang terkandung yang memang sudah ada di masyarakat Hindu dan Budha pada jaman keemasan Nusantara sehingga nilai kombinasi yang diperkenalkannya kepada masyarakat terbukti sangat cocok bahkan hingga saat ini. Terbukti bahwa dairah seperti Jogjakarta adalah salah satu daerah dengan eksistensi budaya yang sangat tinggi dan pranata sosial yang sangat beradab sebagai hasil penerapan konsep Hindu Budha dari para leluhur Bangsa Indonesia dengan nilai Islam sebagai budaya serapan baru.


"Tentang kematian Syekh Siti Jenar yang sangat kontoversial, karena ada yang mengatakan beliau wafat dibunuh oleh para wali yang di utus ada juga versi seperti yang di atas tapi ada juga beliau mengalahkan para wali utusan itu karena beliau sangat sakti dalam hal ilmu kadigdayaan dan kesempurnaan hingga di katakan menghilang setelah mengalahkan para wali. Mungkin dikalangan masyarakat sangat terkenal bahwa Syekh Siti Jenar dibunuh oleh para wali yang di utus tapi mungkin dari segi pandangan orang kerohanian atau kesempurnaan mengatakan bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah mati saat itu, beliau amat sakti dan dikatakan mampu menyaingi semua para walisongo dan pada saat wali utusan itu bertemu dengan Syekh Siti Jenar mereka kewalahan menghadapi beliau dan beliau menghilang dengan ajian yang dimilikinya, beliau juga dikatakan Moksa setelah bertahun-tahun kemudian. Sangat banyak misteri tentang Syekh Siti Jenar, mohon maaf tentang artikel yang saya tambahkan di paragraf terakhir ini karena seperti itu diceritakan oleh para orang tua saya. Masih sangat meragukan, jika ada salah mohon di maafkan dan jika ada yang ingin dikatakan atau ditambahkan mohon untuk memberikan komentar anda. Terimakasih semua."




Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Syekh_Siti_Jenar

9 komentar:

http://kebangkitan-hindu.blogspot.com mengatakan...

saya pernah membaca buku Syekh siti jenar ini...hampir mirip dgn artikel anda diatas tp masih banyak kekurangannya. Saya salut dgn anda bahwa sesungguhnya Sejarah bukan utk di hancurkan ato dilupakan tapi digunakan sebagai bukti ke sejarah nusantara dimana Seseorang seperti Syekh siti jenar bisa memberikan yg terbaik buat masyarakat pada waktu itu dgn menafsirkan dan menjalankan budaya dan leluhur sesuai dgn kaidah kita sebagai orang Indonesia. Cuma sayang kenapa orang Sehebat Syekh siti jenar di perlakukan demikian oleh sodaranya sendiri. Syekh siti jenar sekarang saya impletasikan dgn GUS DUR yang hampir mirip dgn Beliau Syekh siti jenar.
http://kebangkitan-hindu.blogspot.com/

Mystic Sigma mengatakan...

@red_on: makasi udah berkunjung mas, artikel di atas copy paste dan di perbaharui mas hehe maaf ya :D , iya mas seperti itu dah perumpamaannya, ini menurut pendapat dan mendengar dari ahli spiritual mas, tepatnya paman saya hehe bahwa syekh siti jenar tidak pernah dibunuh oleh para wali yang di utus, mungkin bisa saya katakan sebuah kebohongan yg beratus" tahun yg lalu (kalau benar), tapi secara publik orang lebih tahu kalau syekh siti jenar itu dibunuh. beliau amat sangat sakti, sampai para wali kewalahan, saya dengar syekh siti jenar menjauh dari pertempuran karena tidak ingin bertarung dengan ajian menghilangnya, dan beliau juga dikatakan moksa membawa badan kasar mungkin bertahun-tahun selanjutnya syekh siti jenar moksa. mohon maaf ini sebelumnya mas, karena yg saya katakan belum ada fakta cuma mendengar dari ahli spiritual saja, tapi banyak orang mengenal beliau dibunuh oleh para wali utusan itu, mungkin mau menambahkan mas? :) waduhh panjang, maklum suka sejarah :D hehe

Jibril Punk mengatakan...

anda sangat bodohh dan seperti anak kecill karena membuat artikel yg gk penting

Anonim mengatakan...

saya sangat suka dengan alinea yg ini :Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus memperdebatkan masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apa pun, setiap pemeluknya sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa, hanya saja masing-masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing-masing pemeluk agama tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agama yang dianutnya adalah yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
bahwasanya Tuhan tidak akan pernah meniggalkan ciptaannya, Tuhan itu satu, akan tetapi banyak nama, belia ada dimana2

Anonim mengatakan...

Jibril Punk smg km cepat dpt hidayah-Nya, amin...

rifan mengatakan...

Untuk perbandingan tidak ada salahnya baca bukunya Agus Sunyoto dengan judul Perjalanan Datuk AbdulJalil (Perjalanan Spiritual Syeik Siti Jenar) seri 1 s.d 7, buku yg di tulis dengan format novel seolah utk menghindari polemik, cukup otentik dan sangat menawan dan sangat berbeda dg buku2 lain yg mengisahkan Syeikh Siti Jenar,tidak ada eksekusi atas Syeikh siti Jenar dan ajarannya,dilengkapi dengan DaftarPustaka yg cukup panjang.... sangat layak anda baca utk anda yg penasaran dg sejarah Syeikh Siti Jenar

Unknown mengatakan...

yang penting kita tidak menghakimi.... karena kita terlalu awam dalam hal tersebut. baik menghakimi para wali lain ataupun sang syeh.....
untuk lebih jelas bisa mengkaji kitab HIKAM karya IBNU ATOILLAH SAKANDARI,

Unknown mengatakan...

saya tertarik membaca artikel anda.... dan Alhamdulillah... saya baru mengerti tentang syeikh, maklum selama ini cerita syeikh siti jenar masih simpang siur, dan bahkan masih banyak yg menganggap sebagai tokoh yg menentang ajaran wali atu lebih jelasnya mungkin sesat.... terima kasih mungkin dengan membaca artikel anda pemahaman tentang syeikh siti jenat akan menambah pengetahuan baik tentang agama maupun tentang keseharian saya.....

david mengatakan...

apa yg terjadi terhadap syeh lemah abang atau Raden Abdul Jalil Persia (Iran) itu memang sengaja di buat demikian karna beliau adalah penganut sufi,yg mana para wali tau dan sadar hal apa yg menimpa alhalaj bisa saja menimpa syeh siti jenar,ulama sufi itu selalu kontropersial,hanya karna tauhid manunggaling kawulo gusti saja geger jagad mandala,sedangkan kapitayan sendiri beda tipis dengan sufi,klok kita mau mencari nanti pada satu titik bakal ketemu roh kudus nabi isa, yg mana hanya karna ingin memberi tau bahwa jauh di lubuk hati manusia itu ada Allah,belum di jelasin maksudnya sudah di klim akan mengaku tuhan, harusnya dulu syeh siti jenar menulis suluk dulu seperti
sunan kali jaga,

Posting Komentar

Mohon untuk tidak melakukan tindakan SPAM dan menaruh LINK yang aktif. Berkomentarlah yang baik. Terimakasih untuk komentar anda.

Diberdayakan oleh Blogger.

Sejarah di Nusantara Copyright © 2011 | Template created by O Pregador | Powered by Blogger